Micwengeneral B

Jadi ingat dulu A&W kalau di kampus Binus Anggrek, apalagi jam - jam istirahat, udah ceritanya, pasti rame.

Cuma soal camilannya saya tidak mau berkomentar banyak. Biasa saya pesan mozza burger lalu supnya kalau rehat di sana.

Ya soal burgernya lumayanan saja, lebih enak burger di tempat - tempat lain. Harganya pun agak mahal untuk ukuran kampus, bill saya mencapai 60 ribuan pernah. Supnya pun sifatnya condiment saja.

Paling gampang memang ke A&W ini setiap rehat di kampus sana.

Waktu minggu kemarin tadinya saya mau bertolak dari Pluit Village ke tempat lain, namun mendadak hujan deras.

Akhirnya saya berubah haluan, lalu menjajal yumcha di sini deh, Dim Sum Central, ceritanya. Dia yang di ruko - ruko mallnya itu.

Ternyata ramai juga. Sampai sempat sedikit antri. Dan sayang, dengan situasi ramai begitu, di Dim Sum Central malah diperparah dengan fakta belumnya mereka perihal kompatibilitas dengan Chope dan Eatigo, jadi ruwet.

Untung tidak lama, saya dapat tempat duduk di dalam, di meja kecil yang buat berdua. Suasananya biasa saja, cenderung sempit, ya buat apa juga untuk sekadar yumcha.

Namun jangan salah, di Dim Sum Central ini pilihannya banyak sekali. Bahkan selain dimsum, ada menu - menu utama juga seperti misalnya ayam rebus dsb. Tidak monoton.

Dimsumnya sendiri juga lumayan menarik. Saus kaki ayamnya gurih sekali, siomaynya juga demikian.

Hanya Dim Sum Central ini not perfect, memang. Lo mai kainya agak sedikit berasa gersang, tidak begitu pulen sebagaimana mestinya.

Lalu lamian fishnya juga agak amis, untuk kuahnya. Khusus lamian ini sangat disayangkan amis, padahal minya sudah halus, topping ikan gorengnya garing dan gurih, bakso pelengkapnya pun enak semua. Menjadi berantakkan karena kuahnya itu.

Dan harganya juga tidak terlalu kompetitif walaupun masih dalam taraf terjangkau - pesan 4 macam dim sum dan 1 lamian fish itu beserta teh, 200 ribuan nett. Di salah satu spot dimsum terpopuler di Muara Karang, begini bisa dapat 7 - 8 macam.

Untungnya di sana tidak ada biaya servis. Walaupun ini berimbas kepada pelayanannya yang agak sedikit lambat, terutama dalam mengeluarkan billnya itu.

Dim Sum Central memang belum layak menjadi central capital dimsum, namun bagaimanapun juga ini menarik sebetulnya mereka, tidak monoton.

Untuk melengkapi pengalaman saya akan curry rice, saya siang tadi menghadapi Hoshino Coffee di Lotte Shopping Avenue, selantai Pho 24.

Pertama, mereka mewah. Ada lampu kristal gantung, lalu bangkunya juga hampir sofa semua. Ditambah ramah disabilitas, kenyamanannya menjadi menyolok.

Namun, walaupun nyaman, ternyata hal yang agak berbeda saya temukan di curry rice-nya. Karinya itu tidak segurih yang saya perkirakan, agak sedikit tanggung.

Di sana saya memang memboyong nasi karinya itu yang ditambah pelengkap sufel telur dadar. Dengan harga 95 ribu belum termasuk biaya tambahan 18.25 persen, juga berkaca dari karinya itu, menurut saya yang menarik di nasi karinya hanya sufel telur dadarnya itu yang sebalon.

Sama sufel vanilanya wangi. Namun, begitu ditambah saus cokelat pelengkapnya, rasa sufelnya menjadi mixed bag. Saus cokelatnya agak getir, ternyata setelah saya cicipi secara terpisah. Jadi ini saya salah menanganinya, seharusnya dimakan begitu saja sufel vanilanya itu tanpa apa - apa, membeli sufelnya dengan uang 70 ribu belum termasuk tambahan biaya menjadi seperti salah penanganan hanya gara - gara sausnya itu.

Mereka untungnya tidak sampai taraf buruk yang bagaimana. Toh, mungkin dengan membeli sufel vanila polosnya saja dengan minum menghasilkan memo high tea, ya, bisa jadi.

Namun karena nasi karinya itu yang gagal mencapai ekspektasi, anda belum mencapai pusat untuk nge-hosting saja, Hoshino.

Marché memiliki jaringannya di Lippo Mall Puri, tidak jauh dari lobby Nobu Bank. Namun, karena mereka sampai saat ini belum juga kompatibel dengan reservasi online manapun, maka saya biasanya menyambangi Marché secara langsung.

Mereka sepertinya terbuka dengan penyandang disabilitas. Di dalam sendiri, gerainya banyak konter, mirip live cooking station yang biasa terdapat di buffet hotel (bahkan sampai dessert). Desainnya kasual mirip foodcourt Gandaria City, colorful, dan bersih, walaupun mereka tidak tersedia ruang VIP.

Alur sistem Marché sendiri menggunakan kartu. Saya mengorder menu di masing - masing konter, lalu saya serahkan kartunya supaya semua transkrip order diinput ke kartu tersebut. Setelah selesai, kartunya dikembalikan ke kasir sebagai bahan bill.

Nah, apa yang saya order?

A. Chicken gordon bleu - ayam gordon bleu mereka kurang saya nikmati. Seperti ada sesuatu yang kurang dari ayamnya itu.

B. Rösti dan stroganoff daging sapi - Röstinya lumayan walaupun bukan yang terbaik. Stroganoffnya sendiri creamy, potongan dagingnya empuk dan jamurnya cukup banyak. Harganya 118 ribu belum termasuk pajak.

