Alasan Mengapa Kebanyakan Koki Adalah Lelaki
Jika dahulu kegiatan memasak kerap diidentikkan kepada tugas kaum perempuan, lebih jauh bahkan memasak bagaikan kewajiban baginya, hari ini kondisi di dapur tidak lagi begitu. Anggapan bahwa memasak adalah kegiatan yang hanya boleh dilakukan oleh perempuan, beberapa tahun belakangan bagaikan tidak lagi berlaku.
Sumber : Emmasdiary.co.uk
Hari ini dengan gampang kita akan menemukan banyak dari lelaki yang bisa dan piawai memasak. Kalau kamu belum menemukannya, coba berkunjung ke restoran dan hotel berbintang, dapatilah koki di sana adalah seorang lelaki. Atau coba buka YouTube dan cari video masak-masak yang tidak lagi dimonopoli kaum perempuan. Atau, jika kuotamu sedang mepet habis, coba jalan ke depan komplek. Tunggu pedagang nasi goreng lewat dan saksikan kepiawaian mereka menggunakan perangkat memasak.
Sebenarnya dulu juga sudah ada lelaki yang menekuni kegiatan memasak, hanya, anggapan masyarakat kepada lelaki yang memasak cenderung negatif. Laki-laki yang masak diidentikkan dengan “lelaki kemayu”. Tapi untuk hari ini, sekali lagi, anggapan itu tak lagi berlaku. Para lelaki yang menekuni kegiatan memasak hari ini betapa gagah dan jauh dari citra “kemayu”. Bahkan memasak hari ini telah menjadi profesi bagi sebagian besar lelaki
Sumber : Kompasiana.com
Seperti yang dapat kita temukan, kebanyakan koki-koki handal yang bekerja di restoran dan hotel berbintang cenderung didominasi oleh lelaki. Dengan ini setidaknya membuktikan satu hal, bahwa apa yang dulu diidentifikasi sekadar tugas perempuan, kini bisa menjadi mata pencaharian bagi kaum lelaki. Untuk alasan kenapa koki-koki restoran dan hotel cenderung didominasi lelaki, konon katanya, karena mengacu pada peralatan yang digunakan di dapur restoran dan hotel bintang yang relatif berat, dan mobilitas pengunjung restoran dan hotel yang tinggi, membutuhkan ketangkasan yang cenderung dimiliki lelaki.
Alasan lainnya adalah karena kegiatan memasak tidak bisa lepas dan sangat dipengaruhi oleh emosi sang koki. Sedangkan kecenderungan yang ada hari ini adalah perempuan dikenal susah mengontrol emosinya (walau sebenarnya ini tidak selalu benar) dan dengan itu dikhawatirkan akan berakibat ke masakan yang kurang maksimal. Pekerjaan menjadi koki tidak sekedar memotong wortel, mengupas bawang, atau membuat adonan. Tuntutan yang dimiliki oleh seorang koki bisa dari jumlah makanan yang harus mereka sajikan, kualitas rasa yang tidak boleh berubah, penyajian yang menarik dan classy. Hal-hal ini membutuhkan ketajaman etos kerja yang tinggi.
Sumber : Yesmagazine.org
Sebenarnya argumen dalam alasan di atas memiliki kelemahan, yakni memandang perempuan tidak sanggup mengemban tugas tersebut. Tapi setidaknya, tren laki-laki masuk dapur dan lebih jauh menjadikan masak sebagai profesi ini, adalah sebuah bukti bahwa segala pekerjaan sejatinya tak pandang jenis kelamin. Siapapun bisa melakukan pekerjaan apapun. Asalkan keterampilan dan kemampuannya memenuhi syarat, bukan tidak mungkin seorang laki-laki masuk dapur.
Walaupun begitu, koki-koki ternama di dunia juga banyak yang perempuan. Sebut saja Ann-Sophie Pic, koki perempuan asal Prancis yang telah mendapatkan banyak penghargaan sehubungan dengan karirnya sebagai koki. Atau Rachael Ray, seorang celebrity chef yang terkenal sekali dengan kemampuannya memasak sekaligus memandu talkshow yang berjudul sama dengan namanya. Jadi, dapat disimpulkan, dengan tekanan dan etos kerja yang tinggi, perempuan yang menjadikan koki sebagai profesi mereka merupakan perempuan yang kuat dan memiliki mental baja.
Bahkan hari ini, jenis pekerjaan yang dahulu identik dengan laki-laki pun sudah banyak dilakukan oleh perempuan yang piawai dalam melaksanakannya.