Yanni Karina

The most economic restaurant to treat a lot of people (especially youngings)... Welcome Pizza Hut! Haha. Pizza hut ini sering dijadikan tempat traktir sama bos karena lokasi dan jumlah orang yang harus ditraktir. Tapi memang, menurut saya sisi menyenangkan dari pizza hut adalah untuk makan rame rame. Selain itu, makan rame rame dan makan cuma berdua atau bertiga lebih hemat rame rame. I love their crust, dan salad bar.

Menemukan Chinese food yang enak, mudah. Yang enak dan murah juga banyak. Tapi nggak banyak yang menjual Chinese food yang enak, murah, dan penampilannya enak di mata. Walaupun tidak bsia dibandingkan dengan resto Chinese food pinggir jalan dalam soal harga, Serba Food menyediakan rasa dan penampilan yang tidak kalah dari resto Chinese food di sekitarnya dengan harga jauh lebih terjangkau. Awalnya, saya tertarik dengan restoran ini karena mereka menyediakan White Tea. 

Saya kesini ketika sudah malam, dan ketika ditanya apa rekomendasinya, waitressnya menjawab "Nasi Goreng Malaysia". Saya bukan penggemar nasi goreng dan tidak suka memesan nasi goreng di restoran, tapi karena terbatasnya waktu dan menu yang sudah mau habis mengingat saya datang agak mepet dengan waktu tutup, ditambah lagi pilihan menu mereka yang super banyak, saya memesan nasi goreng Malaysia dan White Tea. 
Saya belum pernah minum White Tea sebelumnya, jadi tidak tahu apakah kualitasnya baik, tapi saya cukup suka. Pahitnya pas, dan warnanya menarik. Menunggu daun teh sampai tenggelam semuanya juga asik. 
Nasi gorengnya berpenampilan menarik, dan rasanya oke untuk nasi goreng restoran.  Porsinya besar dan mengenyangkan. Cukup untuk 2 orang asal tidak terlalu lapar hehehe 
Pelayanannya baik dan tempatnya juga enak untuk bersantai. Sekarang saya mengerti kenapa tempat ini selalu ramai dikunjungi. 

Penasaran banget sama cafe yang namanya sama dengan judul film dan novel ini. Karena saya penggemar Dee Lestari, saya sampai membeli novelnya sebelum pergi ke sini :P

Banyak sekali yang datang ke kedai ini, saya rasa karena novel dan filmnya.

Saya agak kecewa melihat menu kopi yang bisa dipesan. Saya pikir, saya akan menemukan jenis - jenis kopi dengan filosofinya masing - masing di sampingnya, seperti yang digambarkan novelnya. Ternyata, saya salah. Ada beberapa jenis kopi yang biasa dilihat - espresso, caffe latte, cappuccino etc. dan beberapa kopi 'original' filosofi kopi seperti kopi tiwus dan perfecto, tapi seperti belum masuk ke menu. Atau maksudnya itu adalah hidden menu, saya tidak tahu.
Dari semua kopinya, saya mencoba caffe latte. IMO, caffe lattenya cukup enak dengan harga seperti yang biasa kita lihat di kedai kopi trendy. Rasa makanannya biasa saja, dan penampilan fries nya cukup menipu... fries nya diletakan dalam wadah berbentuk pot, dan saya kira penuh sampai ke dasar. Ternyata, setengahnya disumpal sehingga terlihat penuh.
Tempat kedai ini unik. Kursi dan mejanya dipilih sehingga berbeda tema di setiap sudut. Dekorasinya pun unik dan sesuai dengan konsep vintage - rustic yang disajikan. Sangat cozy dan asik buat foto - foto.
Yang paling asik dari makan di sini adalah melihat sang barista berkreasi, seperti Ben di novelnya, keliatan sangat santai dan menikmati membuat kopi. Tapi memang, karena terlalu santai dia tidak terlalu memberikan pelayanan yang baik.
Overall, a very unique place, cozy, baik untuk hang out dan foto2, tapi bukan tempat untuk menikmati makanan, karena makanannya biasa saja dan cukup terbatas.

Kalau bicara tentang ribs, saya selalu berpikir bahwa harganya mahal, sekitar satu level di bawah steak. Namun pemikiran tersebut diubah oleh restoran ini.
Restoran ini agak susah dilihat, karena kami melewati restoran ini 2 kali dan belum sadar juga dimana letaknya.

