Filosofi Kopi

Gila sih nyari ini tempat susah banget di kawasan blok m gitu. Giliran ketemu nyari parkirnya susah banget. Depannya emang parkir khusus motor gitu. Sebenarnya tempat ini juga gak ada papannya tapi ada foto rio dewato gitu jadinya keliatan.
Hmm tempatnya rame banget sih sampe susah banget juga dapet tempat duduknya.
Gak nonton sih sebenarnya film ini cuma pengen tau aja tempatnya hits banget.
Hm overall minumannya biasa aja dan agak kemanisan. Terus harusnya pesen hot mocha tapi dibikinin yang iced. kopi nya gak berasa di iced mochanya.
Wafflenya juga biasa aja gak garing. Gak ada yang spesial sih disini. Malah minuman dan makanannya rada mahal.

Berangkat dari idealisme yang ditunjukkan dalam film, kedai Filosofi Kopi punya magnet tersendiri yang mampu menarik minat para kaum muda untuk mengunjunginya.  Kedai yang secara tidak langsung dibesarkan oleh film besutan Angga Dwimas Sasongko ini, kemudian menelisik rasa keingintahuan saya akan karakteristik kopi yang ditonjolkan. Ben’s perfecto, Lestari, dan Tiwus adalah tiga racikan kopi yang disebut-sebut paling populer di sana. 

Saya pun tertarik menggali Tiwus lebih dalam. Karakter yang tercermin dari rasa itu meneguhkan kualitas biji kopi yang diemban. Namun sayang, saat ditanya lebih jauh mengenai asal usul biji kopi Tiwus, sang barista hanya menjawab Tiwus dari Pulau Jawa tanpa mengindentifikasi lanjut soal roasting dan lain sebagainya.

Menerjemahkan rasa penasaran saya, seteguk kopi Tiwus memberikan jawaban. Sekedar info, kopi yang saya pesan menggunakan metode pure over dengan alat seduh V60. Aroma yang keluar dari kopi ini mirip dengan spesifikasi kopi Toraja dimana tercium aroma rempah dan earthy yang khas. 

Lagi pula, kopi yang saya nikmati terlalu panas, mengisyaratkan suhu air yang digunakan oleh barista untuk menyeduh terlalu tinggi yang mana akan berpengaruh pada rasa kopi keseluruhan. Tingkat asiditas atau keasaman yang saya rasakan di bagian tepi lidah kurang begitu pekat, justru rasa pahit paling mendominasi. Sementara untuk body, kopi Tiwus punya tingkat kekentalan yang cukup tebal, artinya biji kopi yang dipanggang (roasting) medium. 

Selanjutnya, saya memesan Green Tea Latte. Ia nampak cantik dengan sentuhan latte art berbentuk menyerupai dedaunan. Seperti preferensi pada umumnya, karakteristik Green Tea Latte yang saya pesan punya body yang tebal, rasa manis yang pas, dan memiliki aroma yang khas. Terasa menyatu baik dengan indera pengecap.

Well, saya pun akan kembali mencicipi dua racikan berikutnya, Ben’s Perfecto dan Lestari. Bagaimana dengan Anda? 

Akhirnya ketemu juga tempat yang hits dan banyak dicari orang. Dari luar bangunan memang seperti bangunan tua bahkn seperti bangunan yang sedang di renovasi gitu.. Tapi siapa sangka tempat ini terkenal, ya memang karena filmnya c, hahaha. Tapi konsep dan semua interior di coffee shop ini jujur saya suka banget, asyik aja diliatnya. Tapi yang sedikit nyebelin itu soal pelayananya aja. Ini mereka bilang katanya buka jam 11 siang tapi ternyata jam 12 kurang kita baru bisa pesen lantaran barista nya baru sampeeee... Disini saya pesan ice cappucino. Penyajiannya itu lucu bukan gelas tapi botol susu gitu, lucu c, rasanya juga enak ko ngga mengecewakanlah. HAhaaah. Sempet foto hot cafe latte, lucu juga latte art nya. Suka. Untuk makan saya pesen original waffle dan french fries chees, rasanya ya biasa aja... tapi kalau mau coba kesini mending siang sekalian, biar ngga lama nunggu baristanya.

kedai filkop ini menurut gw cukup unik, karena disini mereka lebih menekankan ke filosofi ke setiap kopi nya. yang dimana setiap kopi itu memiliki filosofi nya masing2. seperti misalnya kopi tubruk, kopi yang tidak mementingkan penampilan.
karena gw uda nonton filosofi kopi movie, akhirnya disini gw tertarik buat pesen kopi tiwus yang hits banget itu di filmnya, gw pesen dgn metode tubruk.
buat gw coffee nya sih enak, tapi buat yang ga demen ngopi pasti asem banget karena ini coffee bean nya jenis arabica dengan tingkat acidity yang tinggi 
kemudian, untuk makanan sih ya soso lah, gw psen cuma kentang goreng buat nambah2 cemilan pas lagi ngopi.

