Foto Profil Imanuel Arnold @imanuelarnold

Imanuel Arnold @imanuelarnold

96 Review | 73 Makasih
Level 9
Kopi
Filter Catatan
Urutkan berdasarkan: Tanggal
  • 4.6  
    OZT Pork Ribs [ Pasir Kaliki, Barat ]

    Underrated pork ribs place

    Pernah denger gak kalau terkadang hal yang spesial datang dalam bentuk yang sederhana? Nah kurang lebih gitulah yang gue rasakan pas awal mampir ke OZT cabang paskal. OZT disini ada beberapa pilihan pork, yang saat kunjungan gue coba sih Crispy Pork Belly, Pork Ribs, sama Zuppa Soup. Pork Bellynya hadir dengan sambel matah terpisah, dan yang unik gue kira awalnya pork bellynya akan full crispy luar dalam mirip kerupuk. Ternyata meski tampilan luarnya digoreng kering, tapi bagian dalamnya masih kenyal dan punya tekstur orisinil pork belly tang berlayer. Buat sambel matahnya, menurut gue masih dominan di bawang sedangkan rasa sereh dan cabenya masih agak kalah peran. Untuk Pork Ribs, keseluruhannya menyenangkan, ribs dieksekusi dengan baik. Glazy and tender, rasanya manis dan gurih plus teksturnya lembut, mudah sekali buat melepas dagingnya dari tulang iga. Pork Ribs bisa dibilang jadi menu andalan mereka dan gue pribadi rekomen buat kalian coba kalau mampir kesini. Terakhir buat Zuppa Soupnya juga gak kalah niat, pastry yang proper plus sup krim yang kental terasa ada effort dalam meraciknya, bukan sekedar bumbuninstan yand ditambah air. Kekentalannya adalah hal pertama yang menarik perhatian gue disamoing toppingnya yang juga memang terkesan niat: ada jamur, potongan jagung, dan serpihan daging ayam sepertinya. Untuk tempat, mudah ditemui di deretan ruko-ruko paskal dari gerbang masuk.
    Kalau liat rukonya memang terkesan biasa dan kecil, tapi di lantai dua suasananya terasa nyaman dan hangat meskipun dekornya sederhana dengan ruang yang relatif terbatas. Paling enggak lantai dua bisa mengakomodir 8 meja denan rata-rata 4 pax per meja. Jadi ya, bisa dibilang tempat ini adalah tempat yang sederhana namun tetap bisa menghadirkan suasana yang nyaman dan hangat.

    I usually give you an update (or two, or more) on where I'm dining at, so feel free to follow me on Instagram: @imanuelarnold and hit me up if you got queries regarding one of the places I've had visited.

    Menu yang dipesan: Crispy Pork Belly, Pork Ribs, Zuppa soup

    Harga per orang: Rp. 50.000 - Rp. 100.000
    Makasih Infonya!




  • 2.8  
    AA Bistik [ Astana Anyar, Indonesia ]

    Cheap meal with exaggerated review

    Jadi ini adalah kali kedua gue makan di Bistik AA, pertama kali cobain kurang lebih 3 tahun lalu karena memang penasaran dengan nasi goreng bistik yang sudah banyak dikenal seantero kota Bandung nampaknya. Dulu pas awal makan masih pakai bangku plastik di pinggiran jalan. Bayangan gue adalah bistik dengan kuah coklat yang khas layaknya yang orang kerap sebut bistik, tapi ternyata ini lebih seperti nasi goreng dengan bistik ayam meyerupai katsu dengan saus sambal di sampingnya. Jadi untuk orang yang baru mau coba ya perlu tau dulu nih kalau ini bukan bistik dengan saus coklat layaknya di tempat makan yang biasa ditemui (at least harus minta kali ya, soalnya kalo pesen biasa ya gaada kuah bistiknya). Untuk rasa, nasi gorengnya sekedar nasi goreng kecap, jadi gak ada bumbu yang kompleks apalagi osengan telur dalam nasinya. Lalu untuk bistiknya sendiri pada dasarnya adalah chicken cutlet agak tipis yang disalut tepung dan digoreng garing, kemudian yang jadi bumbunya adalah si saus sambal yang ada di pinggiran piring plus kentang goreng. Gue malah terkesan dengan kentang gorengnya yang berasa bikinan rumah banget, potongannya tipis jadi renyah teksturnya, tapi di beberapa potongan ada sedikit bagian yang lembut di dalamnya karena memang potongannya mirip potato wedges tapi jauh lebih tipis aja. Overall rasanya biasa aja kalau dibanding nasi goreng lainnya, tapi dengan harga 20 ribu rupiah (per Desember 2020) gue ngerti kenapa nasgor bistik ini selalu ramai pengunjung. Karena dengan porsi segitu dan mengingat harganya yang ramah kantong, rasanya yang biasa aja jadi lebih justifiable dan terasa oke lah. Please note kalau tempat ini gak jual nasi goreng bistik aja, tapi ada juga berbagai menu lain seperti puyung hai dll, jadi boleh banget kalian eksplor menu lain selain bistiknya.

