Twelve merupakan salah satu restoran yang beroperasi pada bulan Juli tahun lalu dan sempat viral karena interiornya yang sangat cantik. Kabarnya bahkan sempat harus waiting list selama satu bulan.
Restoran yang satu ini terletak di jalan Dr. Kusumaatmadja dan terlihat mencolok dari luar dengan bangunannya yang bertema Traditional Chinese. Rupanya restoran ini satu grup dengan Okuzono, restoran lainnya dengan interior yang tak kalah ciamik.
Bedanya, restoran ini menyajikan hidangan Chinese Food yang berbeda dengan Chinese Food pada umumnya. Di sini, tidak ada menu mainstream yang biasa di di Chinese Restaurant semacam Gurame Tahu Tausi maupun Lindung Cah Fumak, namun menurut saya justru inilah daya tarik restoran ini.
Restoran ini merupakan salah satu restoran yang berada di wish list saya. Begitu ada voucher diskon 50 ribu dari salah satu aplikasi, saya memutuskan untuk menjadwalkan makan siang di restoran ini buat berdua.
Sebelum berkunjung ke sini saya sudah melakukan reservasi 2 minggu sebelumnya menggunakan aplikasi Chope. Saya kurang paham apakah sekarang sudah bisa walk in atau masih harus reservasi. Ketika saya hendak masuk, salah seorang security menanyakan apakah saya sudah reservasi atau belum. Setelah itu saya juga diminta mengisi data.
Saya merasa sangat terkesan dengan pelayanan menakjubkan di restoran ini. Ketika masuk dan saya memberitahukan reservasi saya, waitress segera mengeceknya dan saya langsung diantar ke meja. Ketika saya ke meja, para waiter maupun waitress menyambut saya.
Para pelayan juga sangat sopan, bahkan saat menuangkan teh dilakukan dengan gestureyang jarang saya temui di restoran pada umumnya meski ini bukan kali pertama saya pergi ke restoran kelas atas, yakni dengan meletakkan satu tangan di belakang. Bahkan ketika saya meminta sendok ekstra untuk dessert juga diberikan dalam waktu kurang dari 5 menit. Selain itu tea pot saya langsung direfill bahkan sebelum saya request.
Dari segi protokol kesehatan juga sangat oke. Ada cek suhu, lalu disediakan plastik untuk menaruh masker. Selain itu pelayan memakai face shield dan masker.
Untuk seating areanya terdapat di lantai satu maupun di lantai dua. Di lantai satu terdapat seating area di bagian atas, di bagian dalam maupun di bagian luar.
Saya merasa senang karena mendapat meja yang sesuai dengan keinginan saya meski tidak request sama sekali, yakni di bagian dalam. Dengan begitu saya bisa makan dengan suasana private, tanpa harus melihat pengunjung lainnya. Suara yang terdengar dari luar juga minimal dibanding kalau saya duduk di bagian atas atau di luar yang open space. Yang lebih oke lagi, tidak ada extra charge pula.
Musik-musik yang diputar seluruhnya bertema China sehingga sangat cocok dengan ambiencenya. Kadang saya nemu restoran yang ambience dan musiknya nggak klop, lalu merasa agak sayang.
Hal lain yang saya suka, di restoran ini juga tidak ada biaya tersembunyi. Saya pernah nemu restoran yang menyediakan tisu basah yang ternyata berbayar, atau acar dan kacang yang kalau kita makan mesti bayar juga.
Di sini, tisu basahnya gratis. Bahkan disediakan saus XO dan vinegar tanpa saya request dan nggak di-charge ke tagihan saya.
Saya mencoba :
1. Chicken Shumai (IDR 40k)
Seporsi berisi 4 buah shumai berukuran besar. Saya sangat puas dengan rasanya. Dagingnya benar-benar padat sehingga ketika saya gigit, yang terasa adalah rasa daging.
Kulit shumainya juga tidak terlalu tebal dan tekstur shumainya tidak terlalu lembek maupun terlalu alot. Selain itu shumainya tidak kenyal berlebih seperti shumai yang komposisinya terlalu banyak tepung.
Kalau mau lebih gurih, bisa dinikmati menggunakan minyak cabe maupun saus XO yang disajikan. Saus XO membuat rasa shumainya jadi lebih gurih.
2. Mentaiko Hargow (IDR 40k)
Menurut saya, hargow ini termasuk murah. Dengan harga 40k terdapat 5 buah hargow. Di restoran dimsum pada umumnya, biasanya hanya berisi 3 buah saja dan harganya di atas 25 ribu.
Mentaiko yang digunakan disini benar-benar menggunakan telur ikan, bukan saus mentai yang belakangan ini sedang viral. Namun justru rasanya malah enak. Isian hargownya bukan hanya udang saja, melainkan juga ada mentaikonya. Baik udang maupun mentaikonya juga segar sehingga tidak berbau amis.
