Imanuel Arnold @imanuelarnold

Tempatnya yang mungil berlokasi di sekitaran Jl Abdurahman Saleh bandung arah ke bandara, disampingya ada alfamart sebagai patokan untuk cari tempat ini. Yang unik adalah konsep BBQ dengan pilihan daging beef atau chicken serta rasa yang pilihannya banyak semisal rica-rica, geprek, tomyum, sampai ke rasa seblak yang unik. Per tray harganya juga terjangkau banget sekitar 12-15 ribu rupiah, dan untuk pengalaman grillingnya sendiri tidak berbeda dari resto-resto lainnya, tetep seru apalagi masak sendiri bisa atur tingkat kematangan untuk beefnya sesuai dengan selera kita. Tidak hanya daging, jamur enokinya juga seru dimasal bersama dengan daging-dagingan bermacam rasa. Perlu diingat walau konsepnya mirip dengan korean bbq, tapi tempat ini lebih berfokus pada bbq dengan rasa nusantara walaupun ada beberapa elemen yang memang menyerupai korean bbq seperti lettuce wrap dan saus ala gochujang. Soal rasa, cukup menyenangkan karena daging-dagingnya sudah dibumbui alias marinated sehingga bisa langsung dimakan setelah matang atau diracik dengan saus dan bawang putih, walau beberapa rasa seperti tomyum contohnya kurang keluar citarasa tomyumnya, tapi tetap hal itu bukanlah masalah besar buat gue. Well so far ini adalah bbq affordable yang seru buat dicoba.

Yokiyo ini bisa dibilang salah satu affordable korean food yang lumayan oke di kota Bandung dari sisi harga dan rasa. Tempatnya nyaman dan belokasi di paskal hyper square, di seberang Hejo Lobby Mall Paskal 23. Interiormya yang bermain dengan material kayu dan warna-warna coklat dengan sebagian dinding menampilkan bata membuat suasananya berkelas dan kontemporer. Meskipun ruangannya tidak terlalu besar, tapi paling enggak punya sepuluh table yang masing-masing bisa menampung 4 orang. Menunya cukup lengkap dan beragam. Sampai review tempat ini, gue udah datang dua kali, yang pertama cobain cheese ramyeon sama bibimbap. Buat makan siang kali ini gue pilih paket Yokiyo Dosirak, dosirak sendiri adalah semacam bento versi korea. Menu yang gue pilih kali ini Maneul Ganjang Chicken Dosirak, basically adalah paket nasi dengan potongan ayam fillet goreng saus manis dengan beberapa side dishes, kimchi, telur dadar gulung, dan semacam acar lobak yang dipotong dadu. Buat seharga 30 ribuan sebelum pajak dan termasuk teh jagung Boricha, I got more than what I expected. Tau sendiri kan harga fastfood jaman sekarang berapa?
Soal rasa, it's okay, bahkan untuk seharga itu gue bisa bilang enak. Tipe makanan comfort food lah, dan cocok buat makan siang atau makan malam. Mereka juga punya paket bbq dimana kita bisa panggang-panggang di meja kita dan kalau gak salah itu termasuk di salah satu menu all you can eat mereka. Yes, you read that right. Yokiyo punya menu All You Can Eat. Tentu saja bakal balik lagi kemari.

Tempat ini selalu menarik untuk dikunjungi setiap gue lewat, dengan jendela kaca yang besar dengan meja dan kursi tinggi yang menghadap keluar layaknya adegan cerita dengan mood mellow di coffee shop. Kue-kue dan kopinya harus banget dicoba, and I must admit that I never expected to come across cakes that tasted so good around this neighborhood.

Highlight dari gue adalah Roll Cake, Cheese Cake, dan pilihan Choux mereka. Roll Cake bisa gue gambarkan sebagai bolu gulung, tapi ini tekstur kuenya lebih moist dan airy, lebih asik lagi, krimnya yang ada di tengah roll cake itu juga ringan, dan segar dengan aroma vanilla yang milky. In short, their roll cake blew me. Kemudian ada cheesecakenya dengan ukuran yang pas buat ngeteh atau ngopi sore, I'm a big fan of anything cheesy and their take on the cake was splendid. Secara rasa gue suka sama cheesecakenya yang legit tapi tetap ringan, yang unik adalah ada semacam dua layer dalam kuenya: bagian atas adalah permukaan kue dengan tekstur spongey, dan bagian bawahnya adalah kue cheesecake yang creamy. Saat baru banget keluar dari pendingin teksturnya mirip ice cream cake dan agak grainy, biasanya gue akan biarkan di temperatur ruangan dulu buat 10 menit sekalian nyantai.

Selain itu, ada cemilan yang gurih-gurih. Ada tahu lada garam yang menurut gue bikinnya niat dan dare I say one of the best dari banyak tahu lada garam yang pernah gue cemilin di Bandung. Tahunya crispy karena lapisan tepungnya, bumbunya berasa mantap dan gak overpowering, serta tidak bersimbah minyak layaknya tahu lada garam yang biasa gue temui dengan kondisi berminyak dan asin. Ada juga jamur enoki crispy yang disajikan dengan taburan seaweed, lagi-lagi small details made a difference and that happens to be the plus points of this place.

Gue tipe orang yang cukup dengan kopi hitam polos atau teh tawar bersama dengan kue pilihan gue. Tapi buat kopi, Kopi Baileys adalah salah satu unggulan di tempat ini bersama dengan Kopi Susu Arennya. Es cokelat baileysnya juga juga nice walaupun gue bukanlah penggemar cokelat, tapi sensasi

Well it's not really a secret that Gelato Secrets is pretty much one of the best Gelato chain in town. It's not that their gelato is so special and superior among others or anything, but it's rather because they simply deliver a nice-looking and tasting gelato backed up with their cozy outlets. There's another plus, algthought a bit gimmicky they seem to take sustainability to mind with their campaign and partnership giving you this eco-conscious image. My favorite would be their bamboo charcoal with its slightly grainy texture. Another favorites are vanilla, green tea, and salted caramel. Oh and they have sorbet too! I always opt for their fruity sorbet for the hot days.

n an attempt to get out hands on their pork knuckle, we finally decided to dine here on a sunday night. Situated in a rather old office building in kemang area, this place is safe to say a hidden germany gem for me. The front facade looked quite bavarian with old lamps, warm lighting and wooden window, not to mention the antique wooden door in front. I really appreciate the laidback atmosphere inside, there was also a separation between the smoking area that tends to exudes the bar style, as well as the diner-like non smoking area which fit for tonights dinner with my friends.
Okay, let's get to the main star here, the pork knuckle. We had it with rosti and creamy spinach as side. Boy oh boy, I was impressed with all of them. Spinach was soft that it took not much of an effort to chew, let alone the indulgent creamyness. Rosti was nice, normally I found this kind of dish as a pan fried potato pancake, but the one i had at Die Stube was crispier, more like semi deep- fried potato pancake that I like. Then, the pork knuckle itself, tasty with crispy skin and just the right mixture of juiciness of the meat and crispiness of the skin. So dare I say that the knuckle was balanced, it was more on the dry side with not much of oily fat which is my favorite. Service was okay, it wasn't super nice, but at the same time not bad. Just okay. Pricewise, considering their target market, was reasonable enough considering one portion of the knuckle could feed us four. Sure thing this will be the place for when i fancy someplace casual and a bit under the radar.

Setelah bertahun-tahun melewati Hokben yang ada di jalan pasir kaliki ini, akhirnya di suatu siang gue memutuskan buat makan di outlet pasir kaliki ini. Parkirannya tidak terlalu besar, tapi paling enggak cukuplah buat menampung 6 mobil, kalo enggak masih bisa parkir pinggir jalan juga. Pas masuk, bagian dalamnya ternyata luas. Area ordernya bisa dibilang cukup besar, area makan yang luas serta didominasi warna putih menghadirkan kesan clean and bright dengan konsep open space, apalagi dekornya juga sudah mulai mengadopsi konsep modern. Kelebihan konsep open space gini adalah kita bisa merasakan angin semilir di siang hari, tapi kalau lagi panas maka kita juga akan harus siap kena udara yang gerah. Selain itu, masih ada juga area semacam saung di bagian outdoor dimana kita bisa makan lesehan ala sunda, yah mungkin karena hokben bandung jadi masih ada unsur budaya kesundaan kali ya, dan ini adalah salah satu hal yang membuat outlet ini unik. Menu gorengan di sini cukup lengkap, bahkan pas gue dateng, lagi ada menu baru berbahan dasar salmon. Untuk menu order gue saat itu tetaplah pada andalan gue, Paket C yang isinya ada shrimp roll, tori ball, dan beef teriyaki. Untuk service, standar hokben pastinya, dan staffnya cukup sabar dengan pilihan makan siang gue yang sempat belum pasti. Bisa dibilang outlet ini adalah one of my favorite hokben outlets in Bandung.

Tempat ini terletak di kawasan ruko-ruko Paskal Hyper Square, untuk letaknya sendiri menempati ruko yang difungsikan sebagai salon rias atau kelas make up, jadi coffee shop ini bertempat di shared space bersama dengan salon rias high end tadi. Dekornya juga simpel, beberapa meja tinggi dan coffee bar dimana kita bisa lihat langsung barista beraksi. Menu-menu di sini juga menurut gue essential; gak banyak macem, tapi semuanya oke punya. Yang harus dicoba disini menurut gue varian black coffeenya, americano, espresso, juga manual brew. Mungkin karena beansnya dikurasi dengan cukup apik dan memang pada dasarnya gue gak suka kopi manis kali ya, jadi I stick to basics. Kalau menu yang unik ada Iceman Coffee, sebuah minuman segar hasil racikan black coffee, lemonade, dan sedikit soda, memang bukan barang baru di dunia perkopian, tapi iterasinya gak pasaran dan selalu menyenangkan buat nemu minuman macam ini karena menurut gue kelihatan kalau mereka ada effort dalam mengolah kopinya beserta turunannya.

Selain itu ada juga Thai Greentea Lemon, yang kalau dirangkum adalah greentea bubuk seperti matcha yang dicampur sengan lemonade dan es, seger dan menurut gue gak boreing, disaat semua merk pasti punya matcha latte, yang ini punya tambahan thai greentea plus lemonade. Rasanya 'akur' di mulut, lemon yang citrusy dan tangy dipasangkan sama greentea yang warnanya hijau tua sungguh menyenangkan, setidaknya buat gue yang juga menggemari teh.

All in all, tempatnya yang humble terkompensasi sudah dengan experience minuman disini, apalagi barista/ownernya juga ramah dan informatif, jadi bisa konsultasi mengenai kopi yang cocok dengan selera kira. What a service

If I'm being honest, this is the place where people who just starting to familiarize themselves to curry should go. Situated at the Paskal Hyper Square complex, the place could easily be found at the moment you've just passed the entryway. Looking clean and inviting, the KARE branding gives you the impression of a western-japanese fusion contemporary cuisine. I tried their Dori Curry Rice and a bit of my friend's Chicken Katsu Curry Udon. When it comes to taste and complexity, their take in the curry was rather generic. Curry was by no means distasteful, so don't get me wrong. It was just the lacking of punch in their complexity though consistency was very nice dare I say. Their style of curry fits best for an introductory curry for people getting used to the the dish. The topping was just like their curry style, nice texture and crispiness, but a little herbs and seasoning might help. I like the way they present the food in aesthetic terms also their layering on food texture. Oh, and the place itself is warm (figuratively) and cozy both indoor and the outdoor area situated upstairs, that we might have spent a bit longer after our meal was finished. Also, I need to note their friendly service that made our dining experience even better.

Braga Punya Cerita, sebuah resto di jalan Braga yang terlihat segar dengan pendekatan akan heritage dan elemen kolonial yang lekat citra braga sendiri sebagai salah satu jalan berseharah di Bandung semenjak masa pemerintahan belanda. Sebenernya resto ini bisa dibilang sudah ada cukup lama di braga, dengan interior khas rumah jaman belanda yang dipulas menjadi resto/cafe yang meski sederhana, saya cukup menyukai gaya dekor di tempat ini. Terletak di seberang mini market Circle K Braga, tampilan luar tempat ini cukup menarik dengan nuansa coffee shop dengan gaya yang mirip kopitiam, nuansanya oldskool namun laidback. Untuk makanan, pilihannya cukup beragam, walaupun kalau bisa saya rangkum, makanannya berkisar di menu indonesia, western, dan yang terakhir saya temui adalah japanese menu. Untuk makanan, saya coba ayam gepreknya. Ayam geprek yang saya bayangkan adalah sebagaimana ayam geprek yang biasa kita temui, tapi disini ayamnya memggunakan ayam fillet dengan lapisan tepung yang tidak terlalu tebal, yang merupakan hal yang bagus, nobody likes an overly thick crusty batter on a chicken fillet. Sambalnya juga menggunakan sambal matah alih-alih sambal bajak atau sambal bawang. Untuk makanannya overall cukup memuaskan dengan harga yang relatif terjangkau, walaupun untuk ayamnya terasa sedikit terlalu asin di bagian yang bertepung untuk selera gue, apalagi sambal matahnya sudah memberikan sensasi gurih yang cukup. Tapi hal itu bukan masalah, semoga racikannya bisa diramu menjadi lebih baik lagi, dengan takaran sambal matah yang lebih mantap pastinya. Selain itu, di saat-saat krusial seperti weekend atau jam makan, saya lihat ada potensi dimana waktu proses bisa dipersingkat.