Fannie Huang||IG:@fiehuang

Kali ini memesan menu via delivery di resto yang satu ini. Kebetulan banget ada promo hemat super murah, beef bowl cuma 19 ribu aja.

Saya memesan :

1. Paket Hemat - Beef Bowl (IDR 19k)

Saya kira porsinya bakal kecil banget, paling cuma 2 atau 3 lembar daging, jadinya saya sampai beli gorengan karena takut ga kenyang. Ternyata porsinya mengenyangkan

Nasinya cukuo banyak dan pulen. Selain itu ketika dibuka tercium aroma daun bawangnya yang wangi. Bisa dilihat di foto, dagingnya banyak dan empuk dengan rasa asin gurih yang meresap ke dalam daging.

Meski sama-sama varians original, namun saya lebih suka ini daripada si Y*sh*n*ya yang rasanya cenderung plain dan aroma sapinya cukup kuat.

2. Gorengan Seafood

Isinya ada bakso ikan yang digoreng. Bakso ikannya cukup padat dan kenyal + tidak berasa tepung banget juga tidak berbau amis.

Gyozanya sendiri cukup renyah meski agak oily dengan isian daging dengan rasa bawang putih.

Awalnya saya merasa penasaran untuk mencoba setelah melihat unggahan salah seorang foodies di Instagram mengenai roti yang sedang hits dari Benedict ini.

Di luar dugaan, harga rotinya tergolong sangat murah untuk ukuran restoran sekelas Benedict. Sebelumnya saya pernah membeli roti Korean Garlic di Instagram di tempat yang bahkan belum memiliki kedai untuk saat ini dan harganya pun sama saja dengan varians termurah yang ditawarkan Benedict.

Terdapat tiga varians yang ditawarkan Benedict, yakni Original (IDR 25k), Truffle Mushroom (IDR 30k) dan Beef Bacon & Cheddar (IDR 30k). Kalau membeli 3 hanya IDR75k saja, sangat affordable, bukan?

Saya memesan melalui situs Hungree dan mengambil langsung di resto dan sangat suka dengan pengemasannya yang sangat rapi. Bahkan saya belum pernah menemukan pengemasan yang serapi ini sebelumnya, mungkin karena sedang pandemi.

Setiap roti dipisah dalam kotak karton dan setiap kotak dibungkus dengan plastic wrap. Kemudian kotak dimasukkan ke dalam paper bag dan ditempel dengan stiker untuk menghindari kontak permukaan kotak dengan udara luar.

Kali ini saya mencoba 2 dari 3 varians yang tersedia, yakni :

1. Original

Ketika saya membuka boks ini langsung tercium aroma bawang putih yang kuat dan sangat wangi.

Rotinya sendiri bertekstur padat dan rasa adonannya tidak manis dengan cream cheese di dalamnya. Menurut saya kuantitas cream cheesenya pas, tidak berlebihan sehingga tidak terlalu creamy dan tidak merepotkan saat dimakan karena tidak berantakan.

Ketika mencoba roti ini pada gigitan pertama, saya merasakan perpaduan roti yang bertekstur padat dengan cream cheese yang creamy serta potongan bawang putih yang cukup banyak dengan rasa bawang putih yang khas serta rasa gurih dari olesan butter pada permukaan roti serta parutan keju di atasnya.

Rasa setiap bahan saling berkomplementasi satu sama lain sehingga tidak ada bahan yang rasanya terlalu dominan. Dengan harga yang ditawarkan menurut saya rasanya sangat sebanding.

2. Truffle Mushroom

Sayangnya saya harus merasa kecewa dengan varians yang satu ini. Dengan harga segini, tentu saya cukup realistis untuk tidak berekspektasi bahwa roti ini akan menggunakan truffle mushroom sungguhan.

Namun dengan harga 30k, saya berharap setidaknya ada aroma trufflenya. Seharusnya masih masuk akal, kan?

Akan tetapi ekspektasi saya runtuh seketika saat saya membuka boks. Tidak ada aroma truffle yang saya bayangkan, yang ada hanya aroma bawang putih seperti varians original.

Saya masih sedikit berharap, bisa saja ada sedikit rasa truffle oil di dalam rotinya. Mungkin saja aromanya memang tertutup oleh aroma bawang putih yang terlalu dominan.

Ketika saya mencoba gigitan pertama, saya merasa rasanya hampir sama dengan varians garlic. Satu-satunya yang membedakan hanyalah adanya potongan jamur pada varians ini.

Hingga akhirnya saya menghabiskan setengah roti ini dan menyadari bahwa tidak ada aroma truffle atau rasa truffle oil dan merasa kecewa. Tidak tahu apakah aroma truffle atau rasa truffle oil (kalau digunakan) sangat samar sehingga saya tidak menyadarinya atau bagaimana? Namun kalau seandainya varians ini dinamakan mushroom dan bukan truffle mushroom saya akan merasa puas.

Glosis merupakan salah satu restoran makanan Western yang telah beroperasi lebih dari 20 tahun yang lalu. Tempat ini juga senpat populer pada masanya.

Di masa New Normal, Glosis menyediakan menu makanan siap saji yang dijual dalam kondisi beku dan bisa dipanaskan kalau ingin dikonsumsi, jadinya bisa dimakan kapan saja dan praktis.

Saya sendiri mencoba memesan salah satu menu melalui aplikasi marketplace.

Saya mencoba :

1. Beef Stroganoff (IDR 70k)

Waktu saya beli harganya lagi super murah, cuma 10k aja . Harga aslinya sendiri 70k.

