Iklan di televisi jelas berhasil membuatku tergiur untuk mencicipi rasa nasi uduk ala McDonald's. Ketika di hari itu aku dan kawanku tengah kelaparan, kami pun memutuskan pergi ke McDonald's, lantas memesan Paket Komplit Nasi Uduk yang harganya sekitar Rp35.000,00 belum termasuk pajak. Paket itu terdiri atas nasi uduk bertabur bawang goreng, ayam sepotong, telur mata sapi, sambal, dan minuman. Agak berlebihan proteinnya, karena sudah ada ayam, ternyata ada telur juga.
Nasi uduk ala restoran cepat saji ini ternyata punya tekstur dan rasa yang berbeda dari nasi uduk kaki lima yang biasa kusantap. Tekstur nasinya agak lembek, tidak pulen, dan butiran nasinya pun tampak pecah. Rasanya mirip, sih, dengan nasi uduk, tetapi belum bisa menyaingi enaknya rasa nasi uduk kaki lima. Untungnya, taburan bawang goreng yang renyah dan tasty di atasnya menyelamatkan rasa nasi uduk itu. Tetapi tetap, agaknya restoran cepat saji ini harus belajar membuat nasi uduk yang enak dari para penjual nasi uduk kaki lima dulu, deh.
Satu hal yang tidak perlu kita ragukan dari restoran cepat saji ini jelas adalah rasa ayam goreng ala McDonald's. Seperti biasa, ayamnya crispy di luar dan empuk di dalam. Hanya saja aku lagi agak sial waktu itu. Dalam potongan ayam yang kudapatkan masih ada bagian yang berwarna merah. Ih.
Mari beralih ke lauk kedua, yakni telur. Jika disuruh memilih antara telur mata sapi dengan telur dadar ala McDonald's, aku pasti akan memilih telur dadar. Mengapa? Karena ternyata, tekstur telur mata sapi ala McDonald's tidak sebaik telur dadarnya. Bagian putih dan kuningnya tidak terasa lembut. Seandainya saja, telur mata sapi itu bertekstur selembut telur dadar pastinya akan lebih enak rasanya.
Nah, agar tampak seperti menu nasi uduk rumahan atau pun kaki lima, McDonald's pun menyajikan sambal sebagai pelengkap paket ini, loh. Namun sayang, perlu kuakui, restoran cepat saji ini belum berhasil menciptakan sambal yang menggugah selera. Rasa sambalnya justru terkesan ambigu, apakah ingin dibuat pedas atau dibuat asam manis. Ada ulekan cabai dalam sambal itu, tetapi yang cenderung terasa adalah rasa saus tomat dalam saset. Lagi-lagi barangkali, restoran cepat saji ini harus belajar dari para penjual nasi uduk kaki lima agar bisa membuat sambal yang enak.
Terima kasih iklan di televisi yang telah berhasil membuatku mencoba menu baru dari restoran cepat saji ini. Memang rasanya tidak sesuai ekspektasi, tetapi masih worth to try kok.