CINNAMON = KAYU YANG MANIS? >> Entah mengapa saya tersenyum manis sendiri sebelum, saat, dan sesudah melakukan jamuan siang bersama teman saya di rumah makan Cinnamon di Mandarin Oriental Jakarta. Apakah karena hotelnya yang saya ingat para kokinya pernah mengikuti serial Iron Chef, atau apakah memang berada di hotel yang termasuk golongan hotel kelas berat, atau yang lain?
Peduli amat. Memang saya menyukainya!
Namun sebelum saya lanjut, saya jadi teringat beberapa hal dari sana. Pertama, kalau breakfast di sana 272 ribu nett sudah termasuk minuman. Lunch buffet di gerai sana 310 ribu nett namun belum include minum. Dinner juga sama. Khusus hari minggu, brunch 472 ribu nett, tidak ada BYOB fee (kecuali hari lain yang tidak saya ketahui).
Sayangnya, minggu tidak ada dinner buffet - memang anomali hotel di Jakarta belakangan ini, Park Lane minggu juga absen. Saya agak risau untuk hal yang satu ini - apakah ini pertanda mengenai... daya beli? Waktu saya makan di sana, meja juga tidak penuh. Saya jadi menyesal reservasi online, tahu begitu langsung datang saja.
Akan tetapi karena tidak penuhlah itu yang membuat suasana Cinnamon menjadi lebih sejuk. Interior juga ekstra nyaman dengan material kayu dan penggunaan bangku berbusa, ditambah latar taman yang penuh damai. Hal itulah highlight yang pertama, bisa dilewati kursi roda juga.
Hidangannya juga jelas tidak memalukan sama sekali. Di sana banyak station, dan jauh lebih banyak dari Ritz Carlton Pacific Place. Station pasta dan station noodle dipisah, dessert juga tempat tersendiri yang berhadapan Mandarin Cake Shopnya, dan Cinnamon sendiri mengimplementasikan semi open kitchen juga.
Nah, lengkapnya, waktu ke sana, sedang ada festival masakan korea di sana sampai 29 Juli. Saya sempat mengambil kalbinya, samgyetangnya, kimchi bokkeumbapnya, pajeonnya, dan japchaenya. Decent, namun kimchi bokkeumbapnya agak pera dan kurang kimchi.
Akan tetapi walau decent, showcase hidangan yang lain lebih ok daripada stand koreanya itu. Pertama yaitu pasta carbonaranya, lalu roast chickennya, tilapianya, lasagnanya, noodlenya itu terutama baksonya yang cukup legit, ikan asam manisnya, ayam cabenya, dan terutama yang paling saya saluti dari semuanya, yaitu semur dagingnya yang lebih dari empuk dan balance manisnya. Super!
Dessernya juga manis sekali. Terutama pannacotta vanilanya itu. Nama beberapa dessertnya juga sudah cukup asing, terdapat choux dan financier (seingat saya namanya, kuenya mirip muffin namun ya ampun wanginya itu). Meyakinkan.
Sayangnya, penggemar seafood tidak menemukan jatinya di Cinnamon. Cold seafoodnya hanya ada udang, walau udangnya cukup manis dan kenyal. Sushinya juga sebetulnya standar saja walau banyak pilihan dan acceptable.
Singkat saja untuk hidangannya, khusus stand koreanya dan seafoodnya itu sih lebih baik saya makan di rumah makan yang lain (terutama kalau korea saya pasti lebih memilih Samwon Garden yang luar biasa). Namun, title Iron Chefnya akhirnya cukup terasa di semurnya dan dessertnya itu. Tidak memalukan sama sekali pula hidangan dan pilihannya, sekali lagi, daripada waktu saya makan di Ritz Carlton Pacific Place. Bahkan, Mulia juga masih kalah, ya (yang dulu).
Kembali ke harganya, minum saya pesan teh 60 ribu secangkir. Sayang sekali ada pembulatan billing di Cinnamon. Tax & servis yang ada karena hotel, maka 21 persen. ATM di Cinnamon sudah wireless. Mungkin itu, ya. Di sana juga saya anggap tidak ada dresscode.
Saya tetap heran, kok agak sepi ya di Cinnamon? Entahlah. Padahal, all in all, kayunya Cinnamon cukup antik dan manis, cukup membuat saya tersenyum sendiri before and after.
— Kayunya cukup manis! —
IG Credits :
@michael_wen96
@es_shanghai_aconk