3. Char Siew Bao (IDR 90k)
Berbeda dengan char siew bao pada umumnya, char siew bao di sini merupakan mantau yang dibilah dengan sejenis sayur serta 3 slice daging sapi.
Setelah memesan ini, saya baru menyadari kalau di review orang rupanya warna dagingnya kemerahan, sepertinya tingkat kematangannya medium. Saya lupa request dan khawatir dagingnya akan disajikan medium, ternyata tidak.
Daging sapinya tidak terlalu berwarna kemerahan (sepertinya medium well atau malah well done?), namun dagingnya empuk dan gurih meski dimakan begitu saja serta bukan jenis yang sangat berlemak.
Saya sangat suka dengan char siew bao ini. Dagingnya gurih namun juga terdapat rasa manis dari sejenis sayur di bagian bawah daging. Dipadukan dengan mantaunya juga klop.
Menurut saya, dengan harga 90k saya rasa masih sangat worth it. Dagingnya bahkan menggunakan daging sapi dan cukup empuk hingga terasa seolah melted di lidah. Sepertinya saya akan revisit untuk kembali menikmati pao ini.
4. Drooling Chicken (IDR 75k)
Maaf sepertinya saya terkesan seperti maniak game. Namun sejujurnya akhir-akhir ini saya sedang sangat menyukai game bernama Genshin Impact. Nah, meski saya sebenarnya tidak terbiasa menikmati hidangan Szechuan, saya memesan hidangan ini karena mirip dengan hidangan di game favorit saya, yakni Jueyun Chili Chicken.
Ayam yang satu ini disajikan dalam kondisi dingin menurut waiternya. Memang menurut artikel yang saya baca, ayam ini seharusnya disajikan dingin karena setelah direbus, direndam di dalam air es hingga dingin.
Ayam di sini disajikan tanpa kulit, namun justru malah bebas rasa guilty terutama kalau sedang diet. Tekstur ayamnya cenderung padat, namun tidak alot. Dagingnya cukup empuk.
Saya sudah mengira kalau rasa ayam ini bakal super pedas. Surprisingly saya yang hanya bisa makan ayam Sh*hl*n level 1 saja bisa menikmati makanan ini tanpa kepedasan sama sekali.
Rasa sausnya tidak oily maupun super pedas. Perpaduan cuka maupun kecap asinnya cukup dominan, serta ada rasa mala. Kalau kalian suka lebih pedas, mungkin bisa menambahkan chili oil. Namun buat saya rasanya sudah oke.
Saya benar-benar menikmati ayam ini yang di luar dugaan jauh lebih oke ketimbang penampilannya. Rasa sausnya yang cukup strong meninggalkan after taste di lidah.
5. Scorched Rice (IDR 110k)
Sejujurnya saya tidak begitu yakin dengan rasanya saat melihat fotonya. Saya bahkan tidak yakin kalau saya bisa menikmati rasanya. Namun karena mama saya kepengen, saya akhirnya memesan ini.
Sesuai namanya, nasi ini merupakan nasi hangus. Ketika disajikan, waitress membawa sejenis pot dan mengisinya dengan potongan rengginang. Saya khawatir rasa makanan ini bakal seperti rengginang yang crunchy dengan siraman saus kental karena saya sebenarnya bukan penikmat rengginang.
Rupanya rengginang diletakkan di bagian bawah dengan sayur, kemudian disiram dengan saus kental yang masih mendidih berisi aneka seafood.
Setelah dimakan, rasanya jauh lebih enak dari ekspektasi saya dan saya malah jadi suka. Rengginangnya tidak keras lagi karena sudah terkena panas. Bahkan jadi tidak terlalu terasa lagi.
Isian seafoodnya ada udang, cumi dan ikan yang cukup banyak. Dalam setiap gigitan, saya mendapati potongan seafood. Seafoodnya segar, bahkan udang dan cuminya terasa renyah. Saus kentalnya terasa sedikit asin gurih namun juga manis di saat yang sama. Kalau misalnya mau lebih asin bisa menambahkan kecap asin. Namun sebenarnya dimakan begitu juga sudah oke kalau buat saya.
Menurut saya, dengan harga 110k ini masih sangat worth it karena seafoodnya banyak. Bahkan seafoodnya juga banyak dan porsinya bahkan bisa share 2-3 orang.
6. Vegan Mapo Nasu (IDR 90k)
Di restoran ini juga menyajikan beberapa menu vegan dari Green Butcher. Saya memutuskan memesan seporsi, yakni vegan mapo nasu.
Kalau kalian mau memesan versi non vegan juga ada. Harganya sama, namun bedanya menggunakan daging sapi.
