Jessica | IG: @snapfoodjourney

Pelopor kopi susu kekinian di Jakarta. Tempatnya kecil, nyaris tidak terlihat kalau tidak teliti karena logonya juga hanya satu boks lampu kecil. Tapi dari tempat sekecil itu, hype-nya luar biasa.
Saya mencoba es kopi susu tetangga (18 ribu rupiah) dan juga kopi 3 in 1 bubuk (5 ribu rupiah untuk 50 gram). Es kopi susu tetangga rasanya unik, beda dari kopi susu umumnya, karena menggunakan gula aren. Cita rasa kopinya juga cukup strong dan terasa pas. Untuk kopi 3 in 1 bubuk, saya paling suka menyeduhnya dengan susu kedelai panas. Kopi yang cukup strong, susu bubuk yang gurih, dan gula yang tak terlalu manis berpadu dengan susu kedelai menghasilkan cita rasa yang mampu membuat saya meminumnya setiap hari (sampai kadang sedih karena tiap Sabtu, Tuku tutup). Saya lebih suka kopi bubuknya karena selain bisa ditakar sendiri, rumah saya dan Tuku cukup jauh sehingga jika menggunakan jasa antar pun esnya biasanya sudah mencair, walau tetap enak. Berikutnya saya akan mencoba Cipete blend (6000 rupiah per 20 gram) maupun Tetangga blend (5000 rupiah per 20 gram) jika ada kesempatan.

Restoran bakmi yang satu ini sedang cukup populer karena menjadi 3 besar dalam sebuah kompetisi bakmi yang diadakan di Kelapa Gading. Alasan itu yang membuat saya tertarik mencoba bakmi ini.
Tempat bakmi ini cukup strategis yaitu di daerah Elang Laut, tepatnya di seberang Fuwa-fuwa dan bertetangga dengan Ezo Cheesecakes. Dari kejauhan logo restoran yang bernuansa hijau sudah terlihat.
Masuk ke dalam, interior restoran ini di atas rata-rata restoran bakmi pada umumnya, bahkan lebih mirip interior kafe. Suasana nyaman dan bersih, dan terdiri atas 2 lantai. Saat saya ke sini di pagi hari, restoran ini tak terlalu ramai.
Saya memesan 2 original noodle, dimana satunya berharga 28 ribu rupiah. 1 original noodle bertopping halal (ayam dan potongan pangsit goreng serta caisim), memakai minyak sayur, dan bakmi keriting hijau (tapi tidak bisa 100% halal, karena saat memasak tidak dipisah antara yang halal dan non halal. Saya mencoba ini berhubung saya tidak terlalu suka babi juga). Sedangkan satunya non halal (daging babi, ampas babi, babi merah, dan caisim), memakai minyak babi, dan bakmi lebar hijau.
Keduanya datang dalam waktu yang lumayan cepat. Untuk bakmi original non halal, enak dibandingkan bakmi di tempat lain. Tekstur mi lebar agak lembek namun masih dapat ditoleransi. Caisim yang dicampur ke adonan mi hijaunya tidak terasa. Toppingnya juara, terutama ampas babinya (di sini kita dapat menambah porsi ampas babi juga kalau mau), tidak terlalu keras dan seimbang dengan tekstur bakminya. Bumbunya juga gurih, tetap terasa kuat walau dicampur dengan kuah.
Untuk bakmi halal pun tak kalah enak. Kekenyalan ayamnya pas dan tetap pas dengan bakminya. Untuk bakmi keriting lebih enak dibanding bakmi lebar, dengan kematangan sempurna. Pangsit goreng juga cocok dimakan dengan bakminya. Untuk bumbu rasanya tak terlalu jauh berbeda dengan bakmi yang non halal.
Overall bakmi di sini memuaskan, dan berharap semoga mereka juara dan membuka cabang di Kelapa Gading :) Wajib coba untuk pecinta bakmi non halal.

Kedai Locale persis terletak di sebelah Bakmi Zhou, dengan plang nama bernuansa hitam merah yang cukup menonjol. Suasana nyaman begitu terasa ketika memasuki restoran yang interiornya lebih mirip kafe ini, bahkan ketika restoran ramai pengunjung. Untuk makanan, harganya cukup terjangkau, apalagi sedang ada diskon 30% untuk semua makanan dan minuman.
Saya mencoba nasi goreng kampung dan bakwan jagungnya. Untuk nasi goreng, porsinya terbilang kecil, namun rasanya menurut saya enak, apalagi ditambah dengan telur mata sapi yang memiliki kuning telur setengah matang namun bagian putihnya super crispy. Sayang telurnya terlalu tawar. Bakwan jagungnya keras dan rasanya so-so.
Ke sini lagi? Mungkin, kalau masih diskon 30%. :D  

