Darsehsri

Cukup penasaran sama The Grill House yang letaknya ada di bawah jajaran kaki bukit sentul, apalagi signagenya di antara pohon tinggi dan rindang, dari luar terkesan keren. Tapi sepertinya ekspektasi saya terlalu tinggi, pas masuk ke dalam interiornya biasa saja, lebih mirip foodcourt ketimbang steak house. Hanya tamannya cukup bagus, toilet dan musholla juga bersih, tapi saran saya pakai perlengkapan shalat sendiri aja meski disini disediakan.

Menunya tidak banyak dan ada beberapa menu dengan harga yang ditawarkan cukup pricey. Staff disini ramah-ramah, tapi sedikit kerepotan dengan orderan, sepertinya belum ready kalau kedatangan customer dalam jumlah banyak.

Sop Buntut Bakar (99k)
Satu set nasi plus dua potong buntut berukuran kecil dan satu mangkuk sup sebagai pelengkapnya. Buntutnya terlalu kering, jadi ada bagian yang lumayan keras. Kuah supnya standar aja, sambalny cukup pedas.

Tenderloin Steak (105k)
Ukuran dagingnya cukup besar, lupa nanya, sepertinya 200gr. Saya minta medium well, dagingnya cukup empuk, sausnya request black pepper tapi lebih mirip mushroom, lol.

Nasi Goreng Buntut (80k)
Untuk menu ini saya request pedas sekali, pas datang, ya okay ngga pedas sama sekali. Rasa nasi gorengnya lumayan enak, potongan buntutnya cukup banyak plus satu telur mata sapi tersaji disana tapi karena saya suka pedas jadi berasa anak kecil makan nasi goreng, no cabe sama sekali hahahaha.

Hot Lemon (26k)
Asem segar enak, pakai lemon asli plus madu.

Fresh Squeezed Orange (37k)
Ini jug segar tapi sepertinya pakai tambahan orange syrup.

Jarang menyambangi mall ini, saya agak bingung buat makan siang. Pilihan jatuh pada jacada’s yang tampil dengan warna monochrome, terkesan teduh dan simple.

Sebetulnya tertarik dengan menu salad bowl dan salad wrap yang bisa kita pilih sendiri di salad bar, tapi lidah lagi pengen karbo. Jadilah saya pesan Tuna Spaghetti Sambal Matah (47k), spaghettinya al dente, pas sekali. Sambal matahnya ngga terlalu pedas, tapi cukup enak, kecombrangnya terasa sekali. Sayangnya kondisi tunanya dingin seperti baru keluar dari lemari es.
Hot Lemon Tea (19k) jadi pilihan minum saya, agak beda dengan hot lemon tea pada umumnya. Disini agak keruh, sepertinya pakai syrup lemon, tapi not bad lah manis asamnya pas.

Tempatnya nyaman buat acara makan, baik buat grup kecil maupun besar. Pendingin ruangan juga mumpuni, jadi makan disini ngga pake gerah-gerahan kecuali di area smokingnya.

Pelayanan agak lama, katanya karena beberapa bahan baku dalam kondisi frozen dan butuh waktu agak lama saat proses masak, tapi saya rasa harus disiasati supaya customer ngga kecewa karena terlalu lama menunggu.

Harga yang ditawarkan tidak murah, maklum saja bahan baku utamanya ikan. Untuk Tuna Bakar Rica (55k) potongannya cukup besar, bumbunya melimpah tapi ikannya agak hambar.
Cumi Bakar Nganarasa (65k) juga just ok, ukurannya sedang tapi bumbunya biasa saja.
Begitu juga dengan Rahang Tuna Bakar Rica (85k), ngga seistimewa harganya. Bumbu kecapnya ngga merata dan sedikit. Perkedel Jagung (25k) isinya banyak tapi agak keras, sama halnya dengan nasi putihnya. Kangkung Cah (18k) juga sedikit berlendir, entah karena jenis kangkungnya atau karena belum matang sempurna.

Ngga semuanya mengecewakan, disini juga ada yang enak, Bubur Manado (25k) berwarna cantik, kuning dan hijau. Meskipun saya ngga tau bubur manado yang enak seperti apa, tapi bubur manado disini rasanya cukup unik. Agak manis, ada daun kemanginya, juga ada singkongnya, pelengkapnya tahu dan ikan asin. Sambal disini juga mantap, pedas menggigit semua, ada sambal dabu-dabu dan sambal terasi yang sedap sebagai cocolan.

Sedikit berbeda dengan white elephant cabang lainnya yang pernah saya kunjungi, disini semua makanannya lebih manis. Seperti Steamed Squid (135k) pesanan saya, kuahnya lebih coklat dan manis, rasa asam jeruk nipisnya pun samar-samar dan saya harus request irisan cabai rawit lagi buat penambah rasa pedas. Biasanya kuah steamed squid clear, asam dan pedas, jadi seger banget, kalau ini jadi agak enek karena rasa manis, meskipun squidnya sama freshnya.

Begitu juga dengan Grilled Ribs (155k), ini malah sangat terlalu manisnya. Jadi bukan karena manis dari bumbu marinated saja yang terasa, tapi gulanya yang bikin enek, rasa bumbunya malah kaya hilang gitu.

Bahkan Seafood Noodle Soup (69.5k) favorit saya pun rasanya ngga kaya tom yum sama sekali dan Lemongrass Chicken Wings (32.5k) juga terlalu manis meskipun garingnya pas.

Staff disini ramah-ramah dan tempatnya juga nyaman, yang kurang hanya rasa makanan saja yang terlalu manis.

Mengobati rasa kangen sama roti impor serupa pelopornya, rupanya Roti’O punya karakter yang mirip sekali tapi tetap ada bedanya kalau menurut saya. Cabang Roti’O ini bahkan sudah cukup menjamur dimana-mana, di jual per pieces 11k dengan packing rapih bergambar seorang baker.

Tekstur luarnya garing, rasa kopinya cenderung manis, bagian tengah roti sedikit basah oleh butter, ngga terlalu asin tapi cukup gurih. Lumayan enak buat teman minum kopi atau teh.

Letaknya di bawah eskalator IPB convention hall, biasanya saya mampir kalau lagi ada janji sama orang, karena posisi paling depan di mall ini jadi cukup strategis, mengingat coffee shop tetangga biasanya full banget, kalau disini sepi pengunjung dan cukup nyaman.

Dari dulu menunya itu-itu aja, yang saya pesan juga ngga pernah berubah, kwetiaw kuah dan jus mangga. Rasa makanannya cukup enak, sesuai sama harganya. Disini juga menjual aneka kopi dan teh nusantara, selain cafenya juga tersedia toko serambi botani yang menjual produk pangan inovatif keluaran IPB.