Micwengeneral B

Ebisuya Restaurant berada di Bandengan, dekat Jembatan Dua. Interiornya cukup banyak ornamen khas Jepang, ditengah restoran merupakan sushi barnya begitu.

Pertanyaannya, adakah tabir surya di sana?

Saya tidak mau menjawabnya. Tapi, sushi dan ramennya lumayan ok. Ramennya banyak pula, sangat memuaskan dengan harga 88 ribu.

Wagyu hamburgernya juga cukup enak, berdiameter sekitar 10 cm. Harganya juga sama, 88 ribu. Pembuka kentangnya sendiri biasa saja, lebih enak bibigo punya.

Sayang, Ebisuya tidak ramah disabilitas. Di depan saya menyaksikannya dengan jelas, bahwa saya harus menaiki beberapa anak tangga untuk masuk ke restoran yang bersebelahan dengan Meat Me ini. Tax & servisnya 10 dan 6 persen, namun saya juga tidak suka ada pembulatan billing di sana.

Nah, saya pribadi sudah agak lupa mengenai tabir surya seperti apa. Namun, kalau diandaikan, Ebisuya bagai seseorang yang sedang berjemur di siang bolong, terlihat dari lokasinya yang bukan wilayah restoran - restoran (beda seperti misalnya PIK, kita semua tahulah).

Jangan sampai kulitnya gosong saja, ya.

Ta-Chia di cabang Muara Karang ini membuat saya kagum karena kaki babinya. Gurih asin sausnya, seperti sengkel sapi rasa daging kaki babinya. Mengagumkan, sangar.

Kalau bakso ikannya, kuotienya dan yang lain ok juga, sayur seladanya namun masih sedikit getir. Roti bakarnya juga agak bland. Nonetheless, di satu sisi unik juga sih Ta-Chia sana ada menu roti bakar, ini baru di mata saya.

Tempatnya luas dan sepertinya Ta-Chia sana di-rebuilding karena dulunya nggak semegah sekarang. Sayang di Chope maupun Eatigo, tidak ada namanya.

Makan di sana berlima, totalnya 500 ribuan, agak lupa. Saya memang terlanjur fokus ke kaki babinya, ya, kaki babinya itu.

Kita bertiga tergoda dengan promo lunch TGI Fridays di Central Park Mall, yang hanya 69.9 ribu, belum termasuk biaya tambahan 17.7 persen, dan juga adanya rounding bill.

Kita ambil bahama chicken mereka, ternyata menurut saya ayamnya itu agak tawar. Topppingnya yang potongan bawang dan aneka sayuran yang dipotong dadu ini (mungkin salsa) juga tidak banyak membantu. Hanya saus dressingnya yang unik, sedikit berasa garam masala.

Untungnya, ayamnya itu cukup lebar. Burger mereka yang model jack daniels signature cukup bongsor seharga 169.9 ribu, belum nett. Namun, saus jack daniels mereka yang berasa manis sekali, dipisah di burgernya itu, saya tadinya berpikir bakal sudah dioles ke burgernya.

Dan untuk burgernya, perlu diketahui hal ini. Saya iseng - iseng juga membelah daging burgernya itu, dan begitu saya belah, saya cukup terkejut juga dengan daging burgernya.

Masih medium!

Ya, daging burgernya masih sedikit merah di bagian tengahnya. Mungkin hal ini terjadi karena gaya masak burger di negeri asal TGI Fridays yang seringkali cenderung tidak terlalu lama sampai matang betul.

Burgernya sedikit rare, namun tidak untuk suasana tempatnya. Tempatnya di cabang Central Park tersebut malah nyaman dan santai karena sepi, dengan sentuhan kayu di interiornya, dan terpisah dengan bangunan utama mall tersebut. Tidak ada dresscode, juga.

Walaupun nyaman, mereka juga tampak kuno dalam hal reservasi online. Ya, reservasi online manapun belum kompatibel dengan mereka.

Mereka terlihat tanggung untuk memeriahkan weekday dengan promo dan keadaanya itu, walaupun mungkin di hari jumat dan weekend mereka lebih atraktif dan menyenangkan.

-- Terlihat Tanggung Di Weekday. --

Saya sempat melangkah ke TWG di Plaza Senayan, di saat makan siang.

Pertama - tama, saya mereservasinya secara online melalui Chope. Sayang sekali, mereka belum kompatibel terhadap Eatigo.

Setelah melakukan reservasi, saya duduk. Interiornya keemasan dan ramah disabilitas. Namun, saya mendapat meja yang terhalang dengan tiang, sehingga cukup menghalangi saya untuk memanggil pelayan TWG.

Beruntung, tidak lama kemudian saya langsung melakukan order saya di sana. Saya menjajal shortribs mereka, chocolate fondant, dan teh mint mereka, Gnawa Tea.

