Ika Nurhayati

Mampir sekadar ingin mencicipi, jadi saya dan suami tidak pesan banyak. Cuma pesan 4 mangkuk mi (beef thai egg noodle pathumtani, chicken thai egg noodle ayutthaya, red tom yum fish ball soup, chicken egg noodle, antara 6.500-8.500 rupiah per mangkuk belum tax) dan seporsi sangkayaa (15.909) atau roti kukus dengan selai kaya ukuran kecil.

Sebenarnya semangkuk mi juga tandas dalam satu suap, tapi kami paksa jadi dua suap karena niatnya cuma ingin tahu rasanya. Kecuali chicken egg noodle yang tanpa kuah dan kata suami saya kayak mi instan, yang lainnya saya suka! Kuahnya enak apalagi yang versi ayutthaya dan pathumtani karena rempahnya berasa. Bahkan saya suka bakso ikannya karena tidak amis--padahal saya umumnya tidak suka bakso ikan.

Namun buat kami juaranya sangkayaa itu. Kami langsung santap pas masih hangat, rotinya lembut dan selai kayanya itu mantaaap! Mana selainya banyak, rotinya habis selainya masih tersisa, walhasil disendok suami saya sampai tandas. Oh ya untuk semua makanan ini dan 1 drink of the day berupa minuman pandan (tapi kata suami kayak teh), total keluar 62 ribu rupiah. Not bad.

Tidak sengaja melihat papan penunjuk Sajiva Coffee Company ini pas menuju toilet, habis itu langsung belok ke sini. Ternyata baru hari pertama buka, saat Imlek lalu. Tapi sudah lumayan ramai.

Dari luar, beda dengan resto lain di Kokas, Sajiva tampak tertutup. Berkesan sempit karena membatasi area dengan outlet lain dengan tembok bata, pintu, dan jendela-jendela besar berkosen putih, nyatanya bagian dalam Sajiva, yang juga dikenal dengan produk keramik, tak terduga cukup luas dan bertingkat. Bahkan pojok lantai kedua didesain sebagai wilayah smoking tertutup dengan pintu dan jendela kaca berkosen kayu.

Dengan dominasi perabot kayu dan marmer serta nuansa cokelat, putih, dan hijau dari tanaman artifisial, Sajiva bergaya kekinian. Ada meja buat beramai-ramai dan ada pula yang cocok buat yang ingin menyendiri atau mengerjakan tugas di laptop, dengan beberapa soket.

Hari itu (bersama suami) dan esoknya (bersama teman) saya mencicipi dim sum, dari Dim Sum Inc (satu grup kalau enggak salah), dan beberapa minuman, tentu termasuk kopi. Dari salted egg (isi 3, 30 ribu belum tax dan service), cream spinach (idem), sampai mix basket dim sum (isi 9 campuran beberapa dim sum kukus, 70 ribu), saya suka. Cuma isi salted egg pao, yang kulit paonya kayaknya pakai charcoal, tidak semuanya lumer saat dibelah.

Untuk kopi, saya mulanya dikecewakan minuman pertama yang saya coba, iced latte. Ternyata latte ini tersaji sudah dengan tambahan gula hu hu hu. Sayang sekali, karena masih terasa base kopinya, Flores Kartika, meski tipis. Jadinya pesan piccolo lagi dan barulah bisa merasakan cita rasa kopi Flores Kartika. Sementara teman saya senang dengan hot mocha pesanannya, karena rasa kopi dan cokelatnya imbang. Selain itu saya juga mencoba cold pressed juice yang diolah dari kale, pakcoi, dan nanas.

Hampir semua makanan dan minuman Sajiva diwadahi piring atau cangkir keramik Sajiva yang keren. Apalagi pas lihat teko dan cangkir mini buat teh oolong, duh lucunyaaa. Oh ya produk keramik juga bisa dibeli di sini.

Sebenarnya ingin makan di lantai lebih atas lagi di Kuncit tapi kemudian malas jalan lebih jauh dan lihat Ta Wan ini mendadak belok.

Resto Ta Wan di Kuncit ini luasnya lumayan, karena mencakup area di pinggir eskalator yang jarang dilewati orang. Pas jam makan malam lumayan padat pengunjung. Saya pesan cakwe udang (44 ribu), brokoli scallop saus ta wan (51 ribu), dan air mineral.

