Nasi Sebagai Makanan Pokok (Tidak Asli) Indonesia

24 Februari 2019 | 0 Komentar

Sebagai bangsa, kita berbeda-beda tapi tetap satu: belum bisa dikatakan makan jika tidak dengan nasi! Mutlak. Sekali waktu, di malam yang telah melewati jam makan malam, hujan merintik bagai ingin mengisi segala kekosongan: kekosongan dompet, kekosongan perut, hingga kekosongan hati (iya, hati!). Saya beranjak ke kamar kost seorang teman, dengan niatan ingin mengajak makan. Ketika saya bertanya “kamu sudah makan?” yang spontan dijawab “belum”, nah, niat saya terlaksana dengan baik. Tapi, seakan saya baru menyadarinya, di ruang kamar teman saya itu, tercium sisa-sisa kenikmatan mi instan yang terperangkap di ruang kamar. Lantas saya bertanya “katanya belum makan, tapi, kok, ada wangi mi instan ini?” Dengan tampang tak bersalah (dan memang tidak salah, sih) teman saya menjawab “belum makan namanya kalau enggak sama nasi, bro!” Aduh. “Enya, kumaha didinya, weh, lah” ucap saya dalam bahasa yang teman saya tak mengerti…


Sumber : Pergikuliner.com

Itu sedikit intermeso untuk masuk ke topik tulisan kali ini: nasi sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Memang harus diakui, bahwa nasi, walau tanpa pernyataan tertulis, adalah makanan utama bangsa kita. Tapi sejak kapan hal itu terjadi? Bagus. Pertanyaan itu memang harus muncul di benak kalian. Kalau tidak, saya percuma melanjutkan tulisan ini.

Jadi, mengutip informasi dari goodnewsfromindonesia.id, menurut Prof. Nadirman Haska, beras sebenarnya mulai marak di Indonesia sejak datangnya para pedagang dari India ke Indonesia beberapa abad silam. Hal ini bisa dibuktikan dari relief di Candi Borobudur tentang palma kehidupan, yakni nyiur, lontar, aren, dan sagu. Beras kemudian menjadi komoditi atau hasil tani utama pada masa Kerajaan Majapahit.


Sumber : Pergikuliner.com

Harus diketahui, bahwa beras yang akan bertransformasi menjadi nasi di piring masyarakat Indonesia selama ini, dengan ditambah lauk pauk yang lezat, pada kenyataannya, bukanlah makanan pokok asli Indonesia. Lho? Terus makanan pokok kita yang asli apa, dong? Adalah sagu jawabannya.
Masyarakat Indonesia pada zaman dahulu terlebih dahulu mengonsumsi sagu sebagai makanan pokok, sebelum kerajaan Hindu masuk, dan orang India memperkenalkan beras. Sejak saat itu kebiasaan makan sagu perlahan tergantikan dengan nasi.

Apakah fakta itu membuat kalian tercengang? Tidak perlu. Sebagai pengganti sawah, Indonesia memiliki 1,4 juta hektar lahan sagu. Itu tersebar di hutan tropis Nusantara. Jadi tak heran juga kalau sagu pada zaman dahulu mampu menjadi sumber karbohidrat masyarakat kita. Pun untuk hari ini, sagu masih bisa menjadi alternatif pasokan karbohidrat kita. Selain itu, kondisi geografis negara kita memang memungkinkan untuk ditanami apa saja. Dari padi hingga bawang. Dari jeruk hingga durian. Negara kita adalah negara agraris yang bahagia (seharusnya).


Sumber : Pergikuliner.com

Mungkin bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, makan nasi hukumnya adalah wajib. Seperti teman saya tadi, yang walau sudah melahap dua bungkus mi instan, masih saja mengaku belum makan (entah, mungkin selain nasi, makanan yang masuk ke perutnya dianggap hiasan belaka). Lagi pula, sejak kecil masyarakat kita sudah dibiasakan untuk makan nasi setiap hari. Jadi, pasti akan amat susah untuk melepas kebiasaan itu. Terlebih lagi, stigma baik yang selama ini melekat pada nasi sebagai makanan orang mampu, sedang sagu, ubi atau ketela adalah makanan orang tak mampu. 

Nah, setelah membaca artikel ini, saya mau mengingatkan kalian: sudah makan nasi belum, hari ini? Kalau belum, cek pilihan menu nasi berikut, ya!

Nasi Tim Pasar Pagi (Cahaya Pagi Chinese Food)

Nasi Uduk 126

Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih Sejak 1958

Padang Merdeka

Senyum Indonesia


Topik artikel ini: