Ika Nurhayati

Sudah tahu 210 Roastery merilis kopi bening karena pernah beli di sebuah bazar. Tapi belum lama tahu lokasi persis kafenya, karena tidak sengaja melihat plang bertulis “coffee” pas melewatinya dengan teman.

Kafe mungil 210 Roastery punya arti yang unik. Ternyata 210 merupakan anagram nama ayah pemiliknya, Tuten. Sekali lagi di sini saya juga beli kopi bening (40 ribu) yang unik, yang penampakannya seperti air putih biasa. Menurut saya, kopi bening dari campuran arabika (Flores dan Argopuro) dan robusta (Semendo) ini dari segi rasa beda dengan kopi biasa. Kurang nendang, dengan aftertaste yang pahit. Namun saya tetap hargai ide meracik kopi bening ini. Enggak kepikiran bakal ada produk seperti ini di pasaran.

Saya dan teman juga icip iced latte (28 ribu), juga pakai campuran kopi arabika dan robusta. Nah yang ini saya cocok, karena selain kopinya nendang, cita rasa robustanya juga tidak menonjol—karena saya kurang suka robusta.

 

Tidak terlalu besar tapi cukup nyaman dan bersih. Area duduk bagian dalam bahkan berhias bantal duduk cantik beraneka warna. Terletak di sebelah barbershop bernama sama, warung ini tidak hanya menjual makanan ala warung kayak mi instan-roti-pisgor tapi juga kopi.

Saya datang pas lagi ada promo 10 ribu rupiah untuk es kopi susu ala Tohang, setelah dikabari teman saya. Selain pesan es kopi susu itu, sekalian icip pisang panggang brown sugar (13 ribu).

Es kopi susu ala Tohang cita rasanya creamy, agak sedikit terlalu manis buat selera saya tapi tidak mengganggu kok. Bayar harga asli 16 ribu untuk es kopi susu ini juga saya tidak keberatan, boleh dicoba. Pisang panggang brown sugar murah buat ukuran warung yang area non-smokingnya berpendingin. Seporsi berisi 4 potong pisang yang panjang, bagian atasnya rata bertabur brown sugar.

Tempat cukup nyaman meski pemandangannya orang lalu lalang. Rasa kopinya buat saya memang biasa, aftertaste-nya pahit. Tapi di PP kalau cuma menunggu teman sambil ngopi santai, harga kopi Bengawan Solo paling murah sih. Ada yang lebih murah tapi minus tempat duduk pewe.

Saya pesan iced americano ukuran alit atau yang paling kecil, harga 25 ribu. Lebih tinggi 2 ribu dibanding Bengawan Solo lain. Sayang waktu itu camilan kesukaan saya, pastel, lagi kosong stoknya.

Belakangan jadi senang mampir di TLJ, karena baru tahu americanonya mantap betul dan harganya terjangkau, 23 ribu. Dan saya punya minuman favorit baru lainnya di sini: strawberry frappe.

Strawberry frappe ini segar, pakai buah stroberi asli yang dicampur dengan sirup stroberi. Biasanya saya minta takaran sirupnya dikurangi. Harganya memang lumayan di atas americano, 38 ribu. Tapi frappe ini porsinya juga lumayan besar dan teksturnya kental.

Kalau untuk roti, kayaknya dari TLJ ini apa saja saya suka dan cocok dipasangkan dengan americano maupun fruit frappe.

Mampir sebenarnya karena kehujanan, so lame. Tapi bolehlah ya review, bukan review cone doang kok.

Saya bukan penggemar burger, jadi memang jarang makan di sini. Kali ini pun cuma bungkus chicken burger (dengan tax 14 ribu) dan juga pesan cheesy waffle fries 6 pcs (27.500).

Eh baru sadar sih ternyata harga waffle fries lebih tinggi daripada chicken burger. Soalnya di menu, tercantumnya 15 ribu (16.500 plus tax). Tapi gambarnya cuma memuat 4 potong waffle fries. Baiklah mungkin beda harga, beda jumlah potongan.

Untung enak, fries ini entah berbalut bumbu apa sehingga ada sedikit rasa pedas, sedikit banget kok. Saus keju juga oke. Untuk chicken burger yang pakai filet ayam digoreng renyah, lumayan saja. Porsi tidak besar, sesuai harga.