Kecewa dengan brokoli scallop, walau rasanya enak, cuma potongan scallop mini banget enggak sesuai gambar dan jumlahnya sedikit. Baru mau bertanya mengapa begitu, tiba-tiba terdengar seorang pramusaji berteriak kepada rekan-rekannya, "Jangan terima menu yang ada scallop lagi karena scallop habis!"

Artinya, scallop di piring brokoli saya adalah sisa-sisa. Kalau memang sudah tidak layak dihidangkan, saya kan masih bisa pesan yang lain.

Relatif baru, kafe yang luasnya sedang ini nyaman banget. Bagian terdepan, yang merupakan ruangan smoking, berfasilitaskan bangku empuk yang bikin mager termasuk bean bag besar. Ruangan non-smoking juga sebagian bangkunya berjok empuk dan dilengkapi bantal. Pas saya datang lagi sepi, rasanya pengin tiduran.

Kayaknya pemiliknya ada hubungan dengan militer atau suka pernik berbau militer. Dari nama kafenya yang jadi istilah militer (tapi saya kurang paham artinya), warna hijau army yang mendominasi selain cokelat dan abu-abu, hiasan dan mural sampai password WiFi. Tapi enggak lantas jadi kaku yah kafe ini, seperti yang saya tulis di atas, malah nyaman.

Saat ini belum ada makanan berat, selain cookies cuma ada potato gratin dan spageti yang tinggal dipanaskan. Saya pesan iced latte (28 ribu sudah termasuk tax) dan potato gratin (26 ribu). Latte pakai biji kopi Sibodiala, disajikan di gelas yang besar. Rasa kopinya sedang alias tidak strong banget, tapi latte ini enak karena menyisakan aftertaste karamel. Tapi potato gratin terlalu manis, mungkin kebanyakan krim atau susu dalam adonannya. 

Saat ini kayaknya belum ada penanda yang jelas di luar, kecuali tulisan "coffee". Cukup ikuti petunjuk di maps pasti sampai, letaknya sebelum Hotel Prapancha dan lampu merah ke arah Kemang.

Salah satu gerai di Food Avenue yang belum pernah dikunjungi, jadi saya memutuskan pesan makan malam dari sini. Isi menu tidak banyak, kata stafnya andalannya iga dan nasgor. Tapi saya tertarik dengan nasi suwir yang lauknya terdiri dari beberapa macam, jadi saya pesan nasi suwir (35 ribu belum tax) dan terong balado (5.500).

Cukup lama menunggu pesanan jadi, lebih dari 20 menit padahal gerai ini tidak ramai pengunjung. Mungkin karena terong baladonya diolah dulu? Tapi makanan ini sampai di meja tidak dalam keadaan panas, jadi entahlah kenapa saya harus menunggu selama itu.

Pada dasarnya nasi suwir ini enak, terutama berkat ayam suwir yang kayaknya berupa ayam bakar atau ayam asap karena masih tercium aroma asapnya--yang justru menambah selera makan. Lauk sayurnya, yang seharusnya berupa tumisan, habis, jadi diganti oncom kangkung.

Nah dari aromanya sih oncomnya sudah basi atau mau basi, karena juga pas dimakan rasanya enggak enak. Sayang padahal lauk lainnya oke, terong balado juga lumayan banget untuk harga sebegitu, dan oh ya sambalnya nendang. Jadi tolong diperhatikan apakah beberapa lauk masih layak dikonsumsi malam hari, terutama yang tersaji sejak pagi atau siang.

Bukan gado-gado berbumbu terenak yang pernah saya makan, tapi berporsi terbesar, baik sayurnya maupun bumbu kacangnya, iya! Bikin melongo saat dihidangkan, bumbu kacang melimpah sampai menutupi sayurnya. Dan akhirnya seporsi gado-gado (tanpa lontong) ini enggak saya habiskan, kekenyangan. 

Untuk gado-gado dengan porsi besar dan air mineral 600 ml, total 42 ribu rupiah di tempat yang cukup nyaman ini not bad at all. Wajar sudah jauh lewat jam maksi, ada saja yang mampir atau pesan via ojek daring. Di sini juga ada makanan lain selain yang pakai bumbu kacang, kayak nasgor, soto, dan gulai.