    I usually give you an update (or two, or more) on where I'm dining at, so feel free to follow me on Instagram: @imanuelarnold and hit me up if you got queries regarding one of the places I've had visited.

    Menu yang dipesan: Nasi Goreng Bistik

    Harga per orang: < Rp. 50.000
    Makasih Infonya!
    2 pembaca berterima kasih.




  • 2.8  
    Kampung Cerbonan [ Sarijadi, Indonesia ]

    Nice to have

    Kampung Cerbonan adalah rumah makan sederhana yang menawarkan berbagai makanan yang familiar dengan daerah Cirebon dan Jawa Tengah, yang artinya akan dominan di rasa manis, khususnya kecap manis. Tempatnya sendiri beneran sangat sederhana, sebuah rumah yang bagian depannya diubah jadi tempat makan dengan hanya 3 meja makan saja (di saat pandemi) yang saya rasa adalah car port saat tempat ini masih berbentuk rumah tinggal. So far yang sudah dicoba adalah Nasi Jamblang Udang, Tahu Tek Tek, dan Nasi Lengko. Nasi Jamblang merupakan nasi dengan berbagai jenis lauk seperti ayam suir, abon, dan untuk Nasi Jamblang Udang ada tempura udangnya juga. Rasanya gak terlalu manis dan gue cukup terkesan dengan menu ini. Banyak tekstur dan layer rasa membuat makan nasi jamblang jadi seru, apalagi dengan sambalnya dan daun kemangi. Bisa dibilang nasi jamblang ini adalah masakan yang gak ada elemen kecap manis di dalamnya dibanding dua menu lain yang gue coba. Nah untuk Nasi Lengko isinya nasi, toge, irisan timun, juga potongan tahu dan tempe dengan bumbu kecap dan taburan bawang goreng. Rasanya sederhana, layaknya makan nasi lengko di cirebon, basic tapi tetep gak hilang unsur spesialnya walau hadir dengan bentuk sederhana. Seperti yang gue bilang kalau makanan ini kecap manis-heavy, jadi dominan rasanya manis dengan bawang goreng dan cincangan daun (seledri mungkin?) yang menyeimbangkan rasa manis kecapnya. Kemudian ada Tahu Tek Tek, intinya sih mirip nasi lengko, bedanya ini potongan tahu, toge, irisan timun, dan lontong yang disiram kuah kecap dan ditopping bawang goreng dan kerupuk udang. Buat tahu tek, gue minta gak pakai lontong jadi gak terlalu kenyang. Saat makan tahu tek inilah gue merasa perlu nambahin sambel karena tanpa lontong, manis kecapnya makin menyeruak jadi rasa yang dominan. Lagi, tahu tek ini merupakan menu yang kaya tekstur dengan rasa yang lebih 'streamlined' dibanding nasi lengko karena memang rasanya simpel dengan rasa kecap yang jadi heart of the dish.

    Untuk harga, sebenernya tergantung apa yang kalian pesan. FYI untuk seporsi Nasi Lengko dan Tahu Tek masing-masing harganya 30ribuan. Buat makanan sederhana di tempat yang juga sederhana, harga segitu jadi terasa overpriced. Tapi kalo menunya Nasi Jamblang, malah gue merasa harganya sangatlah bersahabat.

    Overall, ini adalah tempat yang perlu dicoba kalau kalian lagi kepingin makan masakan yang khas ala cirebon dan kejawa-tengahan dan pas lagi lewat area pasteur atau cibogo. Tapi soal rasa, it was just nice to have this around.

