Kembang Goela merupakan salah satu restoran yang sulit terekspos oleh penulis. Padahal, gerai ini sudah eksis sejak pertama kali penulis ketahui melalui majalah Sedap edisi sekitar tahun 2005, apalagi ditambah dahulu penulis sering bermain ke Plaza Sentral.
Namun, momen apapun memang terjadi pada waktunya. Penulis akhirnya menginjakkan kaki di sana beberapa waktu yang lalu.
Jadi, Kembang Goela berada di parkiran Plaza Sentral, Sudirman, dari luar bangunannya tampak tradisional. Senada dengan interiornya, begitu penulis masuk, gaya kolonial melekat di tempat ini. Namun, di satu sisi, Kembang Goela tampak perlu sentuhan yang lebih baru, alias renovasi di beberapa titik interior. Karena, gaya kolonialnya cenderung dibiarkan kuno, bukan model yang lebih tertata rapi punya seperti saudaranya, Bunga Rampai.
Uniknya, begitu menelusuri lebih dalam, ternyata Kembang Goela punya ballroom yang menurut penulis bisa muat 250 orang. Ballroom-nya lebih keren. Dia juga punya beberapa ruang VIP.
Perihal akses bagi penyandang disabilitas, Kembang Goela bukanlah salah satunya. Untungnya, Kembang Goela tampaknya tidak ada dresscode. Di Kembang Goela, terdapat corkage fee sekitar 200 - 300 ribu, tergantung wine/soju, atau jenisnya.
Di Kembang Goela, penulis menjajal :
A. Iga bakar (400,5 ribu)
Iga bakarnya besar, empuk dan gurih. Sausnya mirip saus barbeque, wedges-nya juga menarik. Sayang sekali, harganya mahal memang, apalagi dengan 400,5 ribu, tarifnya itu dan tarif menu yang lain belum termasuk tax & servis 21 persen. Untungnya, tidak ada rounding bill di Kembang Goela.
B. Gurame (49 ribu per 100 gram)
Penulis membeli guramenya dalam 2 versi, goreng kremes dan goreng telur asin. Yang kremes diberi topping kremes telur biasa, kedua guramenya di-fillet. Sebetulnya guramenya tidak amis, apalagi yang versi telur asinnya, dimana saus telur asinnya benar - benar berasa dominan. Namun, guramenya bukan dari gurame hidup. Terbukti dari daging guramenya yang kurang kenyal.
C. Udang Gladakker (124,5 ribu)
Udangnya juga lagi - lagi kurang berasa baru. Padahal sausnya pedas dan lebih mantap Kembang Goela daripada saus padang pada umumnya.
D. Sate ayam (100,5 ribu) dan sate sapi (181 ribu)
Satenya juga penulis dapati dalam 2 versi, ayam dan sapi. Penulis hanya mencoba sate sapinya, cukup empuk walaupun rempahnya kurang berasa. Sayang, bumbu rempahnya kurang dikembangkan.
E. Asem - Asem Noni (92 ribu)
Asem - asemnya mirip kuah tomyam. Ada seafood, jamur, dan tomat.
F. Kangkung hotplate, gado - gado, dan yang lain.
Kangkung dan gado - gadonya cukup masif. Besar dan bongsor. Oseng - oseng kecipirnya tergantung selera. Penulis juga mendapat lidi spageti, pembuka yang cukup unik namun lebih pedas lidi yang biasa dijual di sekolah - sekolah.
G. Hot chocolate
Minuman cokelat di Kembang Goela cukup pekat, bahkan 50 persen lebih pekat daripada hot chocolate di La Moda, Plaza Indonesia. Sayangnya, cokelatnya itu sedikit.
Miris juga mengetahui apa yang ada di dalam semua hidangannya tersebut. Hidangannya sebetulnya eksotis, namun menjadi tampak seadanya, juga karena sepi peminat. Ya, sepi, mejanya tidak penuh. Apalagi, reservasi online Chope juga belum kompatibel dengan Kembang Goela, sangat disayangkan.
Oleh karena itu, penulis jadi paham. Mungkin hal tersebut juga yang menyebabkan Kembang Goela tampak dibiarkan kuno. Walaupun masih terawat.
All in all, Kembang Goela bagai pabrik gula yang telah berdiri lama dan sebetulnya bisa berkembang, namun sepi pendukung, atau investor.
Berharap dengan diangkatnya laporan ini, ada yang berminat untuk promosi Kembang Goela, ya. Penulis sangat berharap ia berkembang kembali.
— Berharap Berkembang Kembali. —
IG Credits :
@michael_wen96
@es_shanghai_aconk