Ungkap Sejarah dan Filosofi Sate Lilit yang Jadi Simbol Pemersatu
Pernah
menyantap makanan khas Bali? Pastinya kamu tahu kuliner yang namanya sate
lilit. Sate lilit merupakan salah satu kuliner khas Bali yang namanya memang
sangat populer di Indonesia karena menjadi sate yang banyak dicari para
wisatawan. Berbeda dengan jenis sate khas Indonesia lainnya, sate lilit aslinya
ini tidak dibuat dengan menggunakan tusukan sate, melainkan dengan menggunakan
batang sereh. Tapi beberapa ada juga yang menggunakan batang bambu untuk
menusuknya. Selain itu, daging yang dijadikan untuk sate lilit ini harus
dicincang terlebih dahulu dan dicampur dengan kelapa parut dan aneka bumbu
rempah-rempah lainnya. Inilah yang menjadikannya berbeda dibandingkan dengan
sate khas Indonesia pada umumnya. Daging yang digunakan lebih banyak adalah
daging ayam atau ikan, tapi ada juga yang menggunakan daging babi.
Sumber : Pergikuliner.com
Berbicara tentang sejarah sate lilit, ternyata sate ini sudah ada sejak lama di Bali dan selalu disajikan saat ada upacara adat atau keagamaan. Hal ini bukanlah tanpa sebab karena ada filosofi di baliknya. Usut punya usut, ternyata sate lilit ini menyimbolkan tanda pemersatu bagi masyarakat Bali. Sate lilit yang dagingnya dililitkan pada batang sereh ini melambangkan masyarakat Bali, sedangkan batang serehnya adalah pemersatu. Coba saja kamu perhatikan, meski dibuat dari daging cincang, tapi dagingnya tetap merekat pada batang sereh alias menempel lekat dan tidak hancur saat dibakar. Filosofi inilah yang dimiliki oleh sate lilit yang melambangkan masyarakat Bali yang selalu bersatu dan tidak akan tercerai-berai.
Sumber : Pergikuliner.com
Selain itu, ada lagi makna lain dari sate lilit bagi masyarakat Bali, yakni melambangkan kejantanan seorang lelaki. Kenapa bisa demikian? Ternyata awalnya sate lilit hanya boleh dimasak atau dikerjakan oleh para kaum lelaki. Alasannya adalah karena proses pembakaran sate lilit bukan seperti yang saat ini kamu lihat. Sate lilit dibakar dengan cara dijadikan satu pada batang pelepah pisang besar. Puluhan batang sate lilit ditusukkan pada batang pelepah pisang lalu dibakar di atas bara api. Tentu saja butuh tenaga ekstra untuk mengangkatnya sehingga pekerjaan ini hanya bisa dilakukan oleh kaum lelaki. Jadi bisa dikatakan bagi masyarakat Bali, bagi kaum lelaki yang belum pernah membuat sate lilit, belum bisa disebut sebagai lelaki. Kondisi ini tentunya berbeda dengan proses pembuatan sate lilit pada zaman sekarang yang bisa dilakukan oleh perempuan karena tidak perlu membakar sebanyak puluhan tusuk dalam sekali bakar.
Sekarang kamu sudah tahu bukan bagaimana filosofi dari sate lilit. Semoga informasi di atas bisa menambah pengetahuan kulinermu ya! Nah, jika lapar menghantuimu seusai baca artikel ini, kamu bisa datangi salah satu tempat makan di bawah ini aja ya!