N.A.

Sesuai dengan namanya, kafe ini berlokasi tepat di sebelahnya toko ban mobil. Sebagai patokan, kafe ini tepat berada di seberangnya Hotel Vio Veteran. Kafenya mengusung desain vintage-industrial. Tempatnya menurut saya lumayan nyaman meskipun memang tidak terlalu besar. Tapi karena tempatnya yang tepat di pinggir jalan yang ramai, membuat bagian outdoor kafenya agak kurang terlalu berisik. Selain itu, kafenya juga cuma buka sampai jam 6 sore.

Food and Beverage:
- Espresso On The Rock (22K)
Minuman yang satu ini sangat cocok untuk dinikmati saat cuaca sedang panas karena citarasanya yang benar-benar nyegerin, saya sengaja meminta baristanya untuk menambahkan lemon untuk menambah kesegaran espresso-nya. Selain itu, tipikal olahan kopi seperti ini juga lebih bersahabat dengan lambung saya ketimbang kopi-kopi dengan campuran susu. Selain itu, citarasa kopi lumayan balance, after taste dari espresso-nya juga tergolong ringan, meskipun memang ada sedikit citarasa gosong meskipun memang tidak terlalu ganggu-ganggu amat.

Kedai mie ini menempati bekas tempatnya Gang Nikmat yang dulu berada di belakangnya Toko Kopi Djawa yang Jalan Riau. Desain tempatnya pun hanya mengalami perubahan minor tempatnya masi sedikit pengap, panas, dan sangat sempit. Tempatnya memang agak kurang cocok untuk berlama-lama, selain karena faktor kenyamanannya tapi juga karena demand restorannya yang cukup tinggi sehingga waiting list-nya lumayan banyak. Service di restorannya juga menurut saya biasa aja sih, ngak lama tapi ngak impressive juga. 

- Tsurai Baba (32K)
Menu ini berupa mie yang disajikan bersama daging sapi asap dengan bumbu rica-rica, pakcoy, dan sambal pedas khas Babamie serta dilengkapi dengan kuah kaldu. Mienya tipikal mie kecil yang bening, mienya kenyal dan porsinya lumayan banyak. Kuah kaldunya lumayan gurih, namun agak terlalu lite menurut saya. Selain itu, untuk menu yang mendapatkan label super-pedas menurut saya sambalnya kurang menantang bahkan cenderung mild. Yang special dari menu ini adalah topping daging asapnya benar-benar enak--smokey dan juicy serta dengan porsi yang generous. 

Dari segi tempat sebenarnya bakso ini biasa banget, standar restoran atau kedai bakso keluarga kebanyakan. Saya lebih menyarankan untuk duduk di area outdoor-nya karena area indoor-nya agak sedikit sumpek dan pengap. Tempatnya lumayan nyaman untuk sekadar makan siang atau makan malam, apalagi di area dalam restorannya tidak ada pengamen sama-sekali.

Service:
Yang menurut saya perlu ditingkatkan dari restoran ini adalah pelayanannya. Entah karena waitersnya yang memang kurang atau memang pelayannya yang memang cuek, kalau mau manggil dan minta ini itu suka lama, pake banget. Untungnya food serving-nya tergolong sangat cepat, lumayan mengobati kekecewaan sih ini.  

Food and Beverage:
Setiap kali mengunjungi tempat ini wajib hukumnya untuk memesan Bakso Soun Urat dan Daging (21K). Jangan lupa juga untuk memesan Kriuk-Kriuk (8K) yang sudah menjadi ciri khas dari kedai bakso ini. Yang membuat bakso disini spesial adalah kombinasi antara bakso sapi halus, bakso urat, sou'n, tetelan, tahu, dan kuah kaldu yang benar-benar surgawi. Hanya tersedia satu ukuran bakso yaitu bakso kecil, baksonya pun bukan tipikal bakso yang  kenyal banget tapi memiliki citarasa daging sapi yang intens. Tetelannya juga lumayan generous dan kuah kaldunya benar-benar gurih dan aromatik, tidak ditambahkan bumbu apa-apa pun sebenarnya sudah sangat nikmat. Sensasi menyantap baksonya semakin lengkap berkat crunchiness dari kriuk-kriuk-nya. Yang saya sayangkan hanya satu, porsinya terlalu sedikit. Saya yang makannya tidak terlalu banyak saja membutuhkan dua porsi agar kenyang. 

