Ika Nurhayati

Camilan manis favorit saya saat ini. Jadi Sucre ini punya camilan dalam cup namanya vanilla regal banana pudding, sehingga stafnya memperkenalkan camilan itu sebagai puding. Awalnya saya ragu beli, karena saya pikir puding saja kok harganya sampai 30 ribu (belum ppn). Tapi katanya itu terfavorit. Jadi deh di kunjungan pertama bungkus si puding itu dan salted caramel tres leches. 

Ternyata, puding ini adalah modifikasi banoffee pie dan enak banget! Biskuit regal yang melapisi puding dimaksudkan sebagai pengganti crumbs, pastinya di dalamnya ada potongan pisang.

Sementara tres leches buat saya di tempat lain masih ada yang lebih enak, kurang terasa pula salted caramel-nya. Oh ya karena nama gerai camilan ini Sucre yang artinya gula dalam bahasa Prancis, jadi jual camilan manis saja. Tapi semuanya tampak menggiurkan. Ada juga brownies, lime pie, beberapa jenis cake, cream cheese cinnamon roll, soft cookies aneka rasa (yang ingin saya coba berikutnya), tergantung pada ketersediaan.

Satu lagi poke bowl di Lotte, ada di bagian depan Food Avenue. Menawarkan beberapa jenis signature poke bowl tapi saya pilih racik sendiri alias build your own bowl, dengan organic salad sebagai alas, tuna sebagai protein, lalu edamame, wortel, dan crabstick sebagai topping. Sebenarnya tadinya bukan pilih crabstick melainkan avokad, tapi stafnya atentif deh, bilang karena sudah malam waktu saya pesan, kondisi avokadnya sudah kurang bagus. 

Sebagai pelengkap, poke bowl disiram saus creamy togarashi yang bercita rasa pedas (banget!) karena ini salah satu dari beberapa saus Shaka yang enggak pakai mirin. Ada lagi yang juga bebas mirin tapi saya lupa namanya. 

Untuk harga 53 ribu, pesanan saya ini lumayan baik dari segi rasa maupun porsi. Cuma dibanding poke bowl di beberapa tempat lain yang memang harganya lebih tinggi, isi kurang variasi demikian pula jenis selada dalam organic salad. Tapi porsi protein samalah dengan yang lain.

Terkesan dengan Toby's PIK dari segi kopi maupun pelayanan, 2 minggu lalu menyempatkan ke sini sebelum jam maksi. Karena cuma berdua teman, saya diarahkan ke pojok belakang yang pas buat berdua dan bangkunya tanpa sandaran. Ketika saya menunjuk meja dengan 4 bangku bersandaran, tak digubris. Padahal saat itu hanya ada 1 meja lain terisi dan saya juga cuma berniat brunch. Pada akhirnya no problem karena pencahayaan di situ bagus banget buat foto makanan. Cuma kemudian sepasang pengunjung lain datang dan boleh banget mengambil tempat di meja yang saya tunjuk tadi. 

Anyway tetap suka sama iced latte Toby's (40 ribu) dan saya juga pesan housemade banoffee bread (95 ribu). Makanan yang masuk menu brunch ini harganya tinggi tapi enggak rugi, porsinya lumayan terlebih penataannya cantik bangeeet. Jadi ini dua potongan tebal roti housemade Toby's disajikan dengan topping pisang bakar yang berkaramel, es krim vanila, walnut, saus dulce de leche, serta berhiaskan edible flower dan daun mint. Rasanya pun enak. 

Sementara teman saya pesan tea of the day (tapi lupa rasa apa, 35 ribu) dan conichoco (18 ribu) alias hot chocolate dalam cone kecil. Cuma sayang untuk conichoco, cone yang dihidangkan kepada kami bagian atasnya jelek, beda dengan di PIK (mungkin stok cone yang bagus belum datang atau mungkin wajar karena murah).

Cara sehat makan enak! Jadi sebelum datang ke sini saya sudah baca menu terlebih dulu dan memutuskan mau beli do-it-yourself bowl atau hidangan yang isinya kita pilih sendiri, yang ukuran regulernya terdiri dari 1 base, 1 protein, 3 topping, 1 crunch, dan 1 dressing. Pilihan saya adalah couscous tabouleh, pan-seared dory, broccoli snap, masala glazed carrot, kale slaw, savoury granola, dan honey mustard. Sementara teman saya pilih salah satu hidangan khas Fedwell yang judulnya the trophy wife (85 ribu). 

Untuk minuman saya mencicipi iced coconut coffee (35 ribu), teman saya hot charcoal soy latte (35 ribu). Saya sukaaa banget do-it-yourself bowl pilihan saya. Semua isinya enak, serasilah yaaa namanya juga pilihan sendiri, kalau enggak enak ya terlaluuu. Nah di DIY bowl ini, kale yang masih agak pahit, yah namanya juga kale apalagi ini kale keriting, diseimbangkan couscous yang sudah diolah sehingga terasa gurih, sayuran lain yang tidak langu apalagi wortel dengan bumbu masala. 

Pilihan teman saya sebetulnya oke, apalagi ada campuran roasted pumpkin, mushroom, salmon gravlax, dan lemon sauce yang enak. Tapi karena menurutnya dominan kale dan yang dipakai adalah jenis kale keriting, bukan kale nero yang rasanya lebih halus misalnya, jadinya dia merasa kurang bisa menikmati hidangan ini. 

Saya sendiri kurang sreg dengan rasa coconut coffee yang merupakan campuran kopi dan air kelapa. Buat selera saya kurang seimbang, masih menonjol rasa kopi hitamnya, tapi buat yang suka kopi hitam boleh dicoba lo. Sementara teman saya suka charcoal soy latte-nya tapi saya lupa mencicipi. Tempatnya sendiri kapasitasnya sedang dan akhir pekan lalu hampir penuh di jam makan siang. Desain interiornya sederhana, tidak banyak ornamen, tapi unik karena sebagian dindingnya berwarna senada dengan daging ikan salmon, semacam penegasan ini tempatnya makan sehat.

Sebagai penggemar selat solo, mengingat resto ini penyedia masakan khas Solo dan sekitarnya, wajib mampir dong. Tapi mengherankan meski lokasinya di area ramai kuliner dan bangunannya khas Jawa banget, beda dari yang lain dan unik, sore itu Resto Solo ini sangat sepi, pengunjungnya cuma saya dan suami. 

Kami memilih duduk di luar biar foto makanan bagusan, mengingat bagian dalam resto remang-remang. Kami pesan selat solo, nasi gudeg ayam, dan sosis solo. Pantas selat solo murah banget, harganya 23 ribu rupiah alias bisa sepertiganya resto lain, ternyata porsinya memang kecil. Meski begitu isinya komplet dan rasanya lumayan, cuma kuahnya kurang pekat. Sementara sosis solo (4 ribu per potong) biasa dan demikian pula gudeg menurut suami, kelihatan kreceknya kurang menggiurkan. 

Yang bikin kaget pas lagi mengambil gambar sosis solo, terdengar bunyi tokek dari atap hu hu hu.