Restoran terkenal di Senopati yang menyajikan makanan khas Korea. Dari tempatnya, dari kejauhan tak terlalu terlihat karena plang namanya yang menurut saya kurang mencolok (ditambah mungkin karena saya jarang main ke daerah ini, jadi agak buta arah), jadi harus memerhatikan dengan lebih teliti untuk melihat tempatnya. Saya ke sana pada jam makan siang, weekday, dan cukup ramai, 95% pengunjung saat itu adalah orang Korea atau setidaknya, orang yang berbicara menggunakan bahasa Korea. Serasa berada di Korea Selatan.
Area restoran ini terdiri dari 2 lantai dan di tengah antara lantai 1 dan 2 pun terdapat ruang makan juga, jadi seakan-akan ada 3 lantai. Restorannya cukup luas, dan mereka menyediakan free kimchi serta teh dingin yang rasanya unik sekali dan cocok disajikan dengan hidangannya. Hal favorit saya juga adalah, mereka menyajikan alat makan yang direndam dalam satu wadah yang berisi air panas. Jadi, kalau saya makan di luar, saya biasa meminta air panas kepada petugas untuk mencelupkan alat makan saya agar lebih "steril". Di sini, tidak perlu minta seperti itu. Ini poin plus yang sangat saya hargai dan sebaiknya ditiru oleh restoran lain.
Saya memesan 2 menu:
1. Tangsuhyuk: semacam "babi atau ayam kuluyuk" istilahnya, kalau di Chinese food. Daging babi atau ayam yang dibuat fillet, digoreng tepung, lalu diberikan saus asam manis. Yang membedakan dengan kuluyuk di Chinese food adalah isi sausnya, kalau ini isinya lebih kepada bawang, di saat Chinese food biasanya sayuran seperti paprika, tomat, dan sebagainya. Untuk yang baru pertama mencoba makanan Korea, makanan ini wajib coba karena cukup "comfort food" terutama untuk yang sering makan di restoran Chinese food.
2. Jjajangmyeon: mi dengan tekstur mirip ramen berbumbu saus kacang hitam dengan bawang bombay dan daging ayam atau babi. Saya sudah lama ingin mencoba ini, termasuk saat saya ke Korea Selatan beberapa waktu lalu, namun tak kesampaian. Tapi, saya rasa hidangan di sini cukup otentik. Ketika saya membaca deskripsinya, saya terbayang rasa mi ini cukup asin karena biasanya saya memakan hidangan dengan kacang hitam rasanya asin. Ternyata sama sekali tak asin bahkan cenderung tawar, namun tetap gurih dan nyaman di lidah. Irisan dagingnya juga pas dan tak terlalu berbumbu, namun nikmat dan malah menampilkan cita rasa murni dagingnya.

Porsinya cukup besar. Terlalu banyak untuk 1 orang namun terlalu sedikit untuk 2 orang. Harganya cukup mahal, namun saya rasa sebanding untuk keotentikan menu dan rasanya. Saya suka bagaimana mereka menyajikan makanan yang rasanya tak terlalu kuat namun nyaman di lidah. Ke depannya mungkin akan ke sini lagi mencoba menu lainnya.

Saya mencoba beberapa menu dari foto-foto yang diposting berikut (tidak semua):
1. Linguine Mari e Monte: spaghetti berisi kerang, udang, tomat, dan zucchini. Cita rasanya unik dengan rasa asam, gurih, dan sedikit pedas. 

2. Chic Magnet: lumayan enak dengan porsi besar dan mengenyangkan. Hanya saja, seladanya terlihat kurang menggoda di mata saya, jadi terpaksa saya buang seladanya. 

3. The Butcher: (mengandung babi) Telur mata sapi setengah matang yang ada di tengah pizza begitu menggoda. Pun dengan keju yang melimpah. Kalau Anda tidak memiliki pantangan dengan babi, pizza yang satu ini sangat direkomendasikan. 

4. Pork belly: (mengandung babi) Saat teman saya memesan hidangan ini, kebetulan kacang yang digunakan diganti dengan mashed potato atau french fries. Rasa babinya terlalu asin. 

5. Pork chops: (mengandung babi) kata teman saya yang mencoba ini, sih, not bad. So-so.
Untuk minumannya, saya memesan creme brulee mocha (tidak ada di foto). Lumayan suka, namun sayang esnya kurang banyak. Buat teman nongkrong kalau mau berlama-lama, minuman ini salah satu pilihan yang oke karena lumayan mengenyangkan juga. 

Kesimpulan: mungkin bakal balik ke sini suatu hari nanti untuk mencoba variasi hidangan bebek yang ada, terutama pizzanya. 

Makanan dengan topping saus telur asin memang sedang hype dari beberapa waktu lalu. Salah satu yang cukup terkenal adalah Eatlah yang menghidangkan nasi dan daging saus telur asin, entah ayam atau dory. Hidangan ini disajikan juga dengan telur setengah matang. Bagaimana rasanya?
Saya mencoba Eatlah via pesan antar. Saya memesan nasi ayam telur asin porsi regular. Harganya kurang lebih 40 ribuan sesudah pajak. Awalnya terdengar cukup mahal, apalagi boks yang datang ke saya ukurannya cukup kecil. Ada lagi yang 2 kali lipat porsinya, seharga 60 ribuan sesudah pajak.
Saya membuka boks tersebut, dan berpikir dugaan saya tak sepenuhnya benar. Isi boks tersebut padat, dan ketika diaduk, terlihat bahwa nasinya tidak seberapa dibanding dagingnya yang sangat melimpah (saya sampai menambah nasi sendiri, dan akhirnya kekenyangan saking melimpah dagingnya). Untuk ayamnya rasanya cukup juicy, dan saus telur asinnya pun creamy dan gurih. Terasa semakin pas jika diaduk dengan telur setengah matangnya. Overall lumayan pantas dicoba. Ingin mencoba yang dory suatu hari nanti.