Porsinya benar-benar mengenyangkan dan nasinya banyak. Bisa dilihat di foto, 2 tempat isinya nasi semua.

Saya sendiri menghangatkan dengan cara dikukus karena tidak punya microwave, berbeda dengan cara panduan. Namun rasanya tetap enak.

Tingkat kematangan nasinya pas karena pada dasarnya memang bukan jenis nasi yang pera dan keras.

Untuk sapinya sendiri sangat lezat. Padahal biasanya saya tidak begitu suka sapi dalam masakan, namun saya malah suja dengan sapi ini karena teksturnya yang sangat empuk dan bumbunya sangat meresap.

Potongan jamurnya sangat banyak dan renyah serta gravynya yang gurih dan kekentalannya pas.

Sangat puas dengan menu yang satu ini dan recommended untuk dicoba.

Sebelumnya penasaran sama cake yang satu ini, namun belum sempat beli karena lagi nggak ke daerah sana.

Pas banget pagi ini nemu cake to go yang lagi promo di salah satu aplikasi Market Place dan jadinya cuma 10k aja.

Saya mencoba :

1. Cake To Go - Pierre (IDR 55k)

Harga aslinya 55k, namun masih cukup affordable.karena kemasannya pun cantik dan bisa digunakan kembali.

Isinya merupakan krim dark chocolate dengan bolu dan sejenis chocolate crumb. Bolunya cukup moist namun tidak terlalu terasa karena krim maupun choco crumb yang lebih dominan.

Namun krim.coklatnya sendiri tidak manis berlebih, melainkan cenderung bittersweet karena menggunakan dark chocolate 60%.

Ukuran toplesnya juga lumayan besar, saya bahkan sharing berdua.

Selain itu tempat ini juga berusaha mengurangi plastik dengan menyediakan garpu kayu untuk menyantap kue.

Resto ini merupakan salah satu hidden gem di kawasan Jakarta Pusat menurut saya. Meski restoran ini tidak populer, namun sangat layak untuk dicoba.

Harga menu di sini tergolong affordable untuk ukuran masakan Manado dan porsinya juga sangat mengenyangkan.

Saya mencoba :

1. Paket Tinoor 2 (IDR 40k)

Satu paket berisi nasi putih, ayam (opsinya rica atau woku, saya pilih ayam woku), sayur (opsinya acar, kangkung atau tumis bunga pepaya, saya milih kangkung), perkedel jagung, sup brenebon dan sambal dabu-dabu serta sambal rica.

Menurut saya harganya sangat affordable karena porsinya sangat besar dan saya bahkan bisa makan 2x. Supnya sampai bisa disisakan buat besok.

Nasinya pulen dan ayam wokunya beneran sungguhan enak, dimakan begitu saja sudah terasa lezat. Ayamnya pun empuk dengan bumbu yang meresap hingga ke daging ayam. Rasa daging ayamnya sedikit manis dengan perpaduan rasa pedas dan gurih dari rempahnya.

Kangkungnya terasa pedas dan gurih serta teksturnya cenderung renyah tetapi tidak alot. Dimakan begitu tanpa nasi maupun sambal sudah enak.

Perkedel jagungnya sedikit oily, namun lumayan renyah dan masih ok karena rasanya asin gurih, tidak plain. Bagian dalamnya juga cukup moist.

Untuk sup Brenebonnya, aromanya wangi dan rasanya sangat lezat. Sebelumnya saya pernah makan di resto lain dan saya tidak suka. Isinya terlalu banyak kacang merah dan cenderung manis dengan tekstur kuah yang kental, saya bahkan tidak sanggup memakan isiannya karena sangat tidak sesuai selera.

So, saya sedikit nekat dengan mempersiapkan kemungkinan terburuk karena mencium aroma supnya yang wangi dan saya yakin gurih. Ternyata, saya berakhir dengan sangat menikmati sup ini.

Isian supnya nggak kebanyakan kacang merah, jadinya nggak kemanisan. Isiannya ada samcan babi yang tidak berbau amis, sedangkan rasa supnya cenderung gurih.

Bahkan sambalnya juga enak, rasanya asin gurih dan pedasnya juga pas dengan minyak dan aromanya wangi meski hanya dicium dari plastiknya.

2. Sate Babi Rica (IDR 12k/tusuk)

Babinya tidak berbau dan cukup empuk dengan bumbu rica yang kaya rasa. Ukuran satenya super besar, jadinya makan sepotong saja juga cukup mengenyangkan.

Personally saya suka banget sama sate ini, bahkan dibandingkan sate babi Ragey.

3. Sate Babi Ragey (IDR 15k/tusuk)

Ukuran satenya super besar, sepertinya 2x lipat dari sate biasa gitu. Untuk sate ini ada lemaknya, jadi nggak full daging.

Aroma bakaran dari satenya wangi dan strong, bahkan saat dibuka dari plastiknya. Setelah dimakan pun masih ada rasa smokeynya dengan rasa yang cenderung sedikit asam dan sedikit hint rasa gurih.

Sayangnya berhubung saya kurang suka lemak babi, saya kurang menikmati sate ini karena potongan lemaknya besar dan ada aroma yang kurang enak buat saya yang memang kurang suka lemak. Namun kalau kalian suka lemak babi bakal suka banget sama ini.

Satu hal yang saya suka, tempat ini juga cukup memperhatikan kebersihan. Disediakan sendok plastik dengan dibungkus tisu dan diberi plastik untuk take away.