Siapa yang tidak kenal dengan Kebun Raya Bogor? Kebun botani yang dibuka pada 18 Mei 1817 ini memiliki luas mencapai 87 hektar. Bukan hanya ribuan jenis tanaman, disini pun terdapat beberapa laboratorium, apotek hidup, museum dan tentunya tempat makan. Salah satu restoran yang menarik perhatian saya adalah The Melchior yang berada didalam area sebuah hotel dengan nama yang sama. Sebuah bangunan tua berwarna putih bergaya desain khas era kolonial menjadi tempat dimana The Melchior bernaung. Kesan yang saya rasakan selama berada disini adalah keteduhan serta rasa nyaman yang tampil dengan gaya mewah.
Karena memang sejatinya ia merupakan sebuah hotel, jadi sudah pasti saya harus melewati lobi dan resepsionis saat ingin menuju ke The Melchior, maklum restorannya memang berada di bagian belakang bangunan. Sebuah lorong yang dikanan kirinya terdapat berbagai macam lukisan, guci dan hiasan mahal lainnya menjadi pemandangan cantik saat menuju ke belakang. Tak hanya lorong dan ornamen, ternyata disini pun terdapat beberapa private room dan sebuah coffeeshop yang masih tergabung jadi satu dengan restorannya.
Baru di ujung lorong terlihat sebuah pintu besar bermaterial kayu dengan cat putih yang terbuka berlapis gordyn panjang yang terlipat rapi di sisi kanan kirinya. Pintu ini menjadi akses masuk ke ruang utama restoran. Disini warna hijau yang senada dengan lapisan jok pada setiap kursi kayu sungguh mendominasi. Padu padan motif monokrom berbentuk segi enam pada lantai menjadi daya tarik selain tentunya sebuah lukisan besar memanjang bergambar pepohonan di tengah hutan yang meneduhkan mata. Saya memilih duduk di salah satu sudut ruang yang terdapat sebuah jendela besar disebelahnya. Selain karena posisi ini sangat instagenic, juga ingin makan sambil melihat pemandangan taman diluar.
Nasi Goreng Jawa (Rp.60.000,-) menu yang kebetulan dipesan oleh ibu saya ini tersaji sangat unik berbentuk seperti piramida. One of the most photogenic fried rice I ever seen. Bukan cuma enak dilihat, tapi juga nikmat pas disantap. Nasi dengan paduan telur orak arik dan suiran ayam ini terasa gurih bergaya manis dengan tambahan sedikit sentuhan pedas. Telor ceplok, emping, lalapan dan acar menjadi teman makan nasi goring supaya semakin mantul dilidah. Kombinasi rasa yang beneran Jawa banget deh.
Gado-Gado Tugu Kujang (Rp.40.000,-) nah yang ini baru menu pesanan saya. Seolah gam au kalah dengan nasi goring, Gado-Gado disini pun tampil begitu elegan. Aneka sayuran kukus dicetak didalam wadah jadi berbentuk seperti sebuah tabung yang diatasnya diberi emping. Goresan kecap disisi sebelahnya membentuk lengkungan dengan seiris telur rebus dibagian ujung, tampak seperti sebuah meteor atau bintang jatuh. Tak ketinggalan bumbu kacang yang ditempatkan dalam wadah terpisah yang siap dituang sesaat sebelum disantap. Pengalaman makan gado-gado yang gorgeous dan tak terlupakan. Soal rasa jangan ditanyakan, The Melchior tak hanya mengedepankan gaya penyajian tapi juga mampu menyuguhkan cita rasa yang sedap.
Pisang Goreng Wijen (Rp.37.000,-) engga ketinggalan seporsi sajian pencuci mulut berupa pisang goreng kipas bertabur wijen dan disajikan dengan gula ganting (gula jawa yang dimasak bersama sedikit air). Tekstur pisangnya renyah juga empuk, rasanya manis apalagi ada tambahan gula cairnya juga. Taburan wijen berperan penting dalam menghadirkan nuansa gurih beraroma kacang-kacangan yang membuat pisang goring ini jadi semakin enak.
Meski makan siang kali ini mendapat free ice tea, tapi kami tetap mencoba minuman lain. Ibu saya memilih Wedang Jahe (Rp.26.000,-) sedangkan saya Orange Juice (Rp.28.000,-). Ibu saya pengen minuman hangat yang berbahan rempah alami karena selain rasanya enak, minuman ini juga menyehatkan. Ada tambahan krimmer juga gula yang disajikan terpisah dan dapat ditambahkan sesuai selera. Kalau orange juice pesanan saya terbuat dari buah segar asli, bukan jus kemasan sehingga rasanya beneran fresh meskipun tidak begitu kental…Â