    Menu yang dipesan: Nasi lengko, Tahu tek Tek

    Harga per orang: < Rp. 50.000
    Makasih Infonya!




  • 3.4  
    Dope Burger & Co. [ Menteng, Barat ]

    Style over substance

    DOPE Burger pada awal kehadirannya berhasil membuat keriuhan di sosial media lewat tempatnya yang edgy dan burgernya yang proper. If it gets messy, then it's a proper one. Terletak di Jl. Teuku Cik Ditiro, Menteng, bersebrangan dengan Menteng Shophaus lokasinya. Tempatnya gak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung crowd yang datang di jam makan malam hari Sabtu itu. Nuansanya minimalis intustrial dengan twist lewat permainan neon light warna pink yang agak keunguan (atau magenta?) dan biru, kesannya jadi agak bertema cyberpunk gitu. Untuk menu burgernya ada tiga yang recommended: The Yolk, Redemption, dan Multisensory.
    Gue coba pesan yang Multisensory dengan Australian Beef Patty, beef bacon, onion ring, yellow cheddar, DOPE's sriracha dan DOPE's garlic aioli yang terbayang lezat. Minumnya sih teh tawar hangat aja. Nah di sosial media, DOPE selama ini mengkampanyekan makan burgernya dengan sarung tangan hitam coz their burgers could potentially get messy with those kind of stacks. Tapi sayangnya pas kedatangan gue, kami gak diberi sarung tangan karena katanya habis. Sepele memang, tapi gue berharap dapat the whole experience since it's exactly what they've been trying to offer: the burger-eating experience. So that was a tiny turn-off.

    Setelah The Multisensory datang ke meja, gue senang dengan presentasinya yang simpel namun tetap menarik, alas datar hitam ala gastronomical fine dining, presentasi burger dengan isinya yang bertumpuk dengan indah, serta kentang goreng dan chili sauce as the side. Multisensory hadir dengan depth yang beragam dari segi rasa dan tekstur: ada gurih dan crispy dari onion ring, savoury and juicy dari daging pattynya, yellow cheddar juga hadir dengan sensasi cheesy yang unik karena dipadankan dengan sriracha dan garlic aioli. It was nice, walaupun mungkin kalian bisa menemukan burger yang much better when it comes to price to value. Porsinya cukup bikin perut ini terisi, walau bukan sensasi yang kenyang full. Tapi sayangnya kentangnya was such a disgrace, agak letoy seolah udah digoreng duluan dalam batch, sehingga kentangnya gak se fresh burgernya. Kentangnya gak hangat, teksturnya juga gak crispy, malah cenderung soggy.

    Overall, DOPE berhasil memberikan sesasi burger yang overal proper dengan tempatnya yang seru dan pilihan burgernya yang niat, apalagi konsep open kitchen lewat jendela yang menghadap ke dapurnya yang terkesan seperti laboratorium. Plus they also have beers! But please note, style (or in this case: hype) over substance really applies to this brand.

    I usually give you an update (or two, or more) on where I'm dining at, so feel free to follow me on Instagram: @imanuelarnold and hit me up if you got queries regarding one of the places I've had visited.

    Menu yang dipesan: The multisensory

    Harga per orang: Rp. 50.000 - Rp. 100.000
    Makasih Infonya!
    2 pembaca berterima kasih.




  • 3.4  
    Nasi Goreng Pandu Cek Acong B2 [ Pajajaran, Indonesia ]