Yang terlintas di pikiran saya saat mendengar Jalan Sudirman adalah daerah di sekitar atau sebelum Pasar Andir, namun ternyata perkiraan saya terkait lokasi kafe ini ternyata salah, lokasinya jauh dari Sudirman yang saya kira. Jujur, saya yang berdomisili di Bandung Utara sedikit merasa sedang 'in the middle of nowhere!'. Jujur saya tau kafe ini dari Tiktok tapi ngak benar-benar check lokasinya dimana. 

Yang di-highlight dari kafe ini adalah konsep futuristiknya, dimana kafe ini menggunakan salah satu sumber energi dari kafe ini berasal dari solar power--konsep yang masih cukup unik dan sangat perlu diapresiasi. Interiornya lumayan tematik dan tematik, hanya saja beberapa tempat duduknya kurang ergonomis. 

Service:
Di kafe ini hanya berlaku sistem order by app, yang sayangnya tidak membuat proses menjadi lebih efektif, malah sebaliknya. Jujur saya agak malas kalau harus menginstal aplikasi baru lagi ke handphone. Aplikasinya menurut saya masih belum matang, meskipun memesan dari table, pengunjung tetap harus membayar ke counter. Metode pembayaran yang tersedia juga masih terbatas dengan uang tunai dan kartu debit (tetap ke counter). Saya juga tidak yakin kalau app-nya bisa men-track pengunjung duduk dimana karena waiters-nya sedikit kewalahan untuk mengantarkan pesanan. Menurut saya developer app-nya harus belajar dari app-nya 'Warung Tidak Normal' yang benar-benar sudah efektif.

Beverage:
- Signature Latte
Sejujurnya saya jatuh cinta dengan citarasa latte-nya yang enak banget. Latte-nya tipikal yang milky dan creamy. Latte-nya memang cenderung agak manis gitu, citarasa kopinya juga agak tipis tapi magically enak banget. Harganya juga masih accpetable sih menurut saya. It's defintely a Yes!

Sejujurnya saya sangat penasaran dengan restoran Sushi di Wastukencana ini karena setiap kali saya melintas parkirannya selalu penuh. Posisi restorannya tepat berada di seberangnya SPBU Wastu, wajib hukumnya untuk memilih lajur kanan. Tempatnya sih sebenarnya biasa saja, nuansa Jepang-Jepangnya sedikit dihadirkan, namun eksekusinya memang agak sedikit nanggung. Tempatnya nyaman, tidak panas, namun agak sedikit pengap. Yang menurut saya perlu di-improve adalah perkara food-service-time-nya yang agak sedikit lama. 

Food and Beverage:
Sejujurnya saya sedikit surprised dengan harga makanan yang ditawarkan oleh restoran ini, menurut saya harganya relatif sangat affordable. Selain itu, tersedia juga menu dengan porsi 1/2-an gitu, porsi ini lebih pas sih kalau untuk saya. Kali ini saya nyobain OTW Super Roll (18K)—sushi dengan daging salmon, Red Riot Roll (20K)—sushi dengan daging tuna dan salmon, dan King Dragon Roll (16K)—sushi dengan tempura udang. Sayangnya, untuk sushi terms "ada harga ada barang" memang masih belum bisa dipatahkan. Potongan dagingnya menurut saya benar-benar tiny, nasi juga agak kurang sticky, ingredients lainnya juga bukan yang incrediblingly fresh juga, wasabi-nya tasteless dan soyu-nya disajikan dingin seperti baru dikeluarkan dari chiller. Tapi mengingat harganya yang sangat murah, hal-hal tersebut masih sangat bisa ditolerir

Tidak banyak yang berubah dari restoran khas Korea yang satu ini, termasuk dengan desainnya. Interior ala-ala kereta yang dulu sempat viral itu pun masih dipertahankan. Begitupun dengan area lain yang mengusung konsep korea tradisional juga tidak banyak berubah. Demand terhadap restoran ini sepertinya juga masih cukup tinggi meskipun restorannya sudah cukup lama berdiri, saya bahkan harus menunggu waiting list terlebih dahulu untuk mendapatkan tempat duduk. Yang menurut saya membuat restoran ini bertahan adalah variasi makanannya yang banyak serta harga yang ditawarkan yang relatif sangat terjangkau

Food and Beverages:
- Bingsoo of the Blue Sea (30K)
Sejujurnya nama menu ini mengingatkan saya dengan sebuah K-drama yang dulu saya tonton. Menu ini pada dasarnya adalah es serut korea yang disajikan bersama jelly berwarna biru yang dibentuk seperti mie, aneka buah-buahan, popping boba, dan es krim vanilla yang dibentuk seperti sunny side up. Sebagai finishing, es serut-nya diguyur dengan sirup dengan citarasa buah. Overall, dessert-nya sangat menyegarkan, buahnya generous, dan yang paling penting dessert-nya tidak kemanisan. Yang menurut saya agak kurang hanyalah es serutnya yang terlalu kasar dan menggumpal. 

