Micwengeneral B

MADAME DELIMA = LA MADAME + MERADELIMA? ● Saya dibuat supaya tidak ambigu antara Madame Delima dan Meradelima oleh PergiKuliner, thank you undangan Alfanya, PergiKuliner!
Pertama - tama, Alfa kali ini terjadi di Madame Delima, Cikini. Acara Alfa ini displit dua, sesi siang dan sesi sore, saya mendapat jatah siang. Alfa diisi dengan pembukaan, lalu 2 sesi game sekaligus sembari mencicipi hidangan dari tim Madame Delima yang berupa prasmanan, kemudian ditutup sesi foto - foto bersama. Mungkin begitu alur ceritanya, ya.
Lalu, bagaimana tempatnya?
Tempatnya ok, cuma menurut saya lama - lama mirip JJ Royal, ya. Bedanya di dindingnya, di Madame Delima dindingnya simpel, kayu. Tempatnya tidak terlalu ramah kursi roda - saya perhatikan di depan restoran ada sebuah anak tangga.
Prasmanannya juga membosankan. Prasmanannya tidak terlalu beda dengan katering yang biasa saya nikmati saat undangan - undangan wedding - katering wedding begitupun masih jauh lebih ok (saya bisa memilih magret dan sup lobster di Fairmont untuk paket meeting/wedding buffet).
Mengapa begitu?
Saya mendapat capcay, mi goreng, sup buntut, sapi lada hitam, ikan gurame, ayam bumbu rujak, sate kere, bitterballen, tahu, dan ada satu penutup mirip es campur begitu. Terlalu biasa, ingat ini restoran Indonesia, sangat banyak macam. Apalagi mengingat letak Madame Delimanya. Mungkin lebih baik saran saya kelak kalau sapi lada hitamnya diganti konro atau lidah cabe ijo misalnya, ikannya juga seharusnya bisa ikan woku atau arsik, capcaynya juga diganti selada banjar atau pecel apalah... Kalau perlu tauto.
Walaupun demikian, saya masih bisa memetik 3 poin dari sana, pertama yakni sate kerenya, kedua bitterballennya. Itu saya saluti deh, ok. Apa yang saya dapati di Madame Delima juga jauh lebih baik daripada waktu saya buffet di Ritz Carlton Pacific Place sebelum Pasola, Pacific Restaurant.
Terakhir sebagai penutup, saya sekali lagi sering diplesetkan antara Madame Delima dan Meradelima hehehehe, saya anggap kunjungan ke Madame Delima untuk supaya saya tidak terpleset saja. Dan, kelak di pintu masuk sih saran saya ditambahin sekuriti tambahan, untuk alasan keamanan (bukan pengecekan dresscode, ya).

GARCON = GARÇON? ● Di Plaza Senayan terdapat salah satu kedai yang bernama Garcon. Bersebelahan dengan Tesate, interiornya agak gelap, namun sofanya nyaman. Sayangnya, kulit sofanya sudah agak robek - robek. Dan model rumah makan seperti ini sih sepertinya bukan untuk orang - orang yang sudah lanjut umur, walaupun masih bisa dilewati kursi roda dan troli.
Tapi hidangannya lebih mengejutkan saya. Aneh!
Magretnya kalah dari Fairmont Jakarta punya! Agak lebih bau bebek ya iya. Mahal juga, 178 ribu, walaupun banyak dan pelengkapnya lumayan enak, terutama mini saladnya itu yang menurut saya diberi tambahan lard.
Barramundinya juga agak amis untuk seharga 168 ribu. Padahal sandingannya menarik : gnocchi. Namun, untuk barramundinya itu saya tidak komentar lebih lanjut, deh, karena saya juga pertama kali mencicipi barramundi.
Hot chocolatenya sendiri gebuk pula, 58 ribu dengan volume hanya sekitar 120 - 140 mililiter. Dan semua harga yang sudah saya jabarkan di atas juga belum termasuk tax & servis yang sudah menyentuh 21 persen pula.
Untungnya di Garcon tidak ada dresscode, itu saya saluti, deh. Dan saya disodorkan roti pembuka yang wangi dan renyah. Walaupun demikian, rumah makan ini bukan selera semua orang ya menurut saya, sama seperti namanya yang juga penuh misteri.
Singkat saja, huruf c di nama Garconnya bukan c biasa. Apakah mungkin ç?
(IG Credits : @es_shanghai_aconk)

TON THIP = NO TIP? ● Gerah melihat foodcourt Central Park yang penuh, kami bertolak ke Neo SOHO. Di foodcourt Neo SOHO yang Open Kitchen, ada satu gerai thailand yang bernama Ton Thip.
Kami memboyong pad thai, tom yam, dan saya sendiri membeli nasi apa begitu yang atasnya ayam saus telur asin. Tampang nasinya mirip omurice, harganya sekitar 45 ribu belum tax 10 persen. All in all, hidangannya lebih ok sih daripada kunjungan saya ke Garcon di Plaza Senayan (upcoming review di PergiKuliner). Murah juga.
Tempat foodcourt Neo SOHOnya sendiri juga bersih, sepi, dan saya lebih betah di sana daripada harus mencari tempat lagi di Central Park, sekali lagi. Cuma heran saja kenapa masih belum banyak yang buka di sana.

Saya tadinya kalang kabut melihat tulisan "10 persen servis charge dan prevailing government tax" di menu Pho Street cabang Mal Taman Anggrek yang berdampingan dengan Hong Kong Sheng Kee Dessert ini - artinya 21 persen...
Ternyata totally wrong. Tax & servisnya saya lihat di bill sama saja dengan sebelahnya itu, 7 dan 10 persen. Jadi, untunglah...
Pho nya sendiri lumayan menurut saya. Dan enaknya, saya juga bisa pesan makanan dari sebelahnya itu sih sekali lagi, sama persis dengan yang saya katakan sebelumnya di review Hong Kong Sheng Kee.