C. Cheese sausage - sosisnya ini cukup gurih dengan isi keju yang lumer. Namun, karena dihitung per satuan, sosisnya mahal sekali. Sekitar 70 ribuan per buah belum termasuk pajak, yang bahkan menyentuh teritori sosis Paulaner Brauhaus.

D. Fettucini bolognese - bolognesenya lumayan.

E. Salad - saladnya cukup renyah.

F. Brownies - brownies mereka mirip gordon bleunya, kurang lembut dan kurang berasa pulen.

F. Fresh orange juice - jus jeruknya fresh, sekaligus mahal, 80 ribu belum termasuk pajak.

Marché lumayan, namun tidak terlalu terlihat hal - hal yang bersifat outlandish. Kesan saya malah cenderung netral terhadapnya, selain dari sistem kartunya itu yang agak berbeda dari yang lain.

Namun, walaupun netral, Marché memang tidak ada biaya servis. Marché juga secara tegas terdapat fee tambahan untuk, misalnya, wine corkage, 200 ribu. Untuk hal - hal ini mereka bisa lebih terperinci.

Marché sendiri juga cukup banyak promo. Mereka punya promo - promo brunch, lalu saya sendiri pernah mendapat voucher, sehingga gratis kopi di Marché, walaupun pajaknya saya yang tanggung.

Mungkin, di bulan Marché sendiri bisa jadi mereka lebih optimal.

Ya, bukan rahasia lagi bahwa Union mempunyai talenta khusus, yakni di red velvetnya.



Namun, 23 Oktober 2019 bukanlah waktu saya untuk itu. Sebaliknya, tanggal tersebut saya pilih untuk menjajal chicken steak-nya beserta coffee espumanya, di Union cabang PIK Avenue.



Saya tidak menduga suatu hal. Benar, saya mendapat info dari pelayannya, tidak ada dresscode! Berlawanan dengan informasi dari reservasi online Chope mengenainya, dan cabangnya di Plaza Senayan.



Jeleknya, di Union sana juga tidak saya perkirakan sebelumnya akan cenderung mahal, karena tax & servisnya sudah 21 persen. Tempatnya pun gelap dan cenderung sempit, namun anehnya belakangnya terbuka. Agak berbau rokok, memang.



Walaupun begitu, chicken steak-nya lumayan gurih, sih. Ayamnya lumayan banyak, juga, berikut kentang gorengnya. Tampilannya sedikit mirip steak & frites.



Coffee espumanya juga unik. Isinya campuran brownies cokelat, krim kopi, dan espumanya boleh dikatakan manis. Ada lagi model penutup yang seperti ini, uap nitrogen melengkapinya.



Mengenai corkage fee sendiri di Union sana sebesar 250 ribu, tergantung jenis wine dan liquornya apa.



Setidaknya, dengan seluruh informasi yang saya peroleh di cabang PIK ini, saya sementara menahan emosi saya terhadap Union. So, kali ini saya netral.

Mencoba unity Union sana? Mungkin...

Ta-Chia di cabang Pantai Indah Kapuk lebih rumit daripada cabang Muara Karang.

Pertama, mereka tidak mendukung Chope maupun Eatigo. Lalu, tempatnya tidak ramah disabilitas sama sekali, harus naik tangga untuk masuk.

Tempatnya juga terlalu polos walaupun lebar. Dindingnya dibiarkan begitu saja dengan kaca lebar yang menghadap ke luar.

Di cabang Pantai Indah Kapuk ini memang tidak seramai cabang Muara Karang, dengan sapo kaki babi yang masih berasa empuk dan gurih seperti cabang Muara Karang itu. Kuotienya juga cukup enak, buburnya pun wangi sekali.

Namun, untuk nasi lemaknya, walaupun komplit dan memesona, nasi lemaknya itu diganjal oleh waktu penyajiannya yang luar biasa lama. Hidangan kami semuanya sudah selesai dinikmati sebelum nasi lemaknya itu keluar, hampir 40 menit. Intolerable.

Beruntung, harganya cukup menolong situasi. Kaki babinya masih 58 ribu, demikian pula nasi lemaknya, dan itu belum termasuk pajak saja. Dengan pembayaran kartu ATM yang juga wireless.

Nasi lemaknya sangat disayangkan lambat sekali. Padahal sangat mengesankan.

Berbagai macam gaya dari minuman yoghurt yang menyehatkan ditawarkan oleh Yomie's, Lippo Mall Puri yang tampak kece dan feminim ini.

Dan... saya sendiri memilih Yomie's oat yoghurt-nya. Oatnya mirip rice crispy... dengan ditambahnya yoghurtnya itu... jadilah drama yoghurt muesli.

Menyegarkan dengan harga 48 ribu saja. Oat yoghurtnya itu imut sekali, dan di saat yang bersamaan, menyehatkan.

Coffee time break di Lungo Coffee yang berseberangan dengan ruko Miracle/Happy Holy Kids... waktu menunjukkan jam 15.00.

Saya beli saja vietnam coffee-nya, 25 ribu. Lumayan, namun gelasnya panas sekali.

Saya juga iseng ngemil kentang gorengnya. Kentang gorengnya bukan homemade kelihatan, model fries bergelombang gitu, beberapa fries bekuan juga begitu tampangnya. Kentangnya juga tidak begitu banyak.

Tempatnya kecil namun up to date, ada rak pajang berisi majalah - majalah. Sayang nggak terlihat majalah Autocar maupun Tempo/Gatra ya, atau mungkin di mejanya ya.