Gnawa Tea mereka menyegarkan. Bau mintnya cukup tajam dan menyengat di dalam mulut, sehingga cukup meredakan tenggorokan saya yang masih mengalami radang yang cukup parah.

Tehnya sendiri juga sebenarnya banyak sekali pilihan. Dari A sampai ke Z, semuanya tersedia, totalnya mungkin bisa mencapai 200 - 300 jenis.

Mengenai shortribsnya yang saya jajal, saya sudah cukup yakin bahwa shortribs mereka lebih empuk dan lebih lunak daripada yang saya bayangkan sebelumnya. Iga shortribsnya juga besar - besar, sausnya sendiri saya dapati manis, sedikit asam, dan gurih. Seimbang dengan iganya.

Setelah shortribsnya, chocolate fondantnya keluar. Barulah fondantnya ini terlihat agak berantakan. Saya juga kurang menyetujui presentasi chocolate fondant mereka yang menggunakan strawberry puree.

Namun, fondant mereka begitu dibelah, meleleh dengan cantik. Fondantnya juga pekat dengan cokelat, namun tidak pahit. Es krimnya juga unik, sedikit berasa teh. Mungkin es krimnya tersebut terjadi karena esensi asli mereka sebagai gerai teh.

Mengenai harganya, shortribsnya dibanderol 170 ribu, fondantnya 75 ribu, dan tehnya 65 ribu, semuanya belum termasuk biaya tambahan 21 persen. Sayangnya, dengan harga 65 ribu, tehnya tidak bisa diisi ulang, karena isian tehnya tidak dipertahankan dalam pot.

Benar, saya tidak menduga tehnya hanya dihidangkan sekali. Walaupun pot tehnya cukup besar.

Terkadang, ada kalanya saya harus mengalami situasi - situasi tertentu, seperti tehnya tersebut. Bisa juga dikarenakan prosedur yang TWG jalankan di tehnya itu.

Namun, yang pasti, apapun yang saya dapati di TWG, semuanya bisa berkembang berlipat ganda. Apalagi, apabila banyak pengunjung yang akhirnya mengetahui pertunjukan seni teh sebenarnya yang TWG lakukan itu.

-- Twinning Tea. --

Tamu aparthotel Oakwood Suites La Maisons, Melawai, cukup mendapat banyak keuntungan, ya. Salah satunya, mendapat potongan 10 persen di ABRACO Bistro & Bar yang terletak di bawah aparthotel tersebut, sekompleks Glosis.

Promo memang selalu menarik, bukan?

Namun, saya baru mengetahuinya begitu saya sampai di depan ABRACO. Juga, reservasi online Chope belum kompatibel terhadapnya. Lalu, saya mencoba saja masuk, dan untungnya bistronya bersih, sepi, dan...

Smoking room terpisah dari ruangan utama.

Kemudian, saya duduk. Begitu saya buka menu minumannya, ada tulisan corkage fee 200 - 300 ribu, equil natural 35 ribuan, namun, yang mengejutkan...

Jus jeruknya 70 ribu!

Jus jeruknya bahkan lebih mahal dari pannacottanya yang hanya 45 ribu belum termasuk tax & servis 17.7 persen. Untungnya, jeruknya murni dan cukup banyak, memang, 2 kali lipat jumlahnya dari Patio Dining & Venue, Darmawangsa.

Walaupun demikian, hidangannya kurang saya nikmati. Ayam panggangnya yang seharga 105 ribu, belum termasuk tax & servis juga, padahal terdapat embel - embel shallot, namun aromanya tidak mencerminkan hal tersebut.

Cukup amis!

Ya, hanya pelengkap kentang kecil dan saladnya yang bisa saya petik di ayam panggangnya, karena juga terdapat tambahan semacam garam di saladnya. Saya jauh lebih menyukai rosemary chicken di salah satu kafe terbuka di Plaza Indonesia, La Moda.

Pannacottanya sendiri juga terlalu manis, khusus untuk saus stroberinya. Padahal, pannacottanya sudah cukup lembut. Sepertinya sausnya ditambahkan selai.

Akhirnya, saya tidak terlalu menyukai bistro ini. Tempatnya juga walaupun sepi sekaligus tenang, tidak terlihat lantai berbahan kayu. Hanya batu granit gelap.

Saya memutuskan untuk membayar saja bill saya di sana, yang untungnya tidak terdapat rounding. Mesin ATM-nya juga sudah wireless.

Hanya promonya yang menarik minat saya, beserta porsinya di ABRACO. Ya, ayamnya memang dihidangkan setengah ekor. Serta, kebersihan bistronya, apalagi ABRACO juga memanfaatkan tapak meja dari kertas untuk meja saya.

Yang ini dia baru terlihat clever.

IG Credits :
@michael_wen96
@michael_wenadi_2 (FKA @es_shanghai_aconk)