    Oldskool dan bikin kangen

    Nasi goreng pandu atau biasa disebut Nasi Goreng ala Cek Acong adalah salah satu nasi goreng non halal yang bisa dibilang legend di kota Bandung. Lokasinya di Jalan Pandu, pas di awal jalan kalao belok dari jalan raya pajajaran. Pilihan nasi gorengnyq juga banyak, mulai dari original dengan otak-otak dan daging sampai ada samcan atau jerian lainnya. Dan disini tidak cuma menawarkan menu nasi aja, tapi ada kwetiau atau bihun juga yang malah bisa dikombinasikan sama nasi. Seinget saya tuh tempat ini tutup tiap Selasa malam, jadi keep in mind kalau mau mampir kesini pas selasa (karena gue pernah langsung datang, eh ternyata tutup).
    Buat rasa, sebenernya bukan rasa yang gurih nan sedap yang teramat istimewa buat gue, tapi ada hal yang khas dari sajian disini yang bikin kangen. Mulai dari masaknya yang pakai tungku bara, pilihan toppingnya, aroma masakan apalagi pakai alas daun bikin overall pengalaman makan disini jadi cukup unik walaupun masih ada beberapa penjual nasi goreng non halal tendaan yang juga cukup terkenal di kota Bandung ini. Untuk harga di kisaran 30ribuan, masih masuk akal kok buat seporsi nasi goreng pakai telor dadar. Oiya disini juga ada penjual es jeruk yang jualan es campur/es teler gitu macam es sinar garut, dan kalau makan disini, dessertnya jangan sampai terlewatkan. Nasi goreng pake es jeruk / es campur bikin pengalaman makan nasgor pandu jadi makin lengkap

    Menu yang dipesan: nasi goreng original

    Harga per orang: < Rp. 50.000
    Makasih Infonya!




  • 4.8  
    Kari Kare [ Sukajadi, Jepang ]

    Tersembunyi bukan berarti tak layak disambangi

    Akhirnya mencoba Kari Kare ini setelah pewat outletnya di PVJ namun tertunda karena pandemi. Tempatnya gak terlalu besar untuk makan ditempat, cuma ada sekitar 6 atau 7 meja untuk dine in, dan saat gue makan disini rasanya mereka gak ada ac, atau memang lagi panas aja mungkin. Gue pesan Original Curry dengan pilihan fish katsu, jadi ternyata untu karinya mereka punya 3 pilihan rasa, ada yang original, hawaiian, dan ada juga cheese curry. Lalu buat katsunya kita bisa pilih chicken atau fish. Untuk karakter karinya disini lebih cair dengan warna condong ke kuning, rasanya sendiri lebih light dan creamy. Jadi bisa dibilang bukan kari dengan kuah coklat yang kental seperti di japanese resto. Kalau bisa digambarkan, karakter rasanya punya kemiripan dengan kuah lodeh atau lontong sayur. Porsinya juga full sepiring, untuk gue yang laper saat makan siang kala itu, seporsinya udah bisa bikin gue kenyang. Ada juga tornado curry dengan tambahan omelet diatas nasinya yang akan gue coba saat mampir kesini lagi.

    I usually give you an update (or two, or more) on where I'm dining at, so feel free to follow me on Instagram: @imanuelarnold and hit me up if you got queries regarding one of the places I've had visited.

    Menu yang dipesan: Original Curry

    Harga per orang: Rp. 50.000 - Rp. 100.000
    Makasih Infonya!




  • 4.0  
    Selaras [ Cilaki, Kafe ]

    Nice, but lackluster

    Restaurant review:

    Mampir kemari karena ada teman yang sedang beli tanaman hias, sehingga gue cari tempat nongkrong yang sepi dan menyenangkan buat duduk-duduk nunggu, dan gue merasa selaras inilah tempat yang pas buat ngeteh sore dan menikmati kudapan sore karena di deretan cibeunying ini mostly tempatnya antara sudah familiar atau memang tempat makan berat; dan tempat ini yang belum gue coba. Secara tempat dan tampilan, it's exquisite enough to dine with some friends. Bagian depannya terbuka dengan konsep semi outdoor, sedangkan di bagian belakang seating areanya terasa seperti serambi belakang rumah lama yang menghadap taman yang cukup luas, apalagi karena bangunan hotelnya juga menghadap ke taman yang sama. Ada bunyi gemericik air yang datang dari kolam ikannya. So far suasana disini tenang, baik di area depan ataupun belakang. Overall menurut gue gayanya mengusung konsep kolonial yang memang sudah bawaan dari bangunan utama, tapi mereka cukup cerdas dalam memolesnya dengan sentuhan yang lebih classy. Satu yang berkesan buat gue adalah restroomnya yang rapi dan elegan. Pas liat menu makanan dan minumannya juga terjangkau. Gue cuma pesan Guava Juice, Earl Grey Tea, dan Bruschetta. Bruschetta hadir dalam bentuk empat irisan roti baguette yang diatasnya ada tomat, irisan smoked beef, dan melted mozzarella dengan taburan parsley sepertinya. Rasa bruschettanya klasik, nothing really special, yet nothing wrong, just basic. Service disini juga cukup menyenangkan dengan staff yang responsif dan gue suka dengan bagaimana mereka handle order gue. Contoh: jus jambu tanpa gula dan sedikit es, it came just as I wanted, bahkan mereka inisiatif kasih gula cair terpisah. Namun sedikit hal yang janggal buat gue adalah saat mau minta refill air panas buat teapot yang menurut penjelasan staffnya, isi teapot itulah yang sudah menjadi refillnya, memang sih cangkir gue datang dengan keadaan terisi teh. Singkat cerita teapotnya gak bisa direfill, which was no big deal. Beda tempat, beda peraturan juga mungkin ya, apalagi kebijakan kayak gini juga diterapkan di satu atau dua tempat yg pernah gue sambangi di jakarta. Overall tempatnya nice, apalagi buat kalian yang cari suasana tenang. Tapi dari segi tempat, there's not enough excitement for me to come visit this place twice.