Menu yang satu ini merupakan terong dengan daging sapi nabati. Waiternya sangat informatif mengenai menu dan menjelaskan kalau nasu dalam bahasa Jepang berarti terong.
Saya sebenarnya kurang suka terong, namun karena penasaran akhirnya mencoba juga. Ternyata saya juga beneran suka, bahkan saya sampai menghabiskan menu ini.
Porsinya juga bisa share untuk 3-4 orang. Untuk terongnya sendiri empuk, namun tidak sampai lembek hingga benyek atau terlalu padat. Terongnya juga wangi dan terasa gurih.
Untuk daging vegannya juga empuk dan teksturnya mirip daging biasan. Berhubung saya memang suka daging nabati, saya suka daging ini.
Rasa sausnya cenderung asin gurih, bahkan lebih gurih ketimbang scorched rice. Namun rasanya tetap enak meski dimakan begitu saja tanpa nasi karena tidak asin berlebih.
7. Mango Pudding (IDR 40k)
Saya rasa pudding yang satu ini cocok buat kalian yang memang menyukai buah mangga. Rasanya segar dan terdapat rasa manis sekaligus asam di saat yang sama.
Ini pertama kalinya saya menemukan pudding mangga dengan rasa seperti ini. Saya kira saya bakal mendapati pudding yang smooth dan manga yang sekedar perasa, rupanya rasa mangga ini sungguhan asli.
Saya merasa seolah sedang memakan buah mangga sungguhan dengan tekstur yang lebih lembut dengan pudding. Untuk ukuran pudding, memang teksturnya tidak smooth dan lebih bertekstur. Saya tidak terlalu terbiasa dengan rasa seperti ini, namun dengan harga 40k saya kira sangat worth it karena rasa mangganya benar-benar dari buah asli.
8. Almond Pudding (IDR 40k)
Ini juga menu yang saya pesan karena salah satu karakter favorit saya di Genshin Impact menyukai menu ini --maaf saya benar-benar terkesan seperti maniak. Terlepas dari ketertarikan saya pada hidangan ini secara personal, rasa almond pudding ini sungguhan enak.
Sebelumnya saya pernah memakan almond pudding yang disajikan dengan saus dalam jumlah banyak, lalu almond puddingnya dipotong kotak-kotak serta teksturnya cenderung padat.
Rasa almond pudding ini jauh lebih enak dari dugaan saya. Teksturnya lembut dan terasa seolah meleleh di mulut. Rasanya cenderung manis, namun manisnya masih pada dan tidak oversweet bahkan buat saya yang kurang suka manis (kalau saya makan dark chocolate, kadar yang sesuai taste saya 70-85%, walau saya prefer yang 80%). Kalau kadar coklat yang pas buat kalian sama dengan saya, mungkin kalian juga bakal menikmati ini.
Di atasnya terdapat potongan apel, kiwi, peach dan strawberry dengan rasa cenderung asam (kecuali apel dan peachnya) serta cocok untuk menetralisir rasa manis dari almond puddingnya. Namun kalau almond puddingnya dimakan begitu saja tetap pas manisnya.
9. Tie Guan Yin (IDR 35k per pax)
Tehnya wangi dengan rasa yang cenderung pekat dan berwarna coklat sehingga cenderung pahit. Rasa pahitnya meninggalkan after taste, namun cocok untuk menetralisir rasa dari saus mouth drooling chicken.
Menurut saya harganya masih affordable karena bisa refill dan tidak disebutkan berapa kali batas maksimalnya. Padahal tidak semua restoran yang menjual teh dengan harga setara bisa refill.
Secara keseluruhan, saya sangat puas dengan restoran ini. dan sangat merekomendasikan. Tidak hanya tempatnya saja yang cantik, namun porsinya sangat mengenyangkan. Selain itu pelayanan benar-benar sangat memuaskan dan saya sangat senang bisa merasakan makan siang yang private karena dapat space di bagian dalam. Saya memang suka suasana private sebetulnya.
Berlawanan dengan beberapa review yang pernah saya baca mengenai rasa makanan (atau mungkin sudah improve pada kunjungan saya siang ini?), saya puas dengan semua hidangan. Harganya juga masih sangat sebanding dengn rasa, ambience, dan pelayanan. Saya sangat rela membayar service charge 7,5% dengan pelayanan sebagus ini.
Saya bahkan sampai take away beberapa dimsum yang tidak sanggup saya habiskan. Dengan semua menu pesanan saya, saya kira bakal spend di atas 750 ribu atau bahkan sekitar 800 ribu.
Rupanya semua pesanan saya sekitar 700 ribu (sebelum diskon pakai voucher). Setelah diskon, jadi sekitar 650 ribu. Harga masih sangat worth it.