Buat penyuka kopi yang domisili di Pondok Gede dan sekitarnya, kafe ini menarik karena juga punya roastery sendiri. Terbilang luas, dengan area smoking melingkupi area non-smoking dan bar kopi di tengah.

Konsep desain interiornya juga menarik. Sesuai judul pastinya di sana-sini berhiaskan ornamen berbau penerbangan, kalau enggak salah pemilik kafe semacam konsultan dunia penerbangan. Nah yang buat saya menarik itu, furnitur area non-smoking cenderung kekinian termasuk ada sofa dengan bantal. Namun area smoking, meski terbagi 3 di antara teras depan, teras belakang, dan bagian samping kanan resto, konsisten menghadirkan kursi bergaya Jawa bahkan di beberapa sudutnya ditambahkan lampu gantung khas Jawa.

Saya datang pas baru buka banget, jadi masih sepi dan belum beres sepenuhnya. Tapi bar kopi dan dapur sudah siap, jadi saya dan suami pesan cappuccino (28 ribu), chocolate hazelnut (33 ribu), waffle with nutella (25 ribu), dan pisang goreng (22 ribu). Latte art cappuccino maupun chocolate hazelnut kereeen, cuma yang chocolate sempat tersapu lengan baju saya jadi berantakan, sebal (juga karena baju bernoda cokelat).

Enggak percuma penampakan keren karena rasa kedua minuman ini enak. Chocolate hazelnut belum dicicipi saja sudah menguarkan wangi hazelnut, cappuccino nendang banget, salah satu terfavorit so far. Waffle kata suami lumayan, pisgor saya suka karena luarnya renyah banget dan dalamnya lembut manis.

Overall ini kunjungan yang menyenangkan, apalagi baristanya ramah dan asyik diajak mengobrol. Cuma nih gara-gara di pekan yang sama saya berkunjung ke sebuah kafe yang belum lama beroperasi dan kecewa melihat temboknya kusam, padahal awalnya bersih, jadinya saya perhatikan ada bagian tembok Kopilot yang sedikit retak dan catnya mengelupas. Kalau segera dirawat, pasti Kopilot lebih nyaman lagi deh.

Tidak luas tapi cakep buat foto-foto. Terletak di atas Cotton Ink, warna dindingnya saja beda-beda: putih, biru, pink, dan garis-garis putih peach. Banyak properti foto termasuk buku dan tanaman hias, juga meja kursi yang beda bentuk dan materialnya. Ada kursi yang memang nyaman diduduki, ada juga yang menang cantiknya 😁.

Saya pesan iced coffee atau semacam iced latte yang tanpa gula aren, teman saya pesan hot coffee. Di bar kopi tampak croissant kecil dan nasi krucil, tapi enggak ikut dipesan karena baru makan di tempat lain.

Harga kopi pesanan kami tergolong murah, sama-sama 25 ribu, apalagi bonus tempat yang Instagrammable. Teman saya suka hot coffee-nya tapi buat saya iced coffee biasa saja, aftertaste kopi enggak dapat. Mungkin lebih enak yang versi iced coffee dengan gula aren agar ada rasa manisnya.

Baristanya ramah dan tak keberatan pas kami mintai tolong buat memotret.

Wingstop yang ini tidak seberapa luas, sebagian area duduknya mengambil tempat di luar outlet. Yang di luar ini enggak nyaman kalau lagi padat pengunjung, karena jarak antarbangku terlalu rapat.

Saya suka wings rasa garlic parmesan dan dulu suka pesan itu serta kentang goreng. Tapi setelah ada pilihan paket cajun rice, lebih suka beli paket ini karena sudah ada saladnya. 

Kali ini pesan cajun rice dengan ayam filet rasa mango habanero yang agak pedas dan tambah veggie sticks, total 50 ribu. Buat saya seporsi cajun rice, meski cuma dengan 3 potong ayam filet, cukup enak dan cukup mengenyangkan pula. Cuma veggie sticks itu potongannya kegedean, sama sih masalahnya dengan yang saya beli di tempat lain. Jadi karena rada susah gigitnya, enggak saya habiskan.