Jessica | IG: @snapfoodjourney

Restoran masakan Thailand di PIK, dengan suasana kafe dan memiliki interior patung gajah dan bendera Thailand, yang juga menyajikan dua menu "rahasia" (tidak ada di menu) non-Thailand yang menjadi favorit: pork knuckle dan gyu tan don. Pork knuckle sendiri sangat besar dan bisa buat berempat, namun saya tidak memesannya (selain karena saya menghindari menyantap babi). Akhirnya saya pun memesan gyu tan don. Gyu tan don di sini bisa dipilih antara pakai telur atau tidak, dan kepedasannya pun bisa diatur. Saya memesan yang tanpa telur dan tidak pedas.
Mungkin karena diantara kami (saya makan dengan 13 orang lainnya) banyak yang memesan gyu tan don, maka porsi yang kami dapat cukup kecil dibanding biasanya, menurut teman saya yang sering ke sini dan memesan menu ini. Rasanya lumayan enak sebenarnya. Lidahnya cukup empuk dan saya suka teksturnya, pas disajikan dengan nasi putih hangat dan irisan daun bawang dan seledri.
Namun, sedikit rasa kecewa timbul ketika mencicipi makanan teman saya berupa kao pud duck (nasi goreng bebek) yang menurut saya enak, lebih enak dari gyu tan don, dan porsinya lebih besar dari gyu tan don. Pun ketika mencoba makanan lainnya seperti pud see ew (kwetiaw goreng Thailand) yang juga porsinya lebih besar. Kekecewaan lainnya timbul ketika melihat harga beberapa makanan dan minuman naik dari 10-40% tanpa pemberitahuan. Harganya jadi agak overpriced menurut saya dengan porsi yang sedemikian.  

Cheese tart memang salah satu makanan yang sedang tren saat ini. Hal ini disadari pula oleh Sour Sally, yang akhirnya membuka usaha baru mereka yang memiliki spesialisasi dalam cheese tart, Tokiosei. Berlokasi di lantai 2 Emporium Pluit, tepatnya di depan Shaburi, Tokiosei cukup eyecatching dengan stand yang menampilkan cheese tart aneka warna penggugah selera. Sayangnya, saat saya datang di siang hari, tidak semua cheese tart yang sudah dibuat dipajang di etalase. Jadi, saat saya membeli black yuzu, tinggal ada 2 black yuzu yang ada saat itu. Namun, saat saya selesai membeli, barulah dikeluarkan black yuzu sisanya yang disimpan. Hal ini menjadi salah satu poin minus di Tokiosei menurut saya, karena memberi anggapan bahwa cheese tart yang saya pilih jadinya kurang baru. Semoga diperbaiki ke depannya.

Tokiosei menyajikan cheese tart dengan rentang harga 15 hingga 23 ribu rupiah, harga yang standar untuk cheese tart. Namun, saat saya perhatikan dengan lebih seksama, ukuran cheese tart di sini sepertinya agak sedikit lebih kecil dibandingkan di tempat lain.

Ada 5 rasa yang ditawarkan, yaitu original, black yuzu, matcha, strawberry, dan taro. Saya hanya mencoba yang black yuzu saja, yaitu signature tart mereka (23 ribu rupiah). Tekstur dari kulit cheese tart ini crispy, mengingatkan saya pada cheese tart milik salah satu bakery yang sempat saya bahas sebelumnya. Tidak banyak cheese tart yang memiliki tekstur kulit seperti ini setahu saya (sejauh yang saya coba, umumnya kulit cheese tart cenderung bertekstur "nge-prul"), dan saya suka.

Untuk isinya, meskipun black yuzu ini memakai charcoal dan diolesi selai yuzu dan potongan yuzu di atasnya, kejunya tetap terasa cukup kuat. Rasa manis lebih mendominasi. Yuzu yang menjadi topping membuat cheese tart ini memiliki rasa manis, asam, dan asin. Cheese tart-nya pun tidak bikin eneg.

Apakah akan kembali ke sini? Mungkin, untuk mencoba varian rasa lainnya.

Ayam presto yang sudah cukup lama berdiri di Sunter. Tempatnya strategis di pinggir jalan, terletak di ruko-ruko yang berseberangan dengan Sunter Mal. Seringkali saat saya melewati tempat ini, tidak banyak orang yang sedang makan. Namun, ternyata makanannya cukup di luar ekspektasi.

Saya mencoba ayam presto gorengnya (takeaway). Daging ayamnya juicy dan tulangnya, seperti ayam presto pada umumnya, sangat empuk hingga bisa dimakan. Rasa ayamnya cukup gurih. Untuk sambalnya, saya rasakan cukup pedas walau didominasi rasa manis. Lumayan cocok sebagai pendamping ayam prestonya.

Walau bukan ayam presto terenak yang pernah saya coba, tapi lumayan untuk dijadikan lauk makan nasi.

Tempat makan bakmi di Kelapa Gading ini terletak persis di seberang apartemen Wisma Gading Permai. Saya datang sekitar jam setengah 5 sore dan pengunjung sudah sangat ramai sampai kesulitan mendapat parkir. Tempatnya tidak terlalu luas.
Untuk makanan, saya memesan bakmi karet ayam. Pelayanannya amat cepat, sepertinya mereka sudah membuat banyak porsi sekaligus. Porsinya agak kecil menurut saya, kurang mengenyangkan. Toppingnya sederhana, hanya daging ayam dan sayuran.
Mungkin ini pengaruh lidah saya saja atau bagaimana, tapi menurut saya bakminya agak tawar, kurang wangi dan terasa kurang bumbu. Minyaknya juga kurang terasa. Namun, kekenyalan mi lumayan pas, dan kuahnya berasa ayam banget.
Untuk harganya sebenarnya cukup sesuai, namun mungkin kurang worth dengan porsinya yang kecil. 

Mie yang cukup terkenal di Kelapa Gading, sudah berkali-kali mencoba tapi lupa me-review terus. Bakminya ada bakmi lebar dan bakmi biasa, dan menurut saya teksturnya agak sedikit lembek, tapi mungkin seperti itu karena terlihat kalau mi ini tidak memakai air abu maupun pengawet (saya membeli mi mentahnya dan hanya bertahan selama seminggu, kemudian warnanya berubah menjadi lebih gelap). Meski lembek, namun terasa agak licin, sehingga ini yang membedakan antara bakmi di sini dengan bakmi di tempat lain. Untuk toppingnya, saya merekomendasikan ayam crispy. Topping satu ini unik dan jarang ditemukan di tempat bakmi lain. Rasanya juga mantap. Topping lain juga tak kalah enak.