Jessica | IG: @snapfoodjourney

Dunkin Donuts sudah berdiri di Emporium Pluit sejak lama, namun saya baru mencoba lagi akhir-akhir ini. Saat ini sedang ada promo beli 9 donat gratis 3 donat dan minuman dari Debit BCA. Saya memesan Dunkaccino Avocado untuk minumnya, dan untuk donat saya sempat menyantap green tea mochi (sisanya dibagi ke yang lainnya).
Green tea di donatnya cukup berasa, namun terlalu banyak gula sehingga sensasi manis dan pahit seperti "berkompetisi" di lidah. Teksturnya agak keras. Sedangkan untuk Dunkaccino Avocado, gulanya belum diaduk dan menumpuk di dasar. Rasanya juga terlalu manis sampai bikin sakit leher. Overall not recommended.

Restoran makanan khas Solo di Sunter yang terkenal sampai di luar Jakarta. Pusatnya ada di deretan ruko seberang Sunter Mal, tapi bukan di situ tempat saya makan. Saya makan di cabang pertamanya, juga di Sunter, tepatnya di dekat hotel Ibis.

Cabang Dapur Solo ini lebih besar daripada pusatnya, berada di satu area tersendiri dan tempat parkirnya luas. Suasana tradisional dan modern sangat terasa ketika memasuki restoran.

Saya memesan garang asem ayam, lontong Solo, nasi langgi spesial, dan rawon. Untuk garang asem ayam, kuahnya sangat gurih sekaligus asam yang menyegarkan, cocok berpadu dengan ayam yang ada. Ayamnya cukup besar, namun ini bukanlah lauk untuk makan tengah. Untuk lontong Solo, sebenarnya lumayan gurih dengan aroma kunyit mendominasi, namun porsinya cukup kecil dan lontongnya pun keras. Sedangkan nasi langgi spesial cukup bermacam-macam lauknya, namun sayangnya saat itu nasi kuningnya sedang habis jadi tinggal ada nasi putih saja. Porsi lauknya pun sedikit dan rasanya tidak spesial menurut saya. Terakhir, rawon merupakan favorit saya di sini. Kali itu adalah pertama kalinya saya mencoba rawon. Bumbunya cukup kental, kaya rasa, dan meresap ke nasi.

Dengan tambahan nasi putih pun, porsi makanan yang ada sayangnya cukup kecil dan tidak sesuai dengan harganya. Makanan yang ada seharga mulai 35 ribu rupiah, dan tidak mengenyangkan meskipun dimakan individual (kecuali nasi langgi, mungkin). Rasanya juga tidak seenak ekspektasi saya, melihat betapa terkenalnya restoran ini. Pelayanannya pun agak lama saat itu.

Salah satu martabak klasik termahal di Jakarta. Saya memesan ini kemarin. Memesan jam 5 sore dan pesanan baru diantar jam 8 malam saking ramainya.
Khas dari martabak ini adalah isinya dan menteganya yang sangat berlimpah. Satu potong saja sangat mengenyangkan, tapi selalu ingin menambah lagi dan lagi walaupun sudah kenyang. Walaupun harganya mahal (240 ribu untuk 2 loyang), namun melihat isinya saya sangat puas. Kulit martabaknya juga lembut di mulut dan juicy.   

Restoran ini cukup strategis, dimana lokasinya sejalan dengan restoran lain seperti Ta Chia, Eaton, Bakmi Abadi maupun Penang. Restoran ini menyajikan masakan China, khususnya lebih ke arah masakan Khek (kalau saya tidak salah sebut). Restorannya sendiri cukup luas dan sederhana.

Saya pernah beberapa kali makan di sini, dan menu yang saya rekomendasikan adalah: 

1. Ayam kiamboi: ayam tanpa tulang yang diberi tepung dan digoreng, lalu diberikan saus kiamboi. Kulitnya crunchy, isinya cukup lembut, dan berpadu dengan saus kiamboi yang memiliki cita rasa unik.

2. Lindung cah fumak: yang saya suka di sini adalah lindungnya sangat crunchy, tapi juga tidak terlalu keras. Menu ini biasa saya pesan juga di beberapa restoran lain, dan ada beberapa restoran yang lindungnya empuk tapi tidak crunchy, maupun crunchy tapi tidak empuk. Restoran ini menyajikan tekstur lindung yang pas. 

3. Hotplate tahu: makanan favorit saya di sini. Tahu lembut dengan rumput laut di atasnya, diberikan saus, yang disajikan dalam wajan hotplate dengan dasar telur dadar. Saya sangat suka telur dadarnya yang kaya akan rasa ayam, mungkin karena sausnya yang memang kaya rasa. Tahunya juga enak. 

Oh ya, restoran ini memberikan diskon 10% untuk siapapun yang datang dengan membawa tiket pesawat dari Jakarta menuju luar kota/negeri dengan tanggal yang sama dengan tanggal makan di situ. Promo yang unik, mungkin karena lokasinya di Pluit yang dekat dengan bandara. 

Restoran sushi yang sudah cukup lama berada di Grand Indonesia ini awalnya kurang menarik perhatian saya (karena terlalu banyak restoran di Grand Indonesia yang menarik perhatian, hahaha), namun sejak ada promo special winter yang dipajang di depan restoran, saya jadi tertarik mencoba. Restoran saat itu tak terlalu ramai. Suasana restoran terang, cukup simpel dengan bangku kayu, namun tenang dengan diputarnya lagu Jepang dengan melodi yang lembut.
Kebetulan saat itu saya sedang ingin menyantap mi dan semacamnya, maka pilihan saya jatuh pada soba dengan potongan daging sapi dan telur rebus (soba with beef and boiled egg) dengan harga 55 ribu rupiah. Saya juga mencoba sushi mereka yang sedang promo, yaitu sushi kulit salmon dengan mentega yang hanya dibatasi 1 sushi per orang. Sekadar iseng, pikir saya, karena sushi ini hanya 5 ribu rupiah per buahnya.
Sushi datang lebih dulu. Sushinya tergolong sangat enak untuk ukuran sushi seharga 5 ribu rupiah. Ketika dimakan, salmon yang ada serasa lumer di mulut dan mentega yang ada menambah gurih cita rasa salmon.
Tak lama, soba yang saya pesan datang. Sobanya lumayan enak. Daging sapinya tak terlalu banyak namun cukup memuaskan. Kuahnya sendiri tidak asin, namun di lidah saya cukup gurih. Bagi penggemar asin mungkin harus menambahkan shoyu agak banyak. Telurnya tak ada yang istimewa.
Satu hal yang saya senangi di sini adalah ocha yang gratis dan bebas refill. Ocha di sini kurang berasa tehnya karena cukup encer, namun lumayan daripada tidak refill sama sekali, hehe.