    I usually give you an update (or two, or more) on where I'm dining at, so feel free to follow me on Instagram: @imanuelarnold and hit me up if you got queries regarding one of the places I've had visited.

    Menu yang dipesan: guava juice, Earl Grey Tea, Bruschetta

    Harga per orang: Rp. 50.000 - Rp. 100.000
    Makasih Infonya!
    1 pembaca berterima kasih.




  • 3.8  
    Kue Westhoff [ Sarijadi, Toko Roti dan Kue,Kafe ]

    Bakery turns into coffeeshop?

    Gue sering lewat toko kue westhoff setrasari ini sudah cukup lama, tapi memang agak bingung ini sebenernya toko kue apa coffeeshop. Alhasil setelah hampir 3 tahun hanya melewati saja, gue mampirlah kemari. Tempatnya strategis buat area setrasari, pinggir jalan banget dan mudah ditemukan. Interiornya menurut gue agak rustic barn dan industrial, jadi akan banyak bata merah, lighting berbahan dasar logam yang disepuh hitam, dan juga lighting yang warm. Ternyata toko ini memang mostly jualan kue, baik basah maupun kering yang memang sudah terkenal di jalan Westhoff sendiri di kota Bandung. Tapi gak hanya itu, mereka jualan kopi juga, bedanya ada semacam corner tersendiri dimana kita bisa pesan lewat baristanya, bisa dibilang cukup niat sampai ada espresso machinenya segala. Satu hal yang perlu diketahui adalah tempat ini gak ada ACnya, jadi semua mengandalkan kipas angin dan cuaca hari itu. Tapi gue sendiri cukup nyaman berada disini, apalagi dengan jendelanya yang luas dan ada gordennya juga. Hari itu gue cuma pesan Americano, dan layaknya kopi hitam berbasis espresso lainnya, karakternya ya masih mirip-mirip lah ya. Karakter yang mana emang gue suka, bold, full body, dan condong ke earthy.

    Overall gue cukup puas dengan kunjungan hari itu. Apalagi tempat ini menawarkan pengalaman ngopi pada level yang berbeda dengan kafe kebanyakan: esensial dan gak terlalu banyak gimmick.

    Menu yang dipesan: Americano

    Harga per orang: < Rp. 50.000
    Makasih Infonya!




  • 4.4  
    Gramasi Coffee [ Cikini, Kafe ]

