Hujan dan makanan pedas bagi masyarakat kita bagaikan satu paket yang tak bisa terpisahkan. Mungkin tidak bagi semua masyarakat, seperti bagi bayi, balita, kakek-nenek. Tapi saya adalah salah satunya.
Menyicipi makanan berkuah lagi pedas pada saat hujan memang bisa menjadi penawar untuk mood agar tetap baik. Setidaknya begitu yang saya rasakan ketika menyicipi makanan pedas ketika hujan yang bisa saja bikin sebal karena terkadang mengganggu rencana. Tapi pada tulisan ini saya tidak akan membahas macam-macam makanan berkuah nan pedas, apalagi membahas ramalan cuaca. Tidak. Kali ini saya akan menulis tentang Seblak. Ya, makanan berkuah yang identik dengan rasa pedas, dan akhir-akhir ini marak digandrungi.
Sumber : Pergikuliner.com
Bagaimanakah asal-usul Seblak? Apakah di antara kalian sudah mengetahuinya? Jika sudah, saya tak jadi saja menuliskannya… hehehe, bercanda! Seblak pada umumnya dikenal sebagai makanan khas Kota Kembang, Bandung. Seblak yang umum dijumpai terdiri dari kerupuk udang yang kenyal sebab direbus (atau direndam air semalaman), dan ditumis bersama dengan beragam bumbu-bumbuan. Pada hari ini dalam perkembangannya, kita bisa menemukan seblak disajikan dengan tambahan telur, sosis, irisan sayur, mi, bakso, siomay, batagor, ayam, ceker, dan lainnya sebagai topping pelengkap kenikmatan.
Proses pembuatan seblak pada dasarnya terbilang cukup sederhana. Yaitu dengan menumis kombinasi bumbu bawang merah, bawang putih, garam, kencur, cabe rawit, kunyit, dan penyedap rasa. Lalu kerupuk mentah (biasanya kerupuk udang) yang sudah direndam air semalaman atau direbus sampai kenyal, dicampurkan ke dalam tumisan bumbu. Dan… waalaaaa terhidanglah seporsi seblak.
Kerupuk yang direbus ini pada umumnya merupakan bahan utama seblak. Jika kalian membeli atau membuat seblak namun tidak ada kerupuk di dalamnya, percayalah, itu bukan seblak. Melainkan makanan yang pura-pura jadi seblak. Hahaha. Sensasi kenyal kerupuk yang direbus alih-alih digoreng inilah yang menjadi kenikmatan tersendiri dalam seblak.
Sumber : Pergikuliner.com
Tapi menurut sebagian
orang dari berbagai sumber, kerupuk yang direbus ini bukanlah poin utama atau
bahan utama sebuah seblak dapat dikatakan Seblak. Seblak bagi mereka adalah penggunaan
bumbu kencur yang gurih lagi sedap, yang menjadi inti dari masakan ini. Kerupuk
bagi sebagian orang tadi hanyalah topping
tambahan saja. Sama seperti telur, mi, bakso dan lain sebagainya.
Sebagian orang
dari beberapa sumber juga membantah bahwa seblak berasal dari Bandung. Menurut
mereka seblak berasal dari Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah. Karena di Sumpiuh,
masyarakat sudah mengenal seblak sejak tahun 1940-an. Sedang di Bandung, atau
daerah lain, Seblak baru populer pada medio 2000-an.
Entah mana yang
benar saya tak tahu. Tapi, mengapa dalam hidup ini kita selalu saja mencari
yang benar? Bukankah hidup tidak melulu salah benar? Hahahaha, apeu! Terlepas dari
adanya perdebatan itu saya kira kita bisa bersepakat bahwa seblak itu nikmat. Bersepakat
kah kita?
Selain itu, hadirnya Seblak sebagai makanan adalah wujud kreatifitas masyarakat kita dalam menyikapi situasi ekonomi yang sulit. Siapa sangka, ide merebus kerupuk alih-alih menggorengnya ini adalah salah satu cara masyarakat kita bertahan dalam keadaan ekonomi lemah, yang untuk membeli minyak goreng saja mereka mungkin tidak mampu. Karena itu, seblak membuktikan bahwa keterbatasan (ekonomi) mampu membawa makanan khas kita melampaui zaman. Dan bangsa kita adalah bangsa yang adaptif. Mencipta makanan apapun dari bahan seadanya pun, masyarakat kita mampu menghadirkan kekayaan rasa yang hanya dimiliki Indonesia. Masyarakat kita seumpama rumput: dilempar ke manapun akan tumbuh dan hidup!