N.A.

Holycow ini merupakan satu-satunya Holycow di Bandung yang dimanage oleh Chef Afit. Tempatnya sih tidak begitu besar. Interiornya sih jauh kalah kalau dibandingkan dengan steakhouse lokal Bandung yang terkenal itu. Konsep tempatnya menurut saya agak sedikit outdated dan agak boring. Tempatnya sebenarnya rapi dan bersih, hanya saja beberapa ornamen restorannya dibiarkan rusak yang tentu saja dapat mengurangi estetika dari restorannya. Yang menurut saya perlu di apresiasi adalah pelayanannya yang sangat humble, friendly, dan hangat.   

- Wagyu Sirloin Steak (175K)
Menu Steak yang saya pesan disajikan dengan menggunakan pilihan karbo mashed potato, jagung dan buncis, serta saus white mushroom. Saya memesan steak dengan doneness medium rare yang sayangnya datang dengan doneness medium well. Honestly, saya agak kecewa karena sayang aja sebenarnya daging wagyu dengan grade MB 4-5 seperti ini kualitasnya pasti akan turun kalau dimasakan dengan doneness seperti ini. Untungnya steaknya masih lumayan juicy (I wonder it supposed to be juicy as heaven if it was cooked in medium rare), dagingnya sangat empuk, dan positifnya lemaknya menjadi lebih lumer. Dagingnya juga dimarinasi dengan menggunakan bumbu dan herbs yang sedikit lebih bold, personally saya sagat suka. Mashed potato-nya juga enak, lembut, sedikit creamy dan milky. Saus white mushroom-nya juga tidak kalah enak, sausnya kental dan rasa jamurnya lumayan strong. Di luar perkara doneness yang kurang sesuai, menu ini sukses memanjakan lidah saya.

Menurut saya Pepper Lunch PVJ tidak senyaman Pepper Lunch cabang lain. Tempatnya didesain terbuka tanpa menggunakan pendingin ruangan. Sirkulasi udaranya hanya menggunakan exhaust yang menurut saya kurang banyak dan efektif, alhasil tempatnya menjadi sangat panas dan pengap. Interiornya tidak banyak berubah dari beberapa tahun lalu, agak sedikit boring dan outdated. Untungnya pelayannya sangat ramah dan responsif.

- Pepper Steak (135K)
Menu ini berupa daging steak yang dimasak dan disajikan dengan menggunakan hotplate bersama sayuran mentah seperti buncis, jagung, dan tauge. Menu ini juga sudah termasuk nasi sebagai sumber karbohidrat, porsi nasinya sih lumayan besar, saya sih kenyang banget. Dagingnya steaknya menggunakan bagian striploin (short loin). Surprisingly, kualitas dagingnya sangat OK, dagingnya segar dan marble-nya lumayan intens. Dagingnya sih sangat tender, easy to bite. 

Menyantap steak dengan hotplate seperti ini tentunya harus tricky karena hotplate-nya bikin steaknya gampang banget mateng bahkan gosong. Selain itu karena steak-nya in Japanese style, marinasi dagingnya agak sederhana, jadi penambahan pepper yang banyak serta sedikit soyu adalah sebuah mandatory. Sebagai pelengkap, saya memesan paket Complete Your Meal (18K) yang terdiri atas minuman dan side dish atau dessert. Saya memilih lemon tea dan mashed potato. Saya sih ngak nyangka mashed potato-nya lembut dan enak banget.

Coffee shop ini menggabungkan konsep antara coffee shop dengan  space terutama untuk indoor seating area-nya. Seating area indoor serta konsep open kitchen-nya ini sejujurnya mengingatkan saya dengan konsep serupa dengan sebuah coffee shop ternama di Jalan Progo.  Area indoor-nya menurut saya agak tanggung sih, pencahayaannya agak kurang terang serta tempatnya sedikit pengap. Personally, saya jauh lebih suka duduk di area outdoor-nya. Area outdoor-nya ini selagi tidak hujan atau tidak terlalu terik sih nyaman banget, tempatnya sejuk dan lumayan tenang. 

- Club Sandwich (20K)
Untuk harga yang hanya 20K, sandwich-nya bisa dibilang sangat cuan. Isian sandwichnya terdiri atas telor, smoked beef, dan fresh vegetables: lebih dari cukup untuk sandwich seharga 20K. Rotinya agak kurang crunchy dan kurang buttery sih, kalau roasting-nya lebih lama mungkin akan lebih OK. 