Burger King ini sendiri berlantai 2, cukup nyaman. Berhubung dekat sekolah, sore itu saya mampir beberapa meja dihuni anak sekolah yang mengerjakan tugas.

Buat saya yang sering menjadikan kafe tempat ngopi sekaligus kerja, kafe yang lumayan luas ini terlalu fancy. Penerangan temaram, bangkunya empuk semua dan rata-rata berbahan beludru, termasuk di area smoking. Tapi justru bangkunya itu bikin pewe, apalagi WiFi lancar.

Waktu saya dan teman kemari, menu yang tersedia adalah menu soft opening, jadi belum banyak makanan tersedia. Kayaknya sih bakal nambah, kayaknya sih ya lupa tanya juga. Lagi malas makan spageti dan nasgor, saya pesan yang namanya pad kra paw atau thai chicken basil (65 ribu belum termasuk tax-service) dan iced americano (37 ribu).

Pad kra paw harganya lumayan untuk nasi dengan potongan ayam bumbu tumis basil dan buncis. Di sisi lain porsi cukup besar, ayamnya banyak begitu pula dengan daun basil dan potongan buncis. Tambahan telur setengah matang memberi rasa gurih. Sementara americano-nya mantap, seimbang rasa pahit dan asam khas kopi hitam.

Oh ya teman saya pesan semacam waffle fries atau kentang goreng berbentuk waffle mini dan dibumbui agak pedas, ini enak banget! Potongan kentangnya tebal tapi luarnya renyah, somehow rasanya mirip singkong goreng dan malah bikin semakin nikmat dikudap. Kata dia, hot latte juga recommended.

Stafnya ramah cuma awalnya agak kaku. Terus sempat bingung juga kenapa minuman kopi harus ambil sendiri di bar kopi, hanya makanan yang diantar ke meja.

Kedai kopi sederhana di samping sebuah minimarket di Tebet Timur. Iseng ingin ngopi sore, mampir di sini karena dekat rumah ortu.

Area dalam ruangan berfasilitaskan 3 meja untuk pengunjung. Lihat pengunjung lain menikmati kopi di salah satu bangku kayu yang berjajar di luar, mungkin area duduk di luar itu berbagi dengan pengunjung angkringan.

Minuman kopi, teh, dan cokelat tidak mahal. Kayak yang saya pesan, kopi hitam, 12 ribu saja. Rasanya lumayan nendang, cuma kayaknya pakai kopi robusta. Saya kurang suka cita rasa kopi ini, tapi ini soal selera ya. Tetap oke kok harga sebegitu buat kopi hitam.

Beli di sebuah festival makanan di Lotte Avenue. Saya pesan jus green detox smoothie (bayam + nanas) dan red dragon smoothie. Kalau enggak salah pemanisnya pakai madu, tapi saya pesan tanpa pemanis.

Harga kedua jus ini enggak lebih dari 20 ribu. Bahan-bahannya segar, hasilnya jus lumayan kental meski juga ada campuran air. Saya rasa harga dan kualitas sebanding, mengingat juga enggak mudah menemukan jus bayam ya kan.

Kalau kebetulan ada teman yang mudik dari luar negeri minta diajak ngopi, satu dari hanya beberapa kafe yang saya rekomendasikan adalah Gordi. Saya selalu suka kopinya, biasanya kopi hitam yang saya pesan entah iced black, espresso, atau manual brew.

Kirain kalau datang Minggu jelang magrib Gordi sudah tak terlalu ramai, tapi kenyataan tak berkata demikian. Untung masih ada bangku kosong di luar, meski bukan di halaman rumput sebagaimana harapan kami he he he.

Kali ini saya enggak ngopi melainkan pesan jus gleefully green yang merupakan campuran kiwi, pir, dan lemon. Teman saya pesan manual brew dengan biji kopi Gayo.

Jusnya biasa. Karena ada campuran kiwi dan lemon, rasa lebih ke asam daripada manis, tapi ini tak masalah buat saya. Teman saya suka banget kopi Gayonya, dengan hint rasa buah yang segar. Memang paling benar di Gordi pesan kopi sih.

Yang juga bikin saya tenang setiap kali main kemari adalah ketersediaan musala. Meski ruangannya kecil, kebersihannya terjaga.