Notes:
Meskipun harga di menunya menggunakan Korean Won, tapi harganya tidak perlu dikonversi lagi menggunakan kurs terbaru karena sebenarnya harganya cukup ditambahkan satu nol saja. 

Restoran ini menempati bekas gedungnya Upnormal Cihampelas Bawah. Layout restorannya pun masih identik dengan layout Upnormal dulu, begitupun dengan sebagian besar furniturnya, namun sudah mendapat beberapa penyegaran. Dari segi konsep tempat dan interior, restoran ini berhasil me-level-up sate Padang yang biasanya dijual di tendaan atau di rumah makan keluarga yang biasanya mengenyampingkan urusan desain dan kenyamanan. Restoran ini mengusung konsep Minangkabau jaman dulu yang dieksekusi secara modern. Saya paling suka detail-detail kecil seperti penggunaan alat makan enamel jadul, tv tabung, lampu strongking, dan carano minang—tbh saat di restoran ini saya merasa memori lama di rumah nenek saya kembali ter-recall. Tempatnya juga lumayan nyaman, masih bisa dijadikan tempat tongkrongan. 

Food and Beverage:
- Sate Padang Campur (34K)
Kalau dipikir-pikir, harga satenya memang lebih mirip sate Padang dari restoran ternama ketimbang sate Padang tendaan, masih sangat make sense sih menurut saya. Yang menurut saya cukup unik dari sate disini adalah pilihan dagingnya yang banyak, ngak cuma ayam dan sapi doang, tapi tersedia juga lidah, ceker, telur puyuh, dan lain-lain. Pilihan daging sate padang seharusnya memang seperti ini sih. Kali ini saya memilih Sate dengan daging sapi dan lidah sapi. Dagingnya menurut saya sudah pas banget sih, dagingnya empuk, gendut-gendut, segar, dan tidak amis. Seasoning untuk bakarannya pun juga sudah pas banget. Porsinya menurut saya juga cukup besar, lumayan mengenyangkan. Yang agak saya notice adalah kuah satenya yang agak kurang authentic, jujur saya agak susah menemukan kiblat kuah satenya kemana, ngak Padang, ngak Pariaman, atau Padang Panjang. Citarasa kacangnya agak terlalu intens, meskipun masih tergolong enak.

Kafe ini bisa dijadikan sebagai alternatif tempat untuk late-night snack di Kawasan Punclut. Tempatnya sih sebenarnya lebih cocok untuk pasangan karena sebagian besar tempat duduknya berupa bale-bale bersekat yang sepertinya sangat cocok untuk pacaran. Tempatnya juga lumayan nyaman. Selling point dari restoran di kawasan ini tentunya adala view dari ketinggiannya yang lumayan fascinating, city light, dan udara yang sejuk. Sejujurnya saya tidak berekspektasi tinggi dengan makanan dari restoran ini. Saya hanya mencoba Indomie Telur (12K). Saya sejujurnya sedikit surprised dengan harganya yang tidak dikatrol terlalu tinggi meskipun dari rasa sih standar banget sih. Mie-nya agak sedikit overcooked cuma termaafkan karena "Indomie kuah di tempat dingin tidak pernah salah!"

Kafe ini posisinya di sebelahnya Kopi Anjis. Tempatnya memang tidak bisa dibilang luas namun sangat nyaman berkat interior yang di-arrange tidak terlalu sesak pencahayaannya didesain cukup terang dan sedikit warm sehingga cocok untuk berbagai okasi. Sayangnya, tidak tersedia area non-smoking di kafe ini. Untungnya asap di dalam kafenya tidak begitu mengganggu.

- Caramel on The Rock (22K)
Minuman ini basically adalah campuran antara espresso dan sirup karamel yang kemudian di-shake dan disajikan dengan ice cubes. Citarasa minumannya menurut saya sangat menyegarkan. Citarasa caramelnya menurut saya juga berhasil menetralkan citarasa pahit dan asam dari espresso-nya, namun tidak sampai menghilangkan karakter asli dari kopinya yang sudah cukup rich dengan hint fruity yang intens.