Ketika sudah sampai dan masuk, yang menyambut kami adalah restoran yang kece, tidak terlihat mewah tapi rapi dan kreatif. Saya suka hiasan di dindingnya, bertema kontemporer gitu. Ketika melihat menu, saya cukup kaget melihat harga yang tidak mencapai ratusan ribu. Menu ribsnya 60rban, dan yang lainnya dibawah itu. Tidak sampai enteng di kocek, tapi untuk ribs di restoran khusus Ribs, harganya cukup murah!

Rasanya enak. Saus - sausnya direkomendasikan dan dianggap enak oleh orang yang berbeda - beda, jadi sepertinya lebih tergantung selera ketimbang mana yang lebih enak. saya pribadi lebih suka yang Black Hot Chili Pepper. Tapi buat saya lebih recommended menu Ribs Fried Rice nya, karena selain dapet nasi goreng yang cukup enak (dan orang Indonesia mana yang nggak nuntut nasi?), juga dapat potongan ribs yang cukup banyak dan lebih mudah dimakan.
Pelayanannya agak lama terutama karena tempatnya cukup ramai. Overall, a good restaurant to have ribs, dan pasti akan saya ingat kalau lagi pengen :)

Dari luar terlihat kecil, bahkan tidak lebih mencolok daripada Martabak Bos yang ada di luar. Dari dalam, walaupun kecil, ruangan dimanfaatkan dengan sangat baik dan memberikan kesan nyaman dan private. Sangat cocok untuk gathering, kumpul dan ngobrol santai, karena tempat yang memungkinkan jarak yang dekat dan tidak terlalu banyak orang namun cukup luas.
Pelayannya sangat friendly dan akomoditatif, bisa menyarankan menu, dan bisa bercanda juga.

Untuk makanannya, saya lebih suka Wagyu Yaki Udon mereka, rasanya pedas, tidak manis seperti mie goreng Jepang biasanya, cocok untuk lidah Indonesia. Untuk Wagyu Quick Shabunya juga enak, tapi saya lebih suka bisa milih sendiri tingkat kematangan shabu hehehe. Untuk Baked Salmon Mentai-nya, saya rasa kurang impact/rasa. Biasanya mentai memberikan rasa yang lebih nendang. Di sini ocha nya tidak terlalu berasa, tapi bisa refill. Harganya pun tidak terlalu menguras kantong, kebanyakan menu bisa dinikmati bersama.

Overall, a nice restaurant! Kecil tapi nyaman untuk ngumpul, rasanya pun cukup enak

Saya bingung dengan ramai - ramai rumor yang memuji Mujigae sebagai tempat makan Korea yang enak, murah, dan berporsi banyak. Kebanyakan Korean Food memang berporsi besar. Untuk harga, menurut saya Mujigae tidak semurah yang dikatakan orang. Masih banyak restoran Korea lainnya yang walau sepintas terlihat jauh lebih mahal dari Mujigae namun akhirnya kurang lebih sama, dengan utensil dan rasa yang lebih mirip masakan Korea (dan lebih enak) daripada Mujigae. . Bukan berarti Mujigae tidak bagus, it's just that they didn't live up to their reputation. 

Sebagai tempat yang katanya hip dan unik pun, Mijugae Karawaci agak kurang berhasil mengantarkan kesan tersebut. Tempatnya yang unik berada di luar gedung, dengan TV yang terus - terusan memutar video klip KPOP, untuk yang ada dalam gedung persis restoran biasa, walaupun dengan tempat duduk lesehan. 

Hal yang menarik adalah bisa memesan melalui iPad dan fitur yang ada di iPad tersebut. Foto yang bisa dicetak segera setelah kita makan (dan dibahan plastik!) itu juga menarik. 
Makanan di Mujigae enak, tapi tidak seperti makanan di resto lain yang bumbunya lebih terasa "Korea"nya. Apalagi, di Karawaci ini ada komunitas orang Korea yang cukup besar di Pinangsia, dengan resto Korea otentik. Kita juga tidak melihat orang Korea asli makan disini, yang mungkin memang berarti Mujigae berhasil menyesuaikan dengan lidah orang Indonesia. 
Namun, pelayanannya lama dan kurang tanggap, walaupun hari itu tidak terlalu ramai. Overall, it's not bad, but it's overestimated.