- Calatte (30K)
Kata Calatte ini sebenarnya merupakan akronim dari Matcha dan Latte. Sejujurnya minuman ini mengingatkan saya minuman matcha kemasan yang biasa ada di minimarket karena rasanya benar-benar mirip. Matcha-nya bukan yang tipikal manis banget, ada sedikit pahit-pahitnya. Saya sebenarnya suka tipikal matcha yang seperti ini hanya saja tekstur-nya saya kurang suka. Minumannya masih berbubuk kasar gitu sekalipun sudah diaduk, bubuk ini memberikan after-taste yang kurang enak di mulut.

Kafe di Jalan Aceh ini menurut saya sangat unik. Dari luar cafe ini terlihat seperti rumah tua dengan nuansa yang sangat asri. Di bagian outdoor kafenya terdapat tempat duduk outdoor yang terlihat sangat nyaman untuk bersantai bersama kolega maupun untuk me-time sekalipun. Sedangkan bagian indoor kafenya memiliki ambience yang sedikit lebih serius dengan desain yang vintage, vintage namun sama sekali tidak spooky. Saya cukup betah berlama-lama di kafe ini.

Beverage;
- Hot Caffè Mocha (27K)
Minuman yang saya pesan memiliki citarasa yang lumayan OK. Citarasa caffè mocha-nya sebagaimana seharusnya. Citarasa kopinya tidak begitu strong, cenderung milky dan citarasa manis-pahit dari coklatnya cukup dominan. Tekstur minumannya juga sangat creamy. Caffè Mocha-nya terasa semakin nikmat ketika disantap bersama biskuit yang diberikan secara cuma-cuma. 

Sour Sally cabang ini merupakan satu-satunya Sour Sally di Bandung yang lokasinya tidak di pusat perbelanjaan. Sour Sally cabang ini tempatnya digabung dengan Gulu-Gulu. Sama seperti Sour Sally kebanyakan, tempat kecil dengan seating yang berupa bangku dan meja yang sayangnya tidak ergonomis. Sour Sally cabang ini seharusnya bisa nyaman karena tersedia pendingin ruangan. Sayangnya pendingin ruangannya tidak bekerja efektif karena seringkali pintu gesernya dibiarkan menganga oleh pengunjung bahkan oleh pegawainya sendiri--buat saya ini sebuah stupidity aja gitu. Alhasil ruangannya menjadi lumayan panas, apalagi dinding ruangannya kan kaca jadi berasa kayak dijemur di glass house gitu.  

- Black Sakura (65K)
Saya memesan frozen yoghurt varian Black Sakura dengan ukuran large. Varian Black Sakura ini konon katanya bagus untuk detoksifikasi karena mengandung active charcoal. Varian ini memang tidak terlalu asam, untuk itu saya sengaja memilih toping-toping dengan buah-buah segar seperti Peach, Strawberry, dan Leci. Topingnya sangat generous dan cocok banget dipadukan dengan yoghurtnya. Pokoknya yoghurt dari Sour Sally memang tidak pernah salah.

Saya kembali mengunjungi restoran ini untuk reminiscing old memories saat masih jadi mahasiswa pelit. Dulu seringkali mengunjungi tempat ini saat lagi pengen makan 'steak' saat sedang tanggal tua. Tempatnya sih sudah pindah dari lokasi lamanya, sekarang menempati eks tempatnya Pecel Lele Lela dulu. Honestly tempatnya agak kurang nyaman sih, agak panas karena sirkulasi udaranya yang buruk. Konsepnya restorannya juga agak sedikit outdated dan boring. Cocoknya untuk come, eat quickly, and go.

- Sirloin Telanjang (24K)
Kalau dipikir-pikir definisi steak sebenarnya antara tepat dan tidak tepat sih untuk menu ini karena daging sapinya seperti tidak di-grill seperti steak kebanyakan. Honestly, menu ini lebih mirip dendeng ketimbang disebut steak. Istilah sirloinnya menurut saya juga sedikit gimmick belaka. Lepas dari istilah steaknya, menu ini sebenarnya lumayan OK sih apalagi kalau mengingat harganya yang relatif sangat terjangkau. 

Daging sapinya disajikan bersama potato wedges, sayuran rebus, serta dengan pilihan sausnya dengan menggunakan hotplate. Kualitas daging sapinya sih seringkali berubah-berubah, kalau lagi hoki bisa dapat yang empuk kalau lagi apes ya seringkali dagingnya alot. Tidak seperti steak pada umumnya, tidak tersedia pilihan doneness untuk dagingnya, semuanya by default well-done, yaudah sih kalo inget harganya. Yang menurut saya yang unik adalah saus pedasnya, asimilasi rasa yang menurut saya sangat OK.