Sedikit shock saat salah seorang staf menegur kegiatan saya mengambil beberapa foto, baik suasana maupun makanan, di Mr. Bitsy. Padahal suasana restoran sedang sepi, malah baru saya pengunjung yang datang meskipun sudah masuk jam makan siang. Cara menegurnya sih sopan, hanya nyampenya agak kurang pas karena kesannya saya sudah melakukan hal-hal yang merugikan restoran ini. Padahal menurut saya kayanya zaman sekarang foto-foto di tempat nongkrong merupakan hal yang wajar, apalagi keadaan restonya juga sepi kok, jadi saya tidak mengambil gambar pengunjung lain sama sekali. Kalau memang ada larangan berfoto didalam, harusnya diberi tahu saja sejak awal.
Bicara tempat sih Mr. Bitsy ini cukup spacious, nyaman dan casual. Merupakan jenis tempat nongkrong yang mampu menyuguhkan beberapa sensasi berbeda, mulai dari bar, diner, kafe sekaligus restoran. Bentuk dan jenis tempat duduk yang mereka pilih pun sangat variatif, sehingga tampak menarik saat mata ini berjelajah kesetiap sudutnya. Tak hanya itu, Mr. Bitsy juga menyediakan mini stage serta big screen, jadi fasilitasnya bisa dibilang cukup lengkap.
Beef Corned Rice Bowl (Rp.45.000,-) olahan minched beef dan kornet menjadi pugasan utama pada menu ini selain telur mata sapi tentunya. Ada bagian kornet yang kering dan basah, saya agak terganggu dengan yang masih basah karena rasanya seperti kurang mateng (padahal kan kornet sendiri sudah matang) siraman soy sauce diatas telur memberikan tambahan asin jadi terasa lebih gurih. Nasinya lembut dan pulen, cukup nyambung saat dinikmati bersama komponen diatasnya.
Cheeseburger Bao (Rp.47.000,-) bao atau sejenis bapao dengan isian terbuka ini ukurannya kecil, jadi kalo lagi laper mah engga akan cukup kalo mesennya cuma satu. Isian beef patty diberi siraman saus mayo dan mustard layaknya beef burger. Rasanya sedikit asam, cukup gurih tapi engga terlalu cheezy, jadi kurang relevan dengan namanya. Just so so and a little bit pricey for me.
Nastar Cake (Rp.28.000,-) sepotong kue berukuran kecil dengan nastar crumble pada bagian atas serta tengahnya, lalu diberi lapisan selai nanas pada beberapa bagian didalam kue. Sebutir kue nastar mungil dijadikan sebagai topping untuk mempercantik tampilannya. Teksturnya lembut, hanya ada bagian dalam kue yang sedikit beku akibat terlalu lama berdiam diri di dalam pendingin. Rasa manis khas kue nastar cukup terasa, but overall karakternya bisa dibilang nothing special.
Cappuccino (Rp.28.000,-) saya pesan dalam keadaan dingin supaya mampu mengusir rasa dahaga sehabis makan siang. Berhubung saya cukup sering ngopi di coffeeshop yang serius menyuguhkan cappuccino, jadi kualitas disini masih jauh dari kata memuaskan. Bukan yang sebegitu gagalnya juga sih, hanya tone nya cenderung light, jadi sensasi ngopinya kurang creamy. Selain kopi tadi, saya juga cobain Ginger Ale (Rp.25.000,-) yaitu soft drink bersoda dengan tambahan rasa jahe. Rasanya manis, sensasi jahenya engga begitu strong dan kejutan sodanya masih cukup nyaman di lambung...