Agnes

Review yang kelupaan karena terpendam di draft 
Teacasso lokasinya di deretan ruko Aniva yang hadap ke jalan raya, jadi sangat gampang untuk dicari. Dekorasi di dalem tropical minimalis gitu, ACnya juga dingin, jadi pas masuk berasa nyaman dan cocok buat ngeteh santai.
Aku lihat di etalasenya ada beberapa tisane, mungkin pengen coba kapan-kapan. Tapi karena hari ini puanas pol, aku nyari minuman dingin. Terpilihlah Earl grey milk tea dan honey lemonade.
Both are nice in their own way. Honey lemonade earl grey kebayang dong segernya pake es? Aku juga ga pake gula tambahan lagi karena honey udah cukup ngasih manis. Rasanya pas dan seger banget.
Untuk earl grey milk tea, ini juga lumayan ya, tapi jangan expect aromanya kenceng. 
Dua minuman ini menurutku aroma tehnya mild, jadi cocok untuk minum santai. 
Will try their hot tea on the next visit.

Biasanya resto baru tuh hype-nya sebentar, nah Potteria ini tiap lewat rame mulu. Setelah masuk dan nyobain, paham deh kenapa rame terus.
Menu-menunya cukup menarik buat dicoba-coba. Kunjungan kali ini nyobain claypotnya aja dulu.
Kedua menu yang kupesen enak-enak sih, tapi menuju setengah pot, mulai kerasa kering dan bosan. IMO, penting untuk pesen side dish yang berkuah atau lauk sharing tambahan. Rasa pedes tentu juga membantu supaya ga cepet bosan.
Overall tertarik sih buat balik ke sini lagi kapan-kapan 

Di tengah-tengah deretan ruko Sorrento, Pattek ini menawarkan menu-menu western yang cocok untuk nongkrong bareng temen. Dekor di lantai 1 bisa dibilang cantik untuk ngobrol dengan small group up to 4 person.

Dilihat dari menunya, mereka juga menawarkan cocktail dan beberapa koleksi minuman alkohol lainnya, cuma jam tutupnya normal ternyata, ga sampe midnight. Jadi bisa disimpulkan bukan bar juga yaa.

Untuk makan siang, aku pesen Frankie Steak. Di deskripsi menunya cuma ditulis Aus tenderloin, tapi kalau ditanya detail, mereka pakai versi daging meltique. Untuk sausnya bisa pilih 2 macem, aku pilih blackpepper dan bbq. Sedangkan untuk dagingnya karena meltique, aku pilih medium well. Kalau di bawah itu biasanya lemaknya masih terlalu intact.

Kematangan sesuai ekspektasi, as expected lemaknya sebagian meleleh. Steaknya soft dan empuk, gurih juga. Sausnya B aja sih, yang black pepper kurang lada, yang BBQ malah baru keluar dari kulkas, rasanya cenderung terlalu saus tomat banget.

Untuk minum aku order Teh anget. Untuk tehnya terlalu pekat, pahit, dan sepet. Overextracted dan harus diencerin lagi. 
Dari segi pelayanan, oke sih. Service mereka ramah dan makanan ga lama keluarnya. Tapi kondisi waktu itu cukup sepi yah.

Baru buka kafe lagi di horizon the icon, lokasinya agak deket gerbang. Tempatnya ga susah dicari karena plang namanya gede. Design interiornya tema modern industrial yang dominan warna hitam dan coklat di indoor.
Berhubung masih soft opening, tempatnya kerasa masih kosong dan plong gitu, kapasitas duduknya lumayan banyak, tapi lupa perhatiin banyak colokan apa nggak.

Kunjungan perdana ini nyobain kopi filternya dulu, karena ngantuk berat abis makan siang. Suami pesen es coklat.
Untuk coklatnya kurang pekat yah, masih dominan susu jadi kayak milo.
Sedangkan untuk V60 mereka ada option dari berbagai roastery yang well known, gw pilih Gayo dan rasanya well made, balance, dan round. Untuk harganya 40k. Nice :)

Lagi soft opening gini mereka ada promo diskon kalau posting di IG.
Mereka juga ada beberapa menu makanan dan snack. Kayaknya kapan2 mau cobain sih sekalian WFC.

Ramen yang no pork no lard di sekitar sini makin banyak, dengan harga bersaing dan rasa yang juga bersaing tentunya. Makin kesini makin enak juga kreasi-kreasi ramennya dan ga meleset terlalu jauh dari cita rasa ramen Jepang.

Ramen Girl ini salah satunya. Base kuahnya dari ayam, rasanya gurih dan kentalnya sedang. Gw cobain creamy truffle ramen, jadi ada potongan butter dan dikasih truffle oil untuk aroma. Biar lebih lengkap, gw tambah jamur kuping juga.

Overall dengan harga kurang lebih 50ribu, ramennya cukup enak ya. Dagingnya empuk, ramennya ga kelembekan, kuahnya enak. I think bakal cocok sama lidah orang lokal.

Untuk service, bisa pesen via mesin self-service di depan, bisa juga dilayani langsung sama staff. Makanannya keluar ga lama kok, sekitar 5 menitan aja. Tapi gw datengnya weekday lunch yang ga terlalu ramai ya.

Resto yang masih satu grup management dengan Shukaku ini punya konsep restoran sunda dan live seafood. Karena lagi mau celebrate acara keluarga, kami pilih VIP room supaya lebih nyaman.
Pesenannya agak banyak, tapi overall cukup enak walau beberapa menu kurang berani bumbunya. Misalnya aja ikan bakar, kerasa ikannya aja tapi bumbunya kurang medok.
Tapi mereka masaknya enak sih, cuminya ga karet, tempenya tebel, terongnya ga kelembekan. Aku rekomen juga cobain dessert Cendol Pannacota mereka, manisnya ga berlebihan dan satisfying sebagai manisan setelah makan.

Walau nama restonya Mala Kitchen, tapi tenang aja, ga semua menunya pedes dan kids friendly. Restonya juga cocok untuk makan bareng keluarga walau bukan tipe yang family restaurant dengan meja gede gede.
Kunjungan perdana ini kebetulan mereka juga masih soft opening, cukup rame tapi ga sampe waiting list. Terus gw cukup seneng sih, walau baru buka servicenya ga kacau seperti kebanyakan restoran baru buka.

Untuk hotpot, gw cobain yang kuah kolagen karena suami ga makan pedes. Hotpotnya udah ditentuin isinya, tapi kalau pengen add on silakan. IMO isinya udah sangat cukup, pas untuk share 2 orang.
Kemudian mereka juga ada sate-satean yang bisa kita pilih di belakang, setelah pilih mereka akan panggangin dan dianter ke meja. Bumbu defaultnya ga pedes, jadi kalau suka pedes harus bilang ya.

Overall semuanya enak-enak. Satenya empuk-empuk dan bumbunya enak. Hotpotnya juga enak, mungkin mau coba kuah lain sih kunjungan selanjutnya. Nilai plus lainnya, teh mereka juga mantep, bisa direfill pula.
Recommended