    Small yet cutting edge

    Gue awalnya tau tempat ini dari seorang coffee addict (@tantengopi) di sosmed. Kebetulan gue udah lama gak lewat daerah cikini, jadi tertariklah gue untuk coba tempat yang katanya menghadap langsung Stasiun Cikini ini. Singkat cerita, suatu sore di hari Minggu terbersitlah ide dari seorang teman untuk ngopi disini dan gue iyakan. Ternyata memang tempat ini menghadap persis Stasiun Cikini, tepatnya di deretan toko emas yang biasa disebut menteng prada, kalo dari arah bubur cikini tinggal maju sekitar 200 meter. Gramasi Coffee ini terbilang mungil dengan fasade yang terlihat modern dan hangat walaupun menempati bangunan yang bisa dibilang vintage. Aksen lampu dengan warna yang warm dari tulisan GRAMASI COFFEE pada fasad depan juga memberikan unsur chic dan edgy. Memasuki kafe ini, nuansa minimalis industrial terasa dari ubin semen dan dekor dengan unsur kayu dan besi. Ruangan terbagi dua, jadi begitu masuk kita disambut dengan ruang non smoking sekaligus kasir dan area bikin kopi, tipikal lah. Ada sekitar 3 meja dan ada juga1 meja panjang yang nempel di tembok ala bar gitu yang menghadap jendela keluar. Di sebelah kiri dari pintu masuk ada ruangan yang sepertinya smoking area, karena terdapat jendela-jendela kecil buat sirkulasi udara ke dan dari luar. Ukuran smoking area juga ga terlalu besar, mungkin hanya terdapat 4 atau 5 meja. Gue pesan Hot Black Coffee seperti biasa, karena hot black coffee adalah kunci dan juga pondasi buat gue untuk menilai suatu tempat. Overall gue suka dengan tastenya yang earthy dan bold pada bodynya. Secangkir kopi hitam harganya 27 ribu rupiah termasuk pajak - dan juga service kali ya- yang sebenernya masih terjangkau, tapi gak murah juga. In short, this place got some nice ambiance and coffee, so I definitely look forward to spend some afternoon for a quick coffee talks with some pals.

    And oh, I usually give you an update (or two, or more) on where I'm dining at, so feel free to follow me on Instagram: @imanuelarnold and hit me up if you got queries regarding one of the places I've had visited

    Menu yang dipesan: Hot Black Coffee

    Harga per orang: < Rp. 50.000
    Makasih Infonya!
    2 pembaca berterima kasih.




  • 4.2  
    Pen Tan Dimsum Bar [ Kuningan, China ]

    Chinese dim sum with a twist

    I came here thanks to their social media ads, their offer on AYCE dimsum was so intriguing. "Why not?“ so I said. First of all, theis social media game was on point: cheeky yet cheap humor, fast response in direct messaging, and follow up call the day before my reservation day. The spot is located on the back area of The East building. My first impression was this place utilizes such a compact and simple area with almost no partition, so basically it's like a small hall with chinoiserie decor. The there was a (supposedly) ground-level mini stage with PENTAN neon art on one side, and small bar area on the other side. And I need to mention that the olace has two entryway: one from the outdoor area, and the main entrance is from the office building area. Besides their AYCE dim sum promo, their cocktail and beer selection was interesting. I underestimated their Truffle Bao which in the end turned out to be one of my favorite. My note would be that their dumpling variants felt a little 'dough-ey' like there's a trace of slightly undercooked flour in their dumpling skin like ha kao, siu mai, and xiao long bao. Please keep in mind that I was one of their first customers on that Saturday. Made a 11 AM reservation for that day. On a different batch of order, their xiao long bao's skin was perceived to be slightly overcooked that made the skin fragile when I was taking the dumpling out of the paper lining from the steamer basket. So I hope they can work on their quality control and consistency. Taste wise, the dishes were all good! Although some menu are not available for the AYCE promo, there were still many that you can pick. My recommendation would be their seaweed hakau since it was nicely cooked, not undercooled nor overcooked, and also the texture of the skin was softer as well with that jelly-like texture for the skin. Another highlight would be their truffle bao with (supposedly) sprinkled truffle powder on top to let you know which one is which. The filling was rather savory with of course truffle notes followed by a hint of garlic as well as diced mushroom inside. Don't get me wrong, it's not that thei siu mai or ha kao was a failure, it's more because they've got some point to be improved, but I can assure you that their siu mai and ha kao, and practically any other dumpling were tasty. And oh, you can find chili oil on tour table just like any other chinese dim sum restaurant would provide as a condiment. Let me tell you something: that made everything better. Not only it being mildly hot and savory, but you can also notice something like dried shrimp, or better known as Ebi that gave the chili oil a twist. As for the service, the staffs were all great and responsive. They've managed to accommodate our expectations of what a dim sum restaurant should be, in a more contemporary approach. So kudos for the great work!

    I usually give you an update (or two, or more) on where I'm dining at, so feel free to follow me on Instagram: @imanuelarnold and hit me up if you got queries regarding one of the places I've had visited.

    Menu yang dipesan: AYCE dim sum

    Harga per orang: Rp. 100.000 - Rp. 200.000
    Makasih Infonya!
    2 pembaca berterima kasih.