buat suasana nya sih uda cukup oke menurut gw, cuma disini ga ada wifi. memang seperti di film nya bahwa kedai ini tidak menyediakan 

Overall, buat pecinta kopi wajib dateng ksini ya 

Coffeeshop (yg katanya sempet ada filmnya) ngehits di daerah melawai. Interiornya terkesan kuno. Tapi... asik. Saat ini gw belum penikmat kopi jadi ya ngikut aja. 
Cemilannya yg ok sih french fries. Cocok buat nongkrong. Waffle yg engga. Why? Waffle-nya masih basah. Bagian luarnya pun belum garing. Kurang enak buat dijadiin cemilan.

Overall sih ok. Tempatnya yg enak buat nongkrong dan foto-foto

Penasaran banget sama cafe yang namanya sama dengan judul film dan novel ini. Karena saya penggemar Dee Lestari, saya sampai membeli novelnya sebelum pergi ke sini :P

Banyak sekali yang datang ke kedai ini, saya rasa karena novel dan filmnya.

Saya agak kecewa melihat menu kopi yang bisa dipesan. Saya pikir, saya akan menemukan jenis - jenis kopi dengan filosofinya masing - masing di sampingnya, seperti yang digambarkan novelnya. Ternyata, saya salah. Ada beberapa jenis kopi yang biasa dilihat - espresso, caffe latte, cappuccino etc. dan beberapa kopi 'original' filosofi kopi seperti kopi tiwus dan perfecto, tapi seperti belum masuk ke menu. Atau maksudnya itu adalah hidden menu, saya tidak tahu.
Dari semua kopinya, saya mencoba caffe latte. IMO, caffe lattenya cukup enak dengan harga seperti yang biasa kita lihat di kedai kopi trendy. Rasa makanannya biasa saja, dan penampilan fries nya cukup menipu... fries nya diletakan dalam wadah berbentuk pot, dan saya kira penuh sampai ke dasar. Ternyata, setengahnya disumpal sehingga terlihat penuh.
Tempat kedai ini unik. Kursi dan mejanya dipilih sehingga berbeda tema di setiap sudut. Dekorasinya pun unik dan sesuai dengan konsep vintage - rustic yang disajikan. Sangat cozy dan asik buat foto - foto.
Yang paling asik dari makan di sini adalah melihat sang barista berkreasi, seperti Ben di novelnya, keliatan sangat santai dan menikmati membuat kopi. Tapi memang, karena terlalu santai dia tidak terlalu memberikan pelayanan yang baik.
Overall, a very unique place, cozy, baik untuk hang out dan foto2, tapi bukan tempat untuk menikmati makanan, karena makanannya biasa saja dan cukup terbatas.

Karena penasaran sama kafe yang lagi nge-hits bingits ini, akhirnya saya mampir ke sini deh. Tempatnya kecil tapi unik. dengan pajangan quote2, lukisan2 kecil, dan buku2, tentunya yang paling dikenal orang adalah gambar cangkir kopi di dinding kafe ini dengan latar batu bata, bagus buat foto2. Yang jaga juga ramah, tapi sepertinya masih kurang disiplin untuk jam bukanya, karena saya harus menunggu lama banget supaya bisa pesen, karena baristanya belom dateng.

Untuk rasa kopinya standar sih, karena saya juga ga minum yang aneh2, cafe latte donk, tapi cukup enak lah, karena kopinya ga asam.

French friesnya lumayan enak karena ada bumbu cheesenya, tapi porsinya sedikit banget. Wafflenya yg original cukup ok lah, cuma kurang garing aja.

Secara keseluruhan sih kafe yang satu ini ok buat foto2 dan nongkrong, mungkin harus digedein lagi biar ga pada ngantri panjang hehe.

Filosofi kopi ini tepatnya di ruko2 luar yg masih didaerah blokm Square.

gua sih blom nonton plemnya cuma gua penasaran emang kalo diplemnya cuma single origin aja yah?

tempatnya minimalis dioutdoornya pun cuma 3 meja aja yg imut2.

gua cuma nyobain caffeelatteenya aja, so far hmm kayanya yah dari yg gua rasain fullcreamnya terlalu banyak sedikit atau memang konsepnya lighter kali ya

untuk servenya seperti coffeeshop yang kalo sudah jadi